Jaga Lisan dari Berghîbah

Saudaraku, secara sederhana, ghîbah adalah perbuatan menggunjingkan aib dan keburukan orang lain di belakangnya. Pengertian ghîbah ini secara jelas disebutkan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadis berikut ini:

“Ghîbah adalah engkau membicarakan saudaramu dengan apa yang ia tidak suka (untuk dibicarakan).” Lalu ada sahabat bertanya, “Bagaimana jika saudaraku itu memang seperti apa yang aku bicarakan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Jika saudaramu memang seperti apa yang engkau bicarakan, sungguh engkau telah meng-ghîbah-nya. Dan jika saudaramu itu tidak seperti apa yang engkau katakan, sungguh engkau telah menuduhnya.” (HR. Muslim, Tirmidzi).

Mahasuci Allah yang senantiasa menyembunyikan aib dan keburukan kita. Tanpa kasih sayang-Nya, kita hanyalah seoongok daging hina, yang penuh dengan cela dan kekurangan. Karena itu, sungguh tidak pantas apabila kita sebagai manusia yang jauh dari kesempurnaan malah senang mengumbar aib dan menggunjingkan keburukan orang lain.

Imam al-Ghazali menyebutkan beberapa faktor yang mendorong seseorang berbuat ghîbah. Pertama, melampiaskan kemarahan. Jika sedang marah, seseorang akan dengan mudah menyebutkan keburukan-keburukan. Lisannya seakan-akan tidak terkendali untuk mengutarakan aib dan meluapkan emosi dengan kata-kata yang penuh celaan dan makian.

Kedua, menyesuaikan diri dengan kawan-kawan, dengan berbasa-basi dan mendukung pembicaraan mereka, walaupun pembicaraannya itu sedangkan menggunjingkan aib seseorang. Ketiga, ingin lebih dahulu menjelek-jelekkan seseorang yang dikhawatirkan membicarakan hal yang jelek mengenai dirinya di sisi orang yang disegani.

Keempat, ingin bercuci tangan dari perbuatan buruk yang dialamatkan kepada dirinya. Kelima, ingin membanggakan diri, mengangkat dirinya sendiri dan menjatuhkan orang lain. Misalnya, ia mengatakan, “Si Fulan itu bodoh, pemahamannya dangkal, ucapannya lemah.”

Keenam, kedengkian. Bisa jadi ia mendengki orang yang disanjung, dicintai, dan dihormati banyak orang, kemudian ia berharap nikmat itu lenyap dari orang tersebut, tetapi tidak menemukan caranya kecuali dengan mempermalukan orang tersebut di hadapan banyak orang.

Ketujuh, bermain-main, senda gurau, dan mengisi kosong waktu dengan lelucon dan candaan. Ia lalu menyebutkan aib orang lain agar orang-orang menertawakannya. Rasulullah saw bersabda, “Celakalah bagi orang yang mengatakan sesuatu agar ditertawakan oleh orang-orang kemudian dia berbohong. Celakalah baginya, celakalah baginya.” (HR. Tirmidzi).

Kedelapan, melecehkan dan merendahkan orang lain untuk menghinakannya. Penyebabnya adalah kesombongan yang membuat seseorang memandang orang lain lebih rendah kedudukannya.

Suatu ketika Jabir ibn Abdullah dan para sahabat lainnya bepergian bersama Rasulullah, lalu terciumlah bau bangkai yang busuk. Rasulullah pun bertanya kepada para sahabat, “Apakah kalian tahu bau apa ini? Ketahuilah, bau busuk ini berasal dari orang-orang yang berbuat ghîbah (menggunjing).” (HR. Ahmad).

Karena perbuatan ghîbah ini berkaitan dengan erat dengan lisan yang mudah bergerak dan berbicara, kita hendaknya selalu memperhatikan apa yang hendak diucapkan. Jangan sampai tanpa disadari kita terjatuh dalam perbuatan ghîbah. Jika kita bisa menjaga lisan ini dari menyakiti orang lain dengan tidak menggunjingkannya, insya Allah kita akan menjadi muslim sejati. (KH. Abdullah Gymnastiar)