Pesan Cinta Allah dalam Bencana

Belum lagi habis air mata mengalir karena duka yang tertoreh karena bencana gempa di Lombok kini Indonesia kembali berduka dengan gempa yang menimpa Donggala dan tsunami di Palu, Sulawesi Tenggara. Bukan hanya gempa dan tsunami, sebuah kampung di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, bahkan tersedot lumpur hingga menenggelamkan lebih dari 700-an orang penduduknya. Peristiwa alam yang disebut likuifaksi ini bahkan disebut pula sebagai “lumpur pencabut nyawa” oleh masyarakat sekitar. Setelah bencana melanda Palu dan sekitarnya, Indonesia kembali berduka karena tsunami Selat Sunda dan bencana lainnya.

Masya Allah. Laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil adzim. Tiada yang mampu menahan kekuatan dahsyatnya bencana alam. Mahabesar Kuasa Allah dan tiada yang lebih dahsyat selain Perbuatan-Nya.

Saya jadi teringat beberapa tahun lalu saat masih menjadi wartawati di sebuah media di Bandung. Saat itu saya mendapat tugas meliput kondisi pascabencana tsunami di Pangandaran. Bersama para relawan saya mengunjungi daerah terparah tempat tsunami paling banyak menelan korban manusia. Rumah-rumah di bibir pantai itu ludes tak bersisa. Tiada satu bagian dinding pun yang tegak berdiri meski setengah atau sepertiganya. Hanya lantai keramik sebagai “saksi bisu” bahwa di situ beberapa hari sebelumnya berdiri rumah-rumah penduduk yang disewa untuk kegiatan maksiat dan diskotik-diskotek paling ramai di sepanjang pantai Pangandaran.

Dari informasi masyarakat sekitar, daerah itu boleh dibilang tidak pernah sepi pengunjung baik dari dalam maupun luar kota. Suara musik dangdut dan aneka musik lain terus bergema di wilayah itu nyaris 24 jam. Seolah tiada hari tanpa musik. Tempat-tempat hiburan di sana biasanya mulai ramai dikunjungi para “tamu” menjelang sore selepas ashar. Semakin malam para “tamu” akan semakin banyak. Sementara tsunami saat itu terjadi pada sore hari. Itu artinya bersamaan dengan mulai berdatangannya para tamu ke lokasi tersebut.

Dari petugas relawan yang memandikan para mayat korban tsunami, saya mendapatkan berita bahwa mereka menemukan mayat dalam kondisi—maaf–berhubungan dengan pasangannya dan sulit dipisahkan. Akhirnya, dengan terpaksa para relawan menguburkan mereka dalam kondisi seperti itu. Itu artinya tempat itu memang benar-benar “lekat” dengan kemaksiatan. Naudzubillâhi mindzâlik.

***

Bencana demi bencana yang terjadi di negeri ini seharusnya menjadi “alarm” bagi kita agar lebih banyak mengingat akhirat dan mengumpulkan sebanyak mungkin bekal kepulangan kita ke sana. Betapa fananya kehidupan dunia ini dan hanya sementara. Allah Mahaluas dan begitu besar kasih sayang-Nya, tetapi sedikit manusia yang bersyukur hingga Allah kemudian menghadirkan bencana untuk “memanggil” manusia agar kembali mengingat-Nya. Bahwa hakikatnya kita adalah “hamba” dengan tugas utama menyembah kepada-Nya. Allah sudah mengingatkan kita tentang hal ini dalam Kalam Suci-Nya.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzariyât, 51: 56)

 

Namun, banyak di antara manusia yang lalai dengan tujuan utama kehadirannya di dunia ini. Apalagi jika sudah dihadapkan dengan berbagai kenikmatan fasilitas duniawi. Allah SWT sudah mengaruniakan negara yang subur makmur seperti Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah baik di darat maupun di lautan. Seharusnya semua karunia itu menjadi jalan bagi kita untuk bersyukur dan menambah tebal keimanan kita kepada Allah. Akan tetapi, realitasnya malah sebaliknya.

Mahaluas kasih sayang Allah dan musibah datang menemui manusia adalah karena dosa-dosanya. “Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri…” (QS An Nisâ, 4: 79)

Mengenai bencana alam ini, sahabat Anas bin Malik r.a. pernah bertanya kepada Aisyah, istri Rasulullah saw., “Wahai Ummul Mukminin jelaskan kepadaku tentang gempa.”

Aisyah menjelaskan, “Jika mereka telah menghalalkan zina, meminum khamar, dan memainkan musik maka Allah Azza wa Jalla murka di langit-Nya dan berfirman kepada bumi, “Goncanglah mereka. Jika mereka taubat dan meninggalkan (dosa), atau jika tidak, Dia akan menghancurkan mereka.”

Orang itu bertanya kembali, “Wahai Ummul Mukminin, apakah itu adzab bagi mereka?”

Aisyah menjawab, “Nasihat dan rahmat bagi Mukminin. Adzab dan kemurkaan bagi kafirin.”

Masya Allah, semoga negeri ini segera bangkit dan menjadi negara yang religius sehingga keberkahan dan keridhaan Allah menaungi negeri tercinta ini. Amin. (

Oleh : Indah, sumber foto : manado.tribunnews.com/2017