Keberagaman Membangun Kekuatan

Salah satu prinsip lainnya yang merupakan keistimewaan tarbiyah islamiyah, adalah keberagaman dalam membangun kekuatan. Proses tarbiyah, sama sekali tidak menghilangkan ciri khas, karakter dan thabi’at dari setiap individu. Tarbiyah, mempertahankan thabi’at masing-masing individu dengan menggali potensi positif yang dimilikinya, serta mengarahkan kekurangan dan hal-hal negative yang dimilikinya.

Maka, dalam sejarah Islam pun tercatat keberagaman karakteristik para shahabat. Ada Abu Bakar ash-shidieq yang berkarakter lemah lembut. Ada Umar ibnu Khatab yang temperamental dan tegas. Adapula pemuda yang santun dan lembut seperti Mushaib bin Umair ra. Semuanya adalah para shahabat salafus shalih, sebuah generasi yang sangat solid dan kokoh. Dalam keberagaman pribadi itu, tersusun masyarakat yang Islam dengan nilai-nilainya yang hidup dan dinamis.

Tarbiyah yang dilakukan Rasulullah saw sama sekali tidak menghilangkan karakter asal para individu. Namun tarbiyah, mencelup karakter itu dengan keimanan dan nilai-nilai Islam, sehingga muncullah pribadi-pribadi muslim yang istimewa, menarik dan menawan. Kelemahlembutan Abu Bakar ra begitu menawan ketika ia bergaul di tengah masyarakat, memperlakukan kaum kerabatnya. Namun kelembutan itu, sama sekali tidak menghilangkan ketegasannya tatkala ia dengan tegas memerangi kaum yang menolak membayar zakat. Ketegasan dan temperamental Umar ibnu Khatab pun menjadi istimewa karena dibingkai dalam “kekerasannya” dalam menegakkan keadilan dan kesejahteraan bagi ummat, dan ketegasannya itu tidak mampu menghalanginya untuk terisak manakala hatinya tersentuh oleh al-Qur’an. Demikian halnya dengan Mushaib, seorang pemuda pesolek, manja dan penuh kelembutan sama sekali tidak membelok hatinya menghadapi keinginan ibunya untuk kembali kepada kekafiran. Dalam berbagai lapangan kehidupan, keberagaman ini menampilkan keindahan dan keistimewaan Islam.

Keberagaman ini, sesungguhnya menjadi jiwa dari risalah Islam itu sendiri. Syari’ah Islam, betapa pun rinci dan lengkapnya mengatur seluruh kehidupan ummat Islam, memberikan keleluasan dan keluwesan bagi ummat untuk memilih jalan-jalannya yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya. Rentang antara batas halal dan haram sedemikian luasnya, sehingga dalam koridor itu kaum muslimin dapat berinteraksi sesuai dengan tingkat keimanan dan ketakwaannya.

Jiwa syari’ah yang luas dan luwes ini menjadi semangat dalam tarbiyah islamiyah. Keberagaman potensi dan karakter individu yang terlibat dalam proses tarbiyah, tidak dihapus dan direduksi menjadi satu karakter dan tipe kepribadian. Semua individu akan tercelup dengan warna Islam ke dalam diri pribadinya, sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Tarbiyah, tidak pula memaksakan adanya keharusan satu kehendak, selera dan perasaan yang sempit atas sesuatu karena sesungguhnya syari’ah pun memberikan ruang yang luas dalam pemilihan sikap dan tindakan.

Inilah prinsip tarbiyah dalam membina individu, memelihara keberagaman dalam membangun kekuatan. Keseragaman akan terjadi pada hal-hal yang prinsipil dan pokok, adapun pada rinciannya, tarbiyah mewarnai seluruh kecenderungan dan detail setiap individu sesuai dengan pilihan pribadinya masing-masing. (Abu Ahmad)