Ashabul Ukhdud (1): Pemuda, Generasi yang Diperebutkan

”Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”. (Q.S. al-Buruj/85: 4-8).

Pertarungan antara kebenaran dan kebathilan terus berlangsung sepanjang zaman. Termasuk, sebuah masa menjelang kerasulan Nabi Isa a.s.

Saat itu, Bani Israil diperintah oleh seorang raja dengan penyihir sebagai penasehatnya. Di masa tuanya, sang penyihir merasa sudah butuh generasi yang harus mengganti kedudukannya. Dengan penuh hormat, ia meminta sang raja agar berkenan menghadirkan pemuda terbaik yang akan dididiknya menjadi pewaris seluruh kemampuan sihirnya.

Sang raja mengabulkan permohonan itu. Dengan segera, sang raja membuat sayembara dan mengumumkannya ke seantero masyarakat Bani Israil yang ada dalam jangkauan kerajaannya. Sayembara ini menjanjikan kemampuan dan kedudukan yang tinggi dalam kerajaan bagi siapapun yang terpilih.

Umumnya semua pemuda Bani Israil antusias menyimak pengumuman itu. Mereka satu sama lain saling mendorong agar diantara mereka ada yang bisa maju memenuhi tawaran itu. Namun sayang, banyak pemuda yang menyadari minimnya kemampuan dan sikap mental yang dimilikinya sehingga tidak bisa memanfaatkan kesempatan ini. Dengan demikian, banyak diantara mereka yang memilih untuk tidak mengikuti sayembara ini.

Tercatat, ada beberapa pemuda hebat yang mendaftarkan diri. Selanjutnya mereka mengikuti sayembara dan menjalani seleksi dengan berbagai tantangan yang diberikan kepadanya. Ada yang menampilkan performa sederhana namun memukau dan ada pula yang menampilkan pertunjukkan dengan setting istimewa dan menawan. Akhirnya, terpilihlah satu pemuda terbaik dari seleksi itu yang siap mengikuti jadwal sesuai kurikulum pendidikan yang telah ditetapkan kerajaan.

Setiap harinya, sang pemuda harus siap meninggalkan rumah menuju kediaman sang penyihir. Ya, sebuah perjalanan jauh yang bisa ditempuh oleh seseorang yang memiliki keinginan kuat. Perjalanan yang harus diikuti  secara reguler sampai masa pendidikan selesai. Dan sang pemuda memiliki mental baja untuk sia menyanggupi semuanya.

Selama perjalanan menuju kediaman penyihir, sang pemuda ditemui oleh seorang alim. Beliau meminta waktunya sedikit agar pemuda mau mendengarkan petuahnya. Dan sang pemuda menyanggupinya dengan menganggapnya sebagai jeda melakukan istirahat selama perjalanan.

Sang pemuda menyimak dengan serius seluruh petuah sang alim. Ia merasakan ada getaran yang menjalar menyelubungi sanubarinya. Sang alim secara sistematis menjelaskan tentang eksistensi Allah Azza wa Jalla dan menambatkan seluruh perkara yang ada dalam kehidupan dengan kemahaan-Nya.

Sang pemuda begitu asyik mengikuti bimbingan sang alim. Tak terasa, waktu yang ada cukup tersita sehingga ia datang terlambat di kediaman penyihir. Demi keamanan, sang alim berpesan agar sang pemuda berstrategi bila ditanya perihal keterlambatan dengan mengatakan bahwa ia (sang pemuda) ditahan oleh keluarganya. Dan apabila pihak keluarga yang menanyainya, ia diminta untuk menyampaikan kebalikannya (=bahwa sang penyihir menahannya).

Suatu hari, Allah berkehendak menghadirkan seekor hewan besar yang menghalangi jalan. Sang pemuda pun berada dalam hambatan itu. Dan ia menyadari bahwa hewan tersebut berada di luar kemampuan kendalinya sehingga membutuhkan kekuatan lain di luar dirinya.

Melalui pemahaman dan kesadaran yang ia dapat dari sang alim, ia mencoba mengekspresikan pemahaman tersebut. Momen ini ia jadikan media untuk membuktikan bahwa Allah ada dan Maha Berkuasa. Selanjutnya sang pemuda mengambil batu dan berdoa, “Ya Allah, bila yang dikatakan seorang alim yang aku temui benar maka bunuhlah hewan ini sehingga siapapun bisa leluasa melewati jalan ini.”

Dengan segera, sang pemuda melempar batu ini sekuat tenaga ke arah hewan besar itu. Dan seketika, hewan tersebut terjungkal dan mati mengenaskan. Sejak kejadian itu, sang pemuda menetapkan iman untuk mengimani Allah Azza wa Jalla semata. Wallahu a’lam.

Oleh : Ustadz Edu, sumber foto : Wahdah Islamiyah