Belajar Mencintai Allah

Suatu hari, ada seorang gadis datang menemui saya. Dia mengenakan jilbab yang biasa-biasa saja, belum begitu sesuai dengan aturan Syar’i. Pada minggu-minggu berikutnya, dia sering  mengikuti pengajian dengan saya. Kalau ke pengajian Muslimah, dia duduk dibarisan tengah. Dia terlihat istiqamah. Pernah sekali waktu gadis itu memberikan buku tentang  seorang ulama terkenal. Bukunya sangat tipis, tetapi bagi saya buku itu bagus sekali. Setiap minggu dia mengahdiri pengajian, setiap kali itu juga gadis tersebut memberikan puisi yang katanya sebagai kenang-kenangan untuk saya. Puisinya bagus-bagus. Diantara puisi-puisi itu, ada  sebuah puisi yang menyentuh hati saya, yaitu yang diakhirinya dengan kalimat, “Aku  merindukanmu, ya Allah. Aku merindukan kematian husnul khatimah”. Beberapa minggu kemudian, tidak pernah terlihat lagi. Dia tidak lagi hadir dan duduk di barisan tengah di pengajian saya. Minggu demi minggu, bulan demi bulan, gadis itu tidak muncul. Ada rasa kehilangan dan rindu kepada si pembuat puisi. Saya pernah mencari tahu tentang  kabar gadis itu, tetapi tidak berhasil.

Suatu hari ada seorang ibu menelepon saya. Ternyata penelepon ini adalah ibu dari gadis pembuat puisi-puisi indah itu. Dia mengatakan  bahwa anaknya kini telah tiada. Anaknya ternyata telah meninggal dunia. Ibu ini bercerita bahwa anak ini menemukan Allah dalam hatiya setelah diuji dengan broken heart, patah hati oleh seseorang yang dicintainya. Namun kemudian gadis ini menemukan kedamaian dan kehadiran Allah setelah yang dicintainya pergi dari kehidupannya. Dia telah meluruskan cinta nya kepada yang memiliki segala cinta, Allah Ta’ala. Dia juga telah ridho dengan takdir apapun yang telah ditetapkan untuk dirinya. Ibu ini menangis dan mengatakan dia sungguh kehilangan anak gadis itu.

Saudaraku, kita layak iri kepada gadis itu. Bagaimana tidak? Dia wafat kala sedang rindu-rindunya kepada Allah. Kala kecintaan meliputi hatinya, Allah Ta’ala memanggilnya. Ini seperti seorang anak yang sedang dalam perantauan yang merindukan bertemu ibunya. Lalu, ibunya tiba-tiba memanggil anak itu untuk pulang. Tentu saja anak itu akan merasa bahagia tiada tara.

Seperti itulah Allah Ta’ala menyayangi hamba-Nya. Ketika sang gadis mencintai seseorang secara berlebihan, sehingga hatinya lalai dari zikrullah, Allah ta’ala pun memanggilnya. Dia menyelamatkannya dari tipu daya cinta dunia dengan mengambil sumber petakanya. Lelaki yang dicintai gadis itu ditakdirkan memutuskan cinta dan meninggalkannya. Dia lalu diwafatkan ketika tiada lagi yang paling dicintainya selain Allah Azza wa Jalla. Tujuan hidup kita bukan untuk mendapatkan cinta makhluk, melainkan untuk mendapat cinta Allah, Al-Khaliq.Kalau kita sudah dicintai-Nya, cinta yang lain akan kita dapatkan. Bukankah yang menguasai semua hati adalah Allah? Maka, apabila selama ini, kita cinta kepada anak-anak, akan tetapi mereka sering membuat jengkel dan letih. Atau, selama ini, kita mencari seseorang, akan tetapi hati kita begitu letih karenanya, itu berarti ada yang salah dengan cinta kita. Seorang istri yang mencintai suaminya bukan karena Allah Ta’ala hari-harinya akan dipastikan galau, lelah, resah, dan gelisah. Dia takut suaminya diambil orang dia takut cinta suaminya luntur sehingga berpaling ke lain hati.

Sebaliknya, seorang istri yang mencintai karena Allah, dia akan menemukan sakinah atau ketentraman dalam jiwanya. Bagaimana tidak, dia telah memasrahkan hidup dan matinya kepada Allah. Dia titipkan suaminya kepada Allah. Dia yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan dirinya. Dia yakin bahwa Allah akan memberi kelapangan  hati dan kedamaian jiwa. Jika sudah demikian Allah pasti akan menyambut husnudzan hamba tersebut dengan limpahan kebaikan. Allah akan memberinya jalan keluar atas segala permasalahan hidupnya. Allah akan mengatur dan mengarahkan hidupnya. Bahkan, Allah akan melembutkan hati suami dan anak-anaknya sehingga mereka terjaga dari maksiat.

Maka, siapapun yang mendambakan sakinah, syarat pertama  dan utama adalah cintailah Allah dan Rasul-Nya. Perkuat ilmu pengetahuan kita tentang Allah dan Rasul-Nya. Lalu belajarlah mencintainya dengan tulus. Tanpa hadirnya kecintaan kepada Allah dan Rasulullah saw, jangan harap ada sakinah dalam rumah tangga dan husnul khatimah di akhir usia.

(Oleh : Ninih Muthmainnah)