Nabi Zakaria: Perindu Generasi yang Matang di Usia Dini

“Kaaf Haa Yaa `Ain Shaad. (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya`qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (QS.Maryam/19: 1-6).

Nabi Zakaria menyaksikan sendiri kejadian luar biasa yang Allah berikan kepada keponakannya, Maryam. Bukti ini menjadi petunjuk kuat yang senantiasa mengokohkan jiwa dan kesadaran Nabi Zakaria bahwa Allah tidak akan pernah mengecewakan hamba yang selalu menggantungkan kebutuhan dan urusan hidup kepada-Nya semata.

Seiring waktu dan kian bertambahnya ilmu serta kesadaran tersebut, Nabi Zakaria menyadari betapa butuhnya kehadiran generasi yang sudah matang sejak usia dini. Sebuah generasi yang bisa produktif menghasilkan karya-karya besar di masa dan energi terbaiknya. Nabi Zakaria sadar bahwa ia dan para sahabatnya telah berusia lanjut sementara tantangan yang harus dihadapi di depan (masa yang akan datang) semakin besar.

Berkali-kali Nabi Zakaria menyampaikan harapan ini kepada Rabbnya tanpa jemu, sampai suatu hari tiba masa di saat ia beres menemui Maryam di mihrabnya, Nabi Zakaria menyampaikan doa pengharapan akan hadirnya dzurriyatan thayyibatan (anak yang baik) di mihrab tempat Maryam berada.

Alhamdulillah. Setelah Nabi Zakaria menyampaikan doa tersebut padahal beliau masih berdiri menegakkan shalat di mihrab tersebut, tiba-tiba Malaikat Jibril datang menemuinya. Lalu Malaikat Jibril menyampaikan bahwa Allah telah mengabulkan doanya dan akan menganugerahkan seorang anak yang baik (dzurriyatan thayyibatan)  bernama  Yahya yang akan membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu), bahkan Allah akan mengangkatnya menjadi seorang Nabi pula.

Mendengar berita itu, Nabi Zakaria merasa haru (bercampur sedikit rasa heran pula) karena ia berpikir bahwa dirinya sudah tua dan istrinya pun mandul sehingga kehadiran seorang anak dalam rahim istrinya tidak terbayang sama sekali menurut nalar ilmiah yang bisa diketahui dan dijangkau olehnya. Oleh karenanya, ia tepis rasa heran ini dengan ber-tabayun kepada Allah Azza wa Jalla dengan bertanya kepada-Nya. Maka Allah menjawabnya dengan mengatakan bahwa perkara ini (bahkan yang lebih dari ini) sangat mudah bagi-Nya jika Ia menghendakinya.

Rasa heran yang ada kini sudah tiada, menyisakan keyakinan yang besar atas kekuasaan Allah Azza wa Jalla dengan semua Qudrah dan Iradah-Nya. Lalu Nabi Zakaria bertanya apakah calon bayi yang dimaksud telah ada dalam rahim istrinya? Seandainya iya (sudah ada), Nabi Zakaria meminta pertanda supaya ia dan istrinya mulai membuat program untuk “menjamu” dan menyiapkan kelahirannya.

Allah Yang Maha Mengetahui atas kondisi dan kebutuhan makhluk-Nya mengabulkan permohonan Nabi Zakaria dengan cara yang Allah kehendaki. Selanjutnya Allah berfirman bahwa tanda yang dimaksud akan ada dan terjadi melampaui kekuasaan yang bisa dilakukan oleh Nabi Zakaria. Allah berfirman bahwa Nabi Zakaria (tanpa ada sebab apapun) tidak akan mampu berkata-kata (berkomunikasi) dengan siapun selama tiga hari kecuali hanya menggunakan bahasa isyarat saja. Dan di saat kejadian itu tiba, Allah memerintahkan Nabi Zakaria agar menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya dan bertasbih di waktu petang dan pagi harinya.

Apa yang Allah firmankan benar-benar terjadi. Nabi Zakaria tidak bisa berkata-kata kecuali dengan isyarat saja. Sadar dengan pesan yang telah Allah firmankan, maka Nabi Zakaria “menyungkurkan” wajah dan segenap potensi yang dimilinya untuk ber-takdzim dan khidmat atas kekuasaan Allah yang sedang dialaminya (haqqul yaqin). Kejadian ini menjadi daya dorong luar biasa yang bisa menghadirkan semangat untuk terus memperjuangkan risalah Allah sampai titik darah penghabisan.

Selanjutnya, Nabi Zakaria terus memacu diri dan umat yang mengimaninya agar terus berkarya sampai kehendak Allah atas mereka bisa tegak di muka bumi. Wallahu a’lam.

Oleh : Ustadz Edu, sumber foto : nulis.babe.news/baca