Agar Ibadah Ramadhan Tidak Sia-sia

Bulan Ramadhan menjadi bulan yang di dalamnya menjadi sarana umat muslim untuk memperbanyak amalan baik dan ibadah kepada Allah Ta’ala. Karena di bulan Ramadhan, Allah berjanji akan melipat gandakan setiap amalan yang dilakukan oleh hamba-Nya. Tidak heran jika di bulan Ramadhan biasanya banyak umat muslim yang saling berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Tetapi perlu kita ingat juga bahwasannya kita tidak bisa menjamin setiap amalan atau perbuatan baik yang kita lakukan akan diterima oleh Allah Ta’ala. 

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104).

Oleh karenanya kita harus mengetahui apa saja yang akan menjadikan ibadah kita sia-sia atau tidak diterima oleh Allah Ta’ala khusunya di bulan Ramadhan.

Niat yang Lurus

Segala sesuatu yang kita perbuat bisa terlaksana dan sesuai pada dasarnya karena ada niat yang kita miliki untuk melakukan hal tersebut. Begitupun dalam beribadah tanpa niat yang jelas maka ibadah kita kan sia-sia tidak menjadi pahala dan kebaikan bagi kita yang jalankannya. Oleh karena itu dalam Islam kita diajarkan untuk menyiapkan niat sebelum melakukan apapun

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda,

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907).

Oleh karena itu jika kita melakukan suatu amalan tanpa didasari dengan niat terlebih dahulu maka amalan kita kemungkinan tidak akan diterima. Atau bahkan kita melakukan amalan yang baik tetapi niat kita melakukannya bukan didasari atas niat kepada Allah, agar dipuji oleh orang lain. Maka amalan yang telah kita lakukan tidak akan bernilai kebaikan dan pahala bagi kita meskipun amalan tersebut baik.

Sesuai dengan Anjuran

Dalam beribadah kita dilarang untuk melakukan amalan yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah. Jika kita melakukan suatu ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan maka kita disebut sebagai ahlul bid’ah atau orang yang mengada-ada dalam ibadah. Rasulullah telah mencontohkan dan memerintahkan kepada kita tentang cara-cara ibadah dari hal terkecil sampai ibadah yang besar. Walaupun ada istilah Ijtihad dalam Islam, tetapi tidak semua orang bisa berijtihad karena ada syarat-syarat khusus siapa saja yang boleh berijtihad. Hal ini dipertegas oleh Rasullah;

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718).

Cukuplah dengan cara-cara yang Rasul dan para Sahabat contohkan kepada kita melalui para ulama bagaimana atau seperti apa saja ibadah yang bisa kita lakukan. Intinya selama niat kita beribadah tulus karena Allah dan cara kita beribadah sesuai dengan tuntunan yang ada maka insyaAllah ibadah kita tidak akan menjadi sia-sia. (Wahid)