Menulislah Walau Hanya Satu Kalimat

Kalimat ini mengingatkan kita pada salah satu hadits Rasulullah saw, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR. Bukhari). Rasulullah saw mengamanahkan untuk menyampaikan dakwah. Walau sedikit, dengan cara yang baik, baik lisan maupun tulisan.

Setiap orang bisa menuliskan apa yang ia alami, lihat, atau dengar dari cerita orang lain. Dari obrolan hal biasa, namun dengan ramuan bahasa yang pas, suatu tulisan dapat bersifat menggungah, memotivasi, menginspirasi dan menasehati.

Tulisan sudah ada sejak zaman nabi. Kita bisa sampai ke perkembangan saat ini, salah satu jalannya adalah hasil tulisan orang berjasa terdahulu. Bukankah al-Quran itu tulisan para sahabat Rasulullah saw yang dibukukan oleh Utsman Bin Affan? Bukankah hadits pun ditulis oleh para sahabat Rasulullah saw dan para tabiin yang darinya kita dapat mengambil ilmu serta hikmah? Dan bukankah buku-buku bermanfaat yang kita baca sampai saat ini adalah hasil tulisan orang-orang berjasa?

Menulis bagaikan ikatan antara ilmu dan penerimanya. Ketika mengikuti kajian, atau sedang berada dalam majelis ilmu, kita bisa saja mengingat apa yang disampaikan oleh guru tak lama dari berlangsungnya kajian ilmu tersebut. Tapi untuk jangka waktu yang lama, manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Maka, ikatlah ilmu tersebut dengan cara menuliskannya.

Mengapa seseorang bisa menulis dengan baik? Tidak semua orang sekolah cara menulis yang baik dan benar, tapi banyak dari mereka mampu menulis. Salah satu cara agar mampu menulis dengan baik adalah dengan seringnya membaca. Kosakata yang luas akan membuat penulis mampu bereksplorasi terhadap tulisannya tanpa buntu. Akan ada bahasa-bahasa sastra yang mampu ia tuangkan dalam tulisannya.

Kunci utama tidak jadinya suatu tulisan adalah malas memulai. Takut tulisan tidak bagus dan merasa tulisan tidak penting adalah godaan saat menulis. Selain itu, yang membuat suatu tulisan lama rampung adalah proses edit. Maka selesaikan dulu tulisan, baru baca ulang dan edit. Jangan bulak-balik baca tulisan atas bawah, sedangkan tulisan belum selesai. Itu akan menghabiskan waktu edit. Bukankah pada dasarnya, Allah akan memudahkan urusan hambanya yang ingin berbuat kebaikan? Cukup luruskan niat dan sempurnakan ikhtiar.

Ketika ada kesempatan dan ide untuk menulis, maka menulislah. Walaupun hanya di buku catatan atau caption media sosial. Karena penulis ulung pun, tak serta merta langsung menjadi penulis hebat. Mereka berproses dari awal.

Banyak orang yang kini berhijrah, berubah menjadi lebih baik, buah dari dirinya membaca suatu tulisan. Berhijrahnya seseorang menjadi lebih baik karena jasa orang lain, akan terus mengalirkan pahala kebaikan kepada orang yang menjadi jalan berhijrah tersebut.

Para ulama yang cinta ilmu, ketika menerima ilmu, mereka kembali menyampaikan kepada sahabat-sahabatnya. Buku-buku bermanfaat, yang walaupun tua, akan terus dicari sampai cetakan ulang puluhan, bahkan mungkin ratusan kali. Salah satunya, Buya Hamka. Beliau banyak menuliskan buku-buku, baik itu tentang ilmu agama maupun tentang kisah-kisah. Bahkan ia tetap menulis walau ketika ia berada di dalam penjara.

Gajah mati meinggalkan gading. Manusia mati meninggalkan amal. Amal bisa berupa akhlaq baik langsung pada seseorang, atau juga melalui karya. Semua hal di dunia ini akan berpisah dengan Tuannya, apabila kematian telah menjemput. Kecuali, sedekah jariah (Wakaf), Ilmu yang bermanfaat, dan Doa Anak yang Sholeh. Menulis termasuk pada kategori ilmu yang bermanfaat.

Ketiganya, dapat kita lakukan bersamaan. Kita dapat menyisihkan sebagian rezeki untuk berwakaf, menyisihkan waktu untuk mencari dan menyampaikan ilmu dengan menulis, serta mengumpulkan seluruh potensi yang Allah beri, untuk menjadi anak saleh yang selalu mendoakan kedua orangtuanya.

(Oleh : Alma Fauzal Jannah)