“AIR MATA” PEMECAH ISI HATI

(by. Eva Ps el Hidayah)

 

وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَىٰ

Dialah Allah yang menjadikan seorang tertawa dan menangis

(QS. An-Najm: 43).

 

Menangis termasuk ibadah bila dilandaskan kepada Al Quran dan Sunnah Nabi yaitu menengis yang terjadi semata-mata- krena takut kepada Allah. Bila seorang mengalami masalah dalam hidupnya dan membuat hatinya menjadi mendung yang dicarikan dengan hilangnya semangat, pikiran mandeg, dan sulit melangkah, air matanya sering menetes. Pada saat yang akan sama hati malah berangsur cerah. Kenapa demikian? Karena butiran-butiran air mata yang keluar merupakan ungkapan isi hati orang tersebut.

 “Menangis adalah pelepasan emosi yang paling tepat saat kita tak bisa mengungkapkannya lewat kata-kata,” kata Dr Simon Moore, psikolog dari London Metropolitan University.

Menurut Profesor William Frey, ahli tangis dari AS, air mata yang dikeluarkan saat kita sedang emosional mengandung hormon endorphin atau stres sehingga bisa membuat perasaan lebih plong. Menangis juga diketahui bisa menurunkan tekanan darah dan denyut nadi.

Kenapa dengan menangis terkadang orang bisa berubah seketika, seolah-olah tidak pernah ada masalah pada dirinya. Berdasarkan penelitian Antonie Bechara, butiran air mata yang keluar dari orang yang punya masalah yang tersimpan dalam hatinya mengandung senyawa kimia yang menghasilkan hormone-hormon yang dihasilkan apabila orang berada pada gelombang otak alpha dan theta. Sehingga yang bersangkutan bisa lebih rileks, tenang, dan terbuka pikirannya.

Jadi bila suasana hati mulai tenang, jiwa menjadi rileks, dan pikiran mulai terbuka berarti kita akan cepat menemukan solusi dari masalah yang membuat hati kita menjadi mendung. Menangislah selama tidak ada yang melarang bila dengan menangis gelombang otak kita bisa turun ke alpha dan theta agar hidup tidak semakin ruwet.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ

Sesungguhnya Allah senang melihat bekas nikmat-Nya pada seorang hamba

(HR. Tirmidzi dan An Nasai).