Jangan Biarkan Hati Bernoda

Allah ‘azza wa jalla tidak akan pernah dapat dilihat oleh mata ‘kasar’ kita ini. Tetapi Dia akan sangat jelas terlihat oleh mata hati seorang hamba yang bersih. Oleh karenanya siapa pun di antara kita yang tidak pernah memperhatikan, merawat, dan membersihkan hatinya, tidak pernah mampu mengenal keagungan dan kasih sayang-Nya. Orang yang hatinya kotor senantiasa diselimuti ketidaknyamanan dalam hidup ini. Hatinya selalu diliputi perasaan resah gelisah, cemas, was-was, dan lain sebagainya.

Tidaklah demikian halnya bagi orang yang hatinya bersih. Hidup ini senantiasa terasa indah, nyaman, dan tenteram. Tidakkah kita ingin mencapai kondisi hidup semacam ini? Kuncinya ternyata adalah bahwa kita harus mempunyai kesanggupan untuk benar-benar jujur kepada diri sendiri.

Ada pun di antara aneka penyebab kotornya hati adalah perasaan kesal atau mangkel terhadap hamba-hamba Allah Ta’ala yang lain. Karena kita sering dilanda kesal apalagi hingga benci dan dendam kesumat, maka dapat dipastikan hati pun lambat laun menjadi keruh dan kusam. Allah Ta’ala berfirman:

وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا ﴿الفرقان : ۶۳

Artinya: “Ada pun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan ‘salam’.” (QS. al-Furqan [25]: 63).

Dengan demikian, kita harus berupaya sekuat-kuatnya memiliki keterampilan untuk bisa mengalihkan perasaan hati ini. Dari perasaan tidak nyaman menjadi nyaman. Kita tidak boleh membiasakan diri memendam kekeruhan dan kekotoran hati. Sekali saja kita biarkan hati ini keruh, niscaya akan sulit dalam mengingat-Nya. Karena yang diingat-ingat hanyalah satu, yakni bagaimana memuaskan hawa nafsu yang menggemuruh di dalam dada.

Bagi yang telah ditakdirkan berkeluarga. setiap saat istri dan anak-anak bisa mendatangkan kegembiraan dan kebahagiaan. Atau juga sebaliknya malah menyakiti dan mendatangkan perasaan duka. Demikian juga hidup rukun bertetangga atau dalam suatu organisasi, pekerjaan di kantor, dan lain sebagainya. Atau saat bergaul dan berkomunikasi dengan guru atau dosen, teman sepekerjaan, adik-kakak, rekan-rekan, atau sesama jamaah masjid.

Hal itu setiap saat bisa saja terjadi. Hal-hal yang kita sukai atau pun tidak kita sukai, semuanya serba memungkinkan bagi datangnya masalah yang berakibat pada kesehatan hati kita. Kita memang tidak bisa menginginkan segala sesuatu agar selalu cocok dengan apa yang diharapkan atau pun dibayangkan sebelumnya. Karena pasti saja akan terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan.

Mudah-mudahan di antara kita ada yang sudah tergolong orang yang berhati bersih dan suci. Akan tetapi sebagian besar di antara kita mungkin sedang dalam proses berjuang mengendalikan diri. Satu hal yang harus dicatat bahwa kunci kekuatan yang paling pertama adalah jika hati dilanda resah, lekaslah tanya diri sendiri. Dalam hal ini, tanyakan apa sih untungnya memikirkan seperti ini.

Pertanyaan ini perlu kita alamatkan kepada diri sendiri. Tiada yang lain agar kita tahu bahwa memiliki perasaan-perasaan minus semacam ini, justru hanya merugikan diri sendiri. Pikiran dan perasaan adalah faktor utama kita terus-menerus merasa kacau. Dan kalau berlanjut terus, ada kemungkinan dibimbing oleh setan terkutuk, sehingga akhirnya membuahkan perilaku zalim. Di dalam dada ini mungkin akan bergejolak satu rencana busuk terhadap orang lain.

Lebih lanjut lagi mungkin kita akan berburuk sangka kepada Allah Ta’ala. Atau bahkan akan terlahir satu sikap yang paling fatal dan membahayakan diri sendiri, yakni berputus asa. Semua ini merupakan buah dari pikiran kotor yang kita biarkan berkembang dan berkelindan. (KH. Abdullah Gymnastiar)