SAAD BIN ABI WAQQASH “MENINGGAL DALAM KEADAAN SEDERHANA”

(Oleh: Eva Ps El Hidayah)

 

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, dunia Islam dilanda badai fitnah dan telah membawa korban dengan syahidnya Utsman sendiri. Disusul ketika Khalifah ke-4 Ali bin Abi Thalib, badai fitnah belum juga reda. Banyak orang yang ambisius tampil ke gelanggang untuk merebut kedudukan Khalifah.

Sa’ad sebagai sahabat yang waktu itu masih hidup pun tidak urung ditampilkan orang untuk merebut kedudukan Khalifah Ali. Bahkan Hasyim bin Utbah, keponakannya sendiri mengusulkan agar Sa’ad tampil dan merebut kekuasaan Ali. Dengan pongah, Hasyim berkata kepadanya : “Paman, di sini telah siap 100.000 pedang yang mengaggap paman adalah orang yang lebih berhak duduk dalam kursi Khalifah. Bangkitlah wahai Paman dan rebutlah kursi kepemimpinan Khalifah itu”

Sa’ad terperanjat dan dengan tegas berkata kepada Hasyim :

“Dari 100 ribu pedang yang akan kau berikan kepadaku, aku hanya ingin sebuah saja. Dan sebuah itu pun bila kutebaskan kepada sesama mukmin tidak akan mempan sedikit juga. Tapi sebaliknya bila kutebaskan ke leher orang musyrik pastilah putus batang lehernya”

Mendengar jawaban sang paman, Hasyim mundur, ia memahami bahwa pamannya bukan orang yang gila pangkat atau jabatan. Apalagi untuk merebut kedudukan Ali, pantang baginya. Sa’ad memang orang yang sederhana, meski kekayaannya melimpah dan banyak jabatan disodorkan kepadanya. Dalam usianya yang makin menua, hanya satu keinginannya, yaitu bisa menghadap Allah SWT dengan tenang, membawa ketenangan manis dalam membela Islam.

Pernah suatu ketika seblum Rasulullah Saw wafat, dalam suatu majlis Rasulullah Saw duduk bersama sahabatnya, tiba-tiba beliau berkata:

“Tunggulah, sekarang akan datang di hadapan kalian seorang laki-laki penduduk Surga”

Para sahabat kaget bercampur bingung, menoleh ke kanan dan ke kiri, siapa yang dimaksudkan oleh Nabi Saw, “Laki-laki penduduk Surga”. Ketika para sahabat sedang memikirkan maksud ucapan Nabi Saw itu, datanglah Sa’ad. Para sahabat pun gembira menyambut kedatangannya.

Hadiah berupa doa Nabi Saw, muncul lantaran keikhlasan mematuhi segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia memang dikenal seorang ahli ibadah dalam pengertian luas, bukan semata-mata ibadah khusus seperti Sholat, puasa, zakat dan haji, tapi setiap amal perbuatannya itu semata-mata dilandasi oleh semangat pengabdian kepada Allah AWT, yang berkobar-kobar di lubuk hatinya.

Abdullah bin Amru bin Ash pernah datang menemuinya, menanyakan jenis ibadat dan amal perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Sa’ad menjawab sederhana: “Aku beribadah seperti yang biasa kita sama-sama lakukan, hanya saja aku tak pernah menaruh dendam atau niat jahat terhadap siapapun selagi ia masih sama-sama muslim”

Cita-citanya itu terkabulkan, Ia wafat hanya dikafani oleh kain putih yang pernah dipakaikannya sewaktu ikut perang Badar, Peperangan yang sangat dasyat yang untuk pertama kalinya  dihadapi kaum muslimin.

Dalam perang itu, Sa’ad mengenakan kain (lusuh) yang sampai akhir hayatnya disimpan baik-baik dan sekarang digunakan untuk mengkafani jasadnya.

Sebagaimana di gambarkan tentang Sahabat Raosulullah Saw. Diatas maka kita mendapatkan sebuah ibroh dan hikmah yang luar biasa, yaitu kesederhanaan para sahabat Raosulullah saw, dalam menjalani kehidupan ini dan amanah serta kejujurannya dalam setiap perbuatan di dunia. Wallahu’alam bish-shawab

Sumber : Dari berbagai sumber “Siroh Para Sahabat Nabi Saw