Amal yang Ikhlas

Diantara ciri bagusnya keimanan seorang hamba Allah adalah bersegera menunaikan apa yang diperintahkan Allah Ta’ala kepadanya. Dia tidak menunda-nunda tanpa alasan yang dibenarkan.

Saat tiba waktu shalat, ia akan tinggalkan semua aktivitas duniawinya. Bahkan, sesaat sebelum adzan, dia sudah pergi ke masjid atau bersiap ditempat shalat. Saat ada kewajiban untuk mengeluarkan harta, dia akan bersegera megeluarkannya, tidak banyak berpikir. Setiap amal yang dicintai Allah Azza wa Jalla, dia akan menunaikannya dengan segera tidak pakai lama. Ini yang terpenting, dia akan melakukan itu semua murni karena Allah semata. Motivasinya adalah meraih mardhatillah, keridhaan Allah, bukan keridhaan pujian makhluk. Al-Qur’an mengungkapkan, “Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah, 98:5). Ayat ini memberi petunjuk agar seorang hamba Allah tidak beribadah, baik mahdah maupun ghairu mahdah, kecuali dengan landasan keikhlasan.

Saudaraku, ikhlas adalah ruh nya amal. Sehebat apapun amal kita, apabila tidak ada keikhlasan didalamnya dia menjadi tidak bernilai dihadapan Allah. Pahalanya nol.Maka, kita harus terus melatih diri agar niat senantiasa lurus, dalam amal apapun. Setiap kali hendak beramal, tanyakan kepada hati apakah amal ini dilakukan karena Allah atau bukan, atau  masih campuran riya. Belum tunda tunggu dulu sampai niat kita benar-benar lillahi ta’ala.

Boleh jadi, ada yang bertanya , apa tanda nya suatu amal itu ikhlas dilakukan? Berikut adalah tanda yang dapat dijadikan evaluasi. Pertama, dia beramal bukan untuk mengharapkan pujian. Kedua, tidak mengeluh. Orang ikhlas tidak mengucapkan kata-kata yang penuh dengan keluhan, cercaan, atau sibuk menyalahkan orang lain. Dia akan tenang dengan berbagai kemungkinan. Bagaimana tidak, bahwa semua terjadi atas ijin Allah. Ketiga, tidak setengah-setengah dalam beramal. Orang ikhlas akan sangat serius dalam beramal. Dia akan melakukan amal terbaik sehingga bisa diterima Allah Swt. Dia tidak mau setengah-setengah dalam menjalankan apa yang diperintah kan Allah dan Rasul-Nya. Disini kita bisa belajar pada keluarga Rasulullah  saw. tentang  makna ikhlas dalam beramal. Ada banyak kisah terkait hal ini. Diantaranya kisah Sayyidah Fathimah ra. Dengan seorang pengemis tua.

Suatu hari, setelah Rasulullah SAW selesai mengerjakan shalat beliau tetap berada dalam masjid bersama para sahabatnya. Kemudian datanglah seorang arab badui yang sudah renta dan berpakaian kumal. “Ya Rasululllah saya sangat lapar. Mohon agar saya diberi makan sekadarnya. Lihatlah saya tidak punya pakaian selain yang saya pakai untuk menutup aurat seperlunya.” Kata orang ini dengan lirih.

Rasulullah saw segera menanggapi, “Aku sendiri tidak memiliki sesuatu yang pantas untuk diberikan kepadamu. Namun, cobalah engkau menemui orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Dia lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri. Dia bernama Fathimah, putriku. Rumahnya dekat sekali denganku.”

Lalu, pergilah arab badui itu ke rumah Fatimah. Sesampainya disana, orangtua itu disambut dengan baik dan ramah. “Bapak dari mana?” Tanya Fatimah dengan lembut. Dia menjawab, “Saya orangtua dari  jauh . Tadi saya bertemu dengan ayahmu, hai putri Rasulullah saya lapar sekali. Pakaian ini pun sudah kumal. Tolong saya diberi makan dan pakaian seperlunya saja. Mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu.”

Saat itu putri Rasulullah sangat bingung memikirkan setidaknya apa yang diberikan kepada orangtua itu. Dia dan keluarganya saja sudah berpuasa tiga hari karena tidak memiliki apapun untuk dimakan. Akan tetapi melihat orang tua yang demikian sengsara, Fathimah tentu saja tidak membiarkannya. Dia tidak ingin orang tua itu pergi dengan tangan hampa. Lalu Fatimah mencari-cari apa yang bisa diberikannya pilihannya jatuh pada alas tidur yang terbuat dari kulit kambing, alas ini milik Al-Hasan.

Setelah menerima alas tidur tersebut orang tua itu berkata “Hai putri Rasulullah apa yang bisa saya perbuat dengan kulit kambing ini? Saya sangat lapar dan membutuhkan pakaian secukupnya. Kulit kambing ini tak dapat menghilangkan lapar dan menutupi aurat.” “Ambilah ini mudah-mudahan Allah menggantikannya dengan karunia yang baik,” kata  Fatimah. Hal ini tentu saja membuat hati orang tua itu gembira, dia kemudian pergi ke masjid. Disana Rasulullah saw. masih dikelilingi oleh sahabatnya. Lalu orang arab ini memberi tahu seraya menunjukkan kepada Rasulullah saw seuntai kalung yang diberikan  Fatimah kepadanya. Melihat itu Rasulullah meneteskan air mata. Beliau terharu meneteskan kemurahan hati putrinya.

Amar bin Yasir r.a. yang menyaksikan adegan itu lalu berkata, “Ya Rasulullah, bolehkah aku mebeli kalung itu?” sambil menyeka air matanya, beliau berkata, “Belilah jika engkau  mau.”

Inilah secuplik kisah, sebagaimana diriwayatkan oleh Jariri bin Abdullah ra. Tentang kesungguhan beramal yang berjalin erat dengan keikhlasan . Tiada yang dihasilkan olehnya selain keindahan dan keajaiban.

(Oleh : Ninih Mutmainnah)