Manajer Itu Pemimpin?

Dalam setiap organisasi, pemimpin adalah penentu utama setiap keberhasilan. Meski pemimpin bukan segalanya, namun keahlian leadership seorang pemimpin sangat menentukan bagi tercapainya sebuah kesuksesan.

Keahlian seseorang dalam memimpin tidak dapat diukur dari kesuksesan dirinya dalam mengendalikan bawahannya. Apalagi kalau bawahannya bergerak bagaikan robot mengikuti semua petunjuk dan perintahnya, itu justru awal dari kegagalannya. Tak ada bantahan, usulan strategi, atau ide dari bawahan. Semua bergerak karena petunjuk dan restu dari sang Bos.

Pemimpin yang mendapati bawahannya seperti ini suatu waktu nanti akan mengalami kesulitan. Tatkala ia kehilangan ide, strategi atau bahkan orientasi kepemimpinan, organiasi akan mengalami kevakuman. Jalannya organisasi akan tersendat dan mandeg. Bukan sesuatu yang mustahil bila terjadi ‘pemberontakan’ yang berujung pada suksesi kepemimpinan. Pada akhirnya ia akan mengalami kesulitan mencari pengganti dari bawahannya yang suka membeo.

Lain halnya dengan pemimpin yang mendapati bawahannya sangat kritis. Meski, terlihat seperti tidak patuh, namun bawahan seperti ini adalah aset berharga organisasi. Bila kita dapat memahami apa yang diinginkannya, bukan mustahil mereka akan ‘memuntahkan’ ide-ide brilian bagi kemajuan organisasi.

Kalau pemimpin itu selalu melakukan hal-hal yang benar, sementara manajer hanya mampu melakukan hal-hal dengan benar (doing the things right). Dimana, seorang pemimpin di dalam melakukan hal-halyang benar tidak terlalu memperdulikan caranya. Itu tak terlalu penting baginya. Sebab bagi seorang pemimpin, hal-hal yang menyangkut urusan pelaksanaan idealnya itu adalah tugas manajer. Pemimpin selalu berpikir loncat-loncat, dan jangkauannya seringkali panjang. Bisa membingungkan bawahan untuk mengikutinya.

Lain halnya dengan manajer. Jangkauan ide atau gagasannya pendek, dan wawasannya relatif kering. Kewajibannya adalah bagaimana melakukan tugasnya dengan benar. Manajer baru jalan setelah planning dulu, sudah ada program kerja atau prototypenya.

Kita bisa melihat bahwa manajer dalam rangka mempertahankan proses atau kontiunuitas kerjanya cenderung menerima status quo, dan lebih berani menghadapi resiko. Perbedaaan lainnya adalah seorang manajer itu suka bertanya, apa dan mengapa. Selain itu, pemimpin lebih terkesan ingin menjadi pribadinya sendiri, dan menguasai lingkungannya.

Oleh karenaitu, jika kita sekarang berada pada posisi manajer, sebaiknya tidak menafikan atau menghilangkan nuansa-nuasa atau jiwa kepemimpinan. Agar segala keputusan yang diambil tidak kering, lebih tenang dalam menjalankan roda organiasi, mampu mengantisipasi hal-ha yang tak pasti, enerjik, antusias, memiliki integritas, tegas tapi adil, visi bisnisnya lebih jelas, dan mampu memproyeksikan bisnis ke masa depan. (Abu Ahmad)