Mengapa Manusia Perlu Menikah?

Cukup sulit bagi kita untuk menghitung keuntungan dari menikah secara mendetail, saking banyaknya. Namun, kita dapat menyebutkan di sini beberapa segi positif dari pernikahan yang tidak mungkin didapatkan oleh mereka yang sengaja hidup melajang

Apa saja segi positif dari menikah? Berikut ini beberapa diantaranya: Pertama, dengan menikah, seseorang lebih bisa terhindar dari perbuatan maksiat, khususnya maksiat pandangan, lamunan kotor, dan penyalahgunaan kelamin. Kedua, dengan menikah, pasangan laki-laki dan perempuan dapat saling bersinergi dalam melengkapi kekurangan masing-masing sehingga kualitas hidup yang lebih baik dapat tercapai. Ketiga, dengan menikah, seseorang bisa mendapatkan keturunan yang bisa menjadi pilar kebahagiaan keluarga dan sumber maslahat di dunia dan akhirat. Keempat, dengan menikah, seseorang bisa mendapatkan keturunan dengan cara yang baik. Kelima, dengan menikah, peluang merengkuh surga dunia menjadi lebih besar, terlebih kalau pernikahan tersebut termasuk pernikahan yang bahagia dan diberkahi Allah Ta’ala (lihat QS. ar-Rûm [30]: 21).

Keuntungan dari menikah, yang akan coba kita bahas lebih mendalam pada bagian ini adalah “mengurangi risiko terkena depresi”. Ternyata, menikah mampu membawa sisi positif yang dramatis kepada orang-orang yang mengalami depresi. Terkait hal ini, ada sebuah riset menarik yang dilakukan Adrianne Frech, seorang sosiolog dari Universitas Ohio, Amerika Serikat. Pada 1997, Frech dan timnya melakukan survei terhadap 3.066 responden laki-laki dan perempuan yang pernah menderita depresi. Lima tahun kemudian mereka diwawancarai kembali tentang kualitas pernikahan mereka.

Awalnya, tim peneliti yang terdiri dari dosen, asisten, dan mahasiswa itu memperkirakan, jika seorang pengantin merasa depresi maka dia akan bertambah depresi dengan persoalan baru yang mereka hadapi. Akan tetapi, kenyataan di lapangan memperlihatkan hal sebaliknya. Orang-orang yang mengalami depresi membutuhkan kehadiran orang lain yang mampu meredakan semua gejala depresi, dan kebutuhan itu berhasil mereka dapatkan dari pasangannya.

Para peneliti menemukan para partisipan yang menikah mendapat skor rata-rata 3,5 lebih rendah untuk 12 jenis tes depresi (angka 23 atau lebih tinggi mengindikasikan depresi) dibanding mereka yang lajang.

Partisipan yang depresi dan menikah skor depresinya rata-rata turun 7,5 dibanding orang yang masih lajang. Orang yang tidak mengalami depresi memiliki rata-rata pengurangan yang lebih kecil pada tes tersebut. Perbaikan psikologis pun terjadi pada orang yang mengalami depresi, walaupun mereka mengaku kalau pernikahannya kurang bahagia dan mengalami banyak konflik, ketimbang orang tidak depresi yang menikah.

Intinya, penderita depresi yang menikah dilaporkan mengalami peningkatkan kualitas psikologi yang lebih baik dibandingkan dengan responden yang tidak menikah. Studi ini muncul di Journal of Health and Social Behavior, edisi Juni 2007.

Pertanyaannya, mengapa menikah bisa menurunkan tingkat depresi? Depresi terjadi akibat tidak berimbangnya fungsi neuroendokrin atau fungsi hormon di dalam otak. Ketika seseorang mengalami depresi, jumlah cairan kimia di dalam otaknya akan berkurang. Hal itu dapat menyebabkan sel otak bekerja lebih lambat. Cairan neurotransmiter tersebut adalah serotonin. Selain serotonin, ada zat penghantar saraf lain yang berperan dalam menimbulkan depresi, seperti norepineprin, dopamine, histamin, dan estrogen.

Ketika dua orang yang saling mencintai memutuskan untuk menikah, mereka memiliki kesempatan besar untuk saling menyayangi, saling berbagi, dan saling membantu dalam banyak hal, termasuk mendengarkan keluh kesah dari pasangannya. Secara filosofis, dengan saling berbagi, derajat kecemasan dan aneka ketakutan dalam diri seseorang akan berkurang. Jika dilakukan secara intens, orang yang melakukannya akan memiliki ruang hati yang besar dan siap menampung berbagai persoalan hidup.

Ketika orang memutuskan untuk saling berbagi, mengasihi, dan saling membantu maka rasa takut kehilangan, yang termanifestasi dalam rendahnya kadar serotonin, dopamin (katekolamin), dan endorfin (enkefalin, dinorfin, dan beta endorfin), secara serentak akan berubah. Karakter yang menggantikan adalah rasa sayang, tenang, dan kegembiraan yang berpadu dengan optimisme dalam menjalani hidup, yang ditandai dengan meningkatnya kadar dopamin, serotonin, dan endorfin.

Itulah sebabnya, ketika menikah, risiko terkena depresi menjadi rendah. Andai pun mengalami depresi lagi, maka kadar depresinya akan lebih rendah. Penyebabnya, karena ada orang yang disayangi, ada tempat berbagi baik dalam suka maupun duka. Maka, beruntunglah orang-orang yang telah menikah, dan mampu menjadikan pernikahannya tersebut sebagai sarana untuk menjalin kasih sayang. (Tauhid Nur Azhar)

sumber foto: liputan6.com