Membanding-bandingkan Anak, Bolehkah?

Assalamu’alaikum Teteh, saya seorang ibu rumahtangga dengan dua anak. Anak pertama sudah duduk di kelas dua SD. Neneknya sering membandingkan dirinya dengan sepupu anak saya di depan anak saya secara langsung. Sepupunya selalu rangking satu, sedang anak saya rangkingnya biasa-biasa saja. Neneknya sering menelepon anak saya dan menyuruhnya untuk rajin belajar dan menjadi rangking satu. Semua tindakannya mungkin didasari karena rasa sayang seorang nenek yang ingin melihat cucunya tidak tertinggal dengan anak lain.

Saya sering bingung, harus bagaimana menyikapi semua ini. Sebagai orangtua, tentu saja saya tidak diam. Saya juga sudah berusaha agar anak saya berprestasi di sekolahnya. Tapi saya juga tidak setuju kalau anak saya dibanding-bandingkan dengan sepupunya atau dengan anak lain. Saya sadar   setiap anak memiliki potensi masing-masing yang unik.

Menurut Teteh, apa yang harus saya lakukan untuk “menyadarkan” ibu saya, nenek dari anak saya. Saya ingin anak saya berkembang seimbang, tidak menjadi minder karena hal ini. Atas jawaban Teteh, saya ucapkan terimakasih. (Ibu Eva di Bandung)

Wa’alaikumussalam wr. wb.
Semoga Allah Ta’ala memberkahi keluarga Ibu sekeluarga, termasuk anak-anaknya. Memang, dalam kehidupan berkeluarga kita akan selalu dihadapkan pada masalah. Kalau tidak datang dari pasangan, masalahnya datang dari anak, dari orangtua, atau dari kerabat. Maka, kita jangan takut dengan hadirnya masalah. Yang harus kita takutkan adalah ketika kita tidak bisa menyikapi masalah yang ada dengan cara terbaik. Sehingga, alih-alih membawa perubahan ke arah yang lebih baik, masalah justru menjadikan kita lebih buruk.

Bagaimana caranya? Setidaknya ada beberapa poin penting yang harus kita perhatikan.

Pertama, pastikan kita tidak menjadi antipati terhadap orangtua atas sikapnya kepada cucunya. Apa yang beliau lakukan adalah tanda sayang kepada cucunya. Beliau ingin melihat anak kita pintar dan berprestasi. Hanya saja, caranya kurang tepat.

Kedua, kita tidak bisa menuntut orang lain sesuai dengan apa yang kita inginkan. Orangtua kita boleh jadi kurang paham dengan pendidikan yang tepat untuk anak. Jadikan hal ini sebagai cambuk untuk menjadi orangtua yang baik bagi anak. Lakukan introspeksi apakah selama ini kita sudah optimal dalam mendidik anak atau belum. Maka, amat penting bagi orangtua untuk terus belajar cara mendidik anak. Beli buku, ikut seminar tentang parenting, bertanya pada ahlinya, dan lainnya. Sehingga, kita lebih paham tentang mana yang boleh dan mana yang tidak.

Ketiga, tidak mudah memberi masukan kepada orangtua atau orang yang lebih senior dari kita. Mereka biasanya sulit menerima masukan dari orang yang lebih muda. Tapi tidak ada salahnya mencoba berdialog dari hati ke hati dengan beliau tentang alasan yang membuat kita kurang setuju dengan sikapnya.
Ungkapkan tentang keberatan kita dengan apa yang beliau lakukan. Berikan pula alasannya plus akibat buruk dari terlalu sering membanding-bandingkan anak dengan saudaranya, semisal: anak menjadi stres, merasa rendah diri, acuh tak acuh (cuek) dan tidak bersemangat meraih prestasi, kehilangan potensi untuk mengembangkan bakat atau potensi yang dimiliki. Termasuk pula tumbuhnya persaingan tidak sehat, menilai diri rendah, menjauh dari orangtua, dan anak tidak menjadi dirinya sendiri. Konsep dirinya pun menjadi kacau. Dalam artian, apa yang dia lakukan semata-mata bukan untuk dirinya tetapi demi dilihat baik atau mendapatkan pujian dari orang tua dan orang lain. Dan banyak lagi.

In syâ Allah, kalau kita bisa mengomunikasikannya dengan baik lagi santun, orangtua pun akan paham. Namun, apabila dari waktu ke waktu tetap tidak ada perubahan, kita harus tetap berpikir positif. Boleh jadi, ini peringatan dari Allah agar kita terpacu mendidik anak menjadi lebih baik.

Keempat, ajak anak berdiskusi bahwa nenek sebenarnya bermaksud baik, dia tetap sayang pada anak kita, hanya saja cara menunjukkan kasih sayang bagi setiap orang berbeda-beda. Lalu, bantu anak agar mau bersama-sama memperbaiki prestasi sekolahnya agar nenek tidak lagi berkomentar demikian. Tunjukkan bukti, bukan sekadar kata-kata.