Efek Tahajud

Ada seorang lelaki paruh baya yang hidupnya sangat sederhana. Dia tinggal di sebuah kampung bersama keluarganya. Layaknya orang-orang di kampungnya, lelaki ini bukan sosok yang berpendidikan tinggi. Pendidikannya hanya sampai tingkat SD, itu pun tidak sampai tamat. Soal pekerjaan pun demikian, jauh dari kata ”elite” menurut pandangan sebagian manusia. Dia hanya ”pekerja kasar” dengan penghasilan yang tidak tetap pula.

Namun, jangan salah, walau tampak serba kekurangan, kehidupan lelaki ini tampak sangat bahagia, tenang, tenteram, dan berkah. Dan, dia layak berbangga dan sujud syukur. Bagaimana tidak, anak-anaknya termasuk anak yang cerdas. Bahkan, semuanya bisa meraih gelar sarjana dan hidup berkecukupan.

Akan tetapi, bukan karena gelar sarjana yang membuat dia dan istrinya bahagia. Dia bahagia karena bisa istiqamah dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala. Atas wasilah keistiqamahan dalam ketaatan itulah, Allah Ta’ala memberinya kemudahan dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya.

Ternyata, ada amalan yang senantiasa dia jaga dan hampir tidak pernah ditinggalkan, yaitu shalat malam atau Tahajud. Setiap malam, terkhusus pada sepertiga malam terakhir, dia selalu bangun untuk menghadap kepada Rabb’ nya. Dalam munajatnya, dia selalu menangis meminta ampunan Allah Ta’ala atas segala dosa dan kekhilafannya, terkhusus kekhilafan dalam mendidik anak-anaknya.

Dia kerap berdoa, “Ya Allah ampuni jika hamba-Mu ini salah dalam mendidik anak-anak. Ampuni, ya Allah, jika hamba-Mu lalai dalam mendidik anak-anak. Ya Allah, jadikanlah keturunan hamba menjadi anak-anak yang saleh dan salehah. Ya Allah, sukseskan dunia dan akhirat mereka. Amin, ya Rabbal ‘Alamin.”

Maasyaa Allah, betapa pertolongan Zat Yang Maha kuasa akan sangat dekat dengan hamba-hamba-Nya yang istiqamah menunaikan shalat malam, hamba-hamba yang mengisi malam-malamnya dengan shalat, munajat dan doa. Merekalah hamba yang mendatangi jamuan AI Khaliq di sepertiga malam terakhir. Mereka rela menukarkan kenikmatan tidurnya agar bisa dekat dengan Rabb-nya untuk memohon ampun kepada-Nya dan mencurahkan isi hatinya.

Allah Ta’ala menjanjikan kepada mereka pahala yang besar dan aneka kemuliaan. Terungkap dalam Al-Quran, “Dan, pada sebagian malam hari, shalat Tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS Al lsra’, 17:79)

Ini pula yang Allah Ta’ala serukan kepada hamba-Nya Yang paling mulia, “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (dari padanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat (qaulan tsaqila).” (QS Al-Muzzammil, 73:1-5)

Dengan Tahajud itu, Allah Ta’ala telah menganugerahkan kepada beliau dan orang-orang yang mengikutinya maqamam-mahmuda dan qaulan tsaqilc’i. Maqamam mahmada adalah kedudukan yang terpuji. Artinya, dengan menjaga keistiqamahan shalat Tahajud, kita akan mendapatkan kedudukan terpuji di sisi Allah. Apabila sudah demikian, kita dapat menjalani hidup dengan penuh makna. Adapun qaulan tsaqila adalah ucapan yang berbobot; ucapan penuh hikmah, pelajaran, dan wibawa.

Tampaknya, setiap Muslimah, terkhusus yang sudah menikah dan punya anak, memiliki qaulan tsaqila adalah sebuah anugerah. Sebab, inilah modal berharga untuk bisa “menaklukkan” anak-anak.

Dalam sejumlah kasus, kita sering kali menyaksikan banyak orangtua (bahkan termasuk kita sendiri) yang kebingungan menghadapi tingkah laku anak-anak. Mulut sudah berbusa-busa memberikan nasihat, tapi sang anak tidak mau menaatinya, bahkan melawan dan semakin berontak. Mengapa demikian? Boleh jadi, salah satu sebabnya adalah karena orangtua tidak memiliki qaulan tsaqila.

Sesungguhnya qaulan tsaqila tidak bisa didapatkan dengan gratis. Perlu perjuangan untuk mendapatkannya, plus doa dan latihan yang terus-menerus. Satu di antaranya dengan berjuang menjadi ahli Tahajud sehingga Allah Azza wa Jalla berkenan memberikan “lisan yang berbobot” kepada & kita.

Maka, Tahajud bukan lagi sekadar “beban” atau “kewajiban”. Tahajud sejatinya adalah kebutuhan bagi kita. Kedudukan Tahajud bagi hati bagaikan kedudukan makanan bergizi dan suplemen penuh nutrisi bagi tubuh. Dia akan menyehatkan jiwa raga, menerangi hati dan pikiran, mencerdaskan akal, dan mendekatkan diri dengan aneka solusi dan pertolongan Allah.

Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa mendawamkan ibadah yang teramat powerfull ini? Ada sejumlah tips yang bisa Teteh bagi di sini.

  • Mohonlah kepada Allah Ta’ala agar kita senantiasa dibangunkan untuk bisa shalat malam (Tahajud), terkhusus pada sepertiga malam terakhir.
  • Barengi doa dengan menyempurnakan ikhtiar, semisal dengan memasang alarm, menyusun daftar piket di rumah untuk bisa saling membangunkan, tidak makan menjelang tidur, dan tidak tidur larut malam. Atau, bisa pula kita bersedekah dengan harapan Allah Ta’ala memberi kekuatan kepada kita untuk Tahajud.
  • Bacalah fikih shalat malam, keutamaan-keutamaan dan kerugiannya apabila kita sampai melalaikannya.
  • Perkuat motivasi dengan membaca kisah-kisah ahli Tahajud, terkhusus Rasulullah saw., para sahabat, dan orang-orang yang bersama mereka, bagaimana mereka melakukannya, dan apa yang mereka dapatkan.
  • Bergaullah dengan orang-orang yang terbiasa shalat malam.
  • Jauhi maksiat, terkhusus makanan dan harta haram. Jauhi pula aneka hal yang sia-sia dan melalaikan.

Saudaraku, semoga allah ta’ala membangunkan kita dan keluarga pada sepertiga malam terakhir. Bermohonlah terus kepada Allah Ta’ala agar Dia berkenan mengaruniakan qaulan tsaqila dan maqamam-mahmuda beserta  untuk menuju ke sana.

“hendaklah kalian melakukan qiyamullail (shalat malam, tahajud) karena itu adalah kebiasaan orang orang shaleh sebelum kalian, pendekatan diri kepada rabb kalian, penghapus aneka perbuatan buruk, dan pencegah dari perbuatan dosa.” (HR At Tirmidzi, Al Hakim, dan Al Baihaqi).

(Oleh : Ninih Mmuthmainnah)