Bahagia Itu Berbagi

Bahagia memiliki banyak makna dan penjabaran. Tergantung dari sudut mana seseorang memandangnya. Sebagian orang mendefinisikan bahagia dengan banyaknya harta, tingginya jabatan, atau memiliki keluarga sehat dan lucu. Hal tersebut benar. Namun, sejatinya itu semua adalah kebahagiaan duniawi.

Dulu, saya juga berpandangan sama mengenai kebahagiaan. Tetapi, ada titik balik ketika saya berpikir bahagia seperti itu hanyalah fana. Saya mengenal seseorang yang sudah saya anggap seperti kakak sendiri. Ia sudah berkeluarga. Beliau sering menyambangi toko tempat saya bekerja untuk mengambil infak atau sedekah dari teman kerja saya, yang tidak lain adalah saudaranya.

Saya memerhatikannya selama beberapa bulan. Ada rasa penasaran ketika ia membacakan doa serah terima infak yang dititipkan kepadanya. Saya pun memberanikan diri bertanya, ”Teh itu uang apa? Mau diberikan ke mana?” ujar saya lirih.

Beliau tersenyum dan menjelaskan, “Teteh menjadi sukarelawan di yayasan tempat teteh mengajar. Yayasan ini terdiri dari berbagai bidang. Ada pendidikan, kesehatan, dan sosial. Nah, tiap bulan teteh menerima berbagai macam donasi dan titipan infak, sedekah, maupun wakaf dari para donatur. Ada yang via transfer, atau teteh jemput seperti ini. Uang yang dititipkan oleh donatur kemudian disalurkan kepada yang membutuhkan,” jelasnya.

Saya mulai tertarik. Saya kembali bertanya, “Mahal ya teh donasinya?” Beliau menjawab sambil tersenyum, ”Tidak kok neng, boleh semampunya. Bisa lima ribu rupiah atau lebih tiap bulannya. Jadi, sesuai kemampuan kita saja,” ujarnya.

“Wah, kalau begitu saya juga mau teh,” kata saya penuh semangat. “Ternyata beramal itu tidak perlu mahal ya? Yang penting ikhlas kan teh?” ujar saya antusias.

Saya mulai berpikir. Ketika membeli baju, makanan, atau jalan-jalan saya menghabiskan banyak uang. Jumlah yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Mulai dari puluhan bahkan ratusan ribu rupiah tidak sayang untuk dihabiskan. Astagfirullahaladzim. Saya merasa ditegur Allah dengan hadirnya teteh yang rutin mengambil infak dan sedekah tersebut.

Semenjak itu, saya bersungguh-sungguh untuk berbagi. Bersedekah dengan ikhlas hanya mengharapkan rida Allah SWT. Saya pun berusaha istiqamah bersedekah, termasuk menyedekahkan keluarga saya. Walau nilainya belum terlalu besar, namun niat dan keistiqamahannya selalu saya tekadkan.

Itulah saat saya merasa bahagia dan tenang. Entah, ada sesuatu yang berbeda ketika selesai membaca doa serah terima infak atau sedekah. Saya merasa bahagia. Tidak jarang, buliran kristal bening membasahi kedua mata ini. Ada keteduhan yang membasuh saat jiwa ini merasa hampa. Ya Allah, apakah ini sejatinya rasa bahagia? Semoga Allah selalu menuntun saya untuk terus istiqamah dalam berbagi.

Hikmah lainnya, saya menjadi tertarik untuk menggali ilmu keagamaan. Saya beberapa kali mengikuti kajian keislaman, walau terkadang sulit membagi waktu antara bekerja dan menimba ilmu, namun saya tidak patah arang untuk terus belajar. Mengikuti kajian keislaman, dan rutin membaca al-Quran serta maknanya membuat saya senantiasa merasa dekat dengan Allah SWT.

Subhanallah. Saya semakin merasa lebih “hidup” semenjak rutin bersedekah. Alhamdulilah, karena saat ini saya masih diberikan kesempatan beramal dengan ringan. Saya percaya di akhirat kelak, saya tidak bisa lagi beramal. Yang ada hanya perhitungan dari amal-amal saya. Oleh karenanya, saya berusaha memberikan terbaik kepada Allah dengan bersedekah. Apalagi, sedekah ternyata membuka pintu-pintu rezeki yang lain. Tidak terduga dan tidak disangka-sangka.

Ada kisah menarik yang membuat saya semakin istiqamah bersedekah. Pada suatu hari saya sakit. Begitu pula teman-teman kerja di toko, juga terkena sakit yang sama. Satu hari sudah saya mengalami batuk, pilek, dan flu berat. Tiba-tiba teteh yang biasa ke toko datang, dan seperti biasa saya menyerahkan sebagian harta untuk disedekahkan. Saat itu saya bersungguh-sungguh berdoa meminta kesembuhan dari Allah SWT.

Amazing! Esoknya saya sembuh tanpa obat. Tentu saja, syariatnya saya makan dan istirahat yang cukup. Namun, teman-teman saya, hingga seminggu baru sembuh dari sakitnya. Subhanallah. Saya semakin kagum dengan Mahabesarnya Allah. Hal ini membuat saya semakin istiqamah bersedekah. Insya Allah, sedekah tidaklah mengurangi harta, tapi menambah tabungan kita untuk bekal di akhirat. (Yuni Susanti)