Mengenang Kebaikan Orangtua

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” (QS. al-Isra: 24).

Salah satu ajaran Islam yang indah adalah tentang pentingnya bersikap baik kepada orangtua (birul walidain). Sebagian kita mungkin sudah sangat paham, namun sudahkah menjadi aplikasi dalam keseharian? Rutinitas keseharian menyibukkan kita dari mengingatnya. Kita masih terlena dengan memprioritaskan diri pada kepentingan sendiri, dan lupa bahwa ada kewajiban selaku anak yang mesti ditunaikan.

Birul Walidain

Ketika sebagian orang sibuk memikirkan rencana masa depan, ikhtiar birul walidain mestinya juga menjadi agenda penting untuk lebih diperbaiki. Kita tidak pernah tahu seperti apa masa tua kelak. Pastinya menginginkan mendapat perlakuan terbaik dari anak-anak kita. Sebagaimana yang kini ingin sekali dirasakan kedua orangtua kita.

Adalah sebuah sebuah kerinduan ketika mengenangkan kedua orangtua. Sejak mengandung kita, anak yang dinantikan. Ibu sudah sangat susah payah. Ayah makin giat bekerja karena mesti menafkahi keluarga. Ketika kita lahir dan makin besar, perhatian, kasih sayang senantiasa dilimpahkan.

Waktu itu kita hanya bisa meminta dan meminta dari orangtua. Sebisa mungkin kehendak kita diturutinya. Bahkan mungkin hingga kini, hingga kita dewasa. Duh, adakah orang lain yang mencintai kita seperti ayah dan ibu? Pantaslah Allah menempatkan keharusan mencintai kedua orangtua setelah Allah dan Rasulullah. Sebaliknya, Allah sangat murka kepada anak durhaka yang menyia-nyiakan orangtuanya.

Lihatlah, begitu banyak ayat al-Quran yang memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik kepada kedua orangtua. Rasulullah pun demikian. Bahkan, kemudahan hidup dijanjikan Allah bagi siapa pun yang berbakti kepada orangtuanya. Bagi kita, seorang anak, memuliakan orangtua adalah jalan meraih surga Allah. Karena itu, bergegaslah memperbaiki perilaku kita agar mendapatkan cinta dan rida orangtua.

Berbakti, Wujud Cinta

Mulailah dari bersikap lemah lembut dengan penuh kerendahan hati. Al-Quran mengajarkan, bahkan berkata ’ah’ saja tidak diperbolehkan. Khawatir dapat melukai hati orangtua, terutama ibu. Belajar bersikap tulus, berkata dan melakukan apa pun yang bisa membahagiakan mereka. Jangan pernah terbetik dalam hati rasa kesal. Meski mungkin agak berat pada awalnya, namun inilah latihan pertama kita untuk memuliakan ayah dan ibu kita.

Sekuat tenaga ringankan beban kedua orangtua. Saat masih kecil dahulu, kita banyak menyusahkannya. Saat kita dewasa, menjadi saat untuk membantu mereka dengan segenap sumber daya yang kita punya. Sungguh tidak berarti apa-apa, semua yang kita berikan kini jika dibandingkan perhatian, kasih sayang, materi dan segalanya yang telah diberikan orangtua kepada kita, anaknya dari sejak dikandungan hingga besar, bahkan hingga saat ini.

Salah satu sahabat pernah menanyakan hal ini kepada Rasulullah. Beliau menggendong ibunya ketika tawaf, hingga tujuh putaran. Kemudian bertanya apakah baktinya itu bisa membalas budi ibunya? Rasulullah menjawab, tidak. Bahkan, tidak seujung kuku pun.

Subhanallah, jadi jangan pernah berpikir bisa mengganti semua yang telah diberikan orangtua, meski kini kita merasa mampu. Yang bisa kita lakukan hanyalah berupaya keras membahagiakan beliau.

Hapus Kesedihan Orangtua

Bila kini orangtua kita telah renta, tidak lagi bisa bekerja seperti dahulu, adalah kewajiban kita menafkahinya. Biarkan mereka beristirahat, menikmati masa tuanya dengan nyaman. Tanpa memikirkan beban hidup yang menyesakkan dada.

Bila sebagian dari kita ditakdirkan tidak sempat bertemu lagi dengan orangtua karena sudah wafat, kewajiban kita sebagai anak tidak lantas selesai. Kita masih bisa mendoakannya. Doa anak yang salih adalah amal jariah yang semoga tetap mengalir kepadanya. Mohonkan selalu ampunan untuk keduanya.

Bila ada janji semasa hidupnya yang belum tertunaikan, segera tunaikan. Kunjungi sahabat, kerabat yang dicintai beliau semasa masih ada. Lakukan hal-hal baik yang menjadi kebiasaan almarhum. Lakukan terus kebaikan, jangan pernah berhenti. Sejatinya, birul walidain adalah sesuatu yang dapat terus dilakukan seorang anak sepanjang hidupnya.

Mengenangkan kebaikan orangtua sesungguhnya juga berkaca pada diri sendiri. Suatu saat, kita pun akan menjadi orangtua. Setiap perbuatan pasti akan kembali kepada pembuatnya. Itulah sunnatullah. Berbuat baik kepada orangtua, semoga menjadi jalan mendapatkan anak salih, yang kelak jika kita pun telah tiada tetap istiqamah mengirimkan doa tulusnya untuk kita. Maka, mulai detik ini, jangan biarkan ada airmata kesedihan pada orangtua kita. Bagaimana pun caranya, kita harus bisa membuat kedua orangtua selalu tersenyum. Selalu bahagia. Insya Allah. (daaruttauhiid)