Asal Muasal Sistem Absensi Karyawan Manual hingga Biometrik

Boleh jadi ada di antara kita yang ketika masuk kerja, melakukan absen secara digital atau biometrik. Malah mungkin ada yang pernah mengalami sistem absensi karyawan manual, baik itu mengggunakan media kertas atau mesin absensi. Atau bahkan lebih lawas lagi, yakni secara lisan atau dari mulut ke mulut.

Semua sistem absensi tersebut merupakan upaya dari pemilik perusahaan atau instansi pemerintah dalam menjaga tingkat kedisiplinan karyawannya. Kehadiran karyawan tepat waktu dan pulangnya sesuai jam yang telah ditetapkan, merupakan indikator utama produktifitas karyawan. Karena bagaimana mungkin mengharapkan karyawan yang berkualitas dan punya etos kerja tinggi, jika untuk urusan masuk dan pulang kerja saja ogah-ogahan?

Disinilah peran sistem absensi menjadi penting. Tak hanya bagi pemilik perusahaan, tapi juga bagian kekaryawanan atau Human Resources Departement (HRD) menuai banyak manfaat dari sistem absensi yang disiplin diterapkan. Bagi HRD, sistem absensi yang terintegrasi dengan sistem penggajian karyawan menjadi dasar bagi pemberian bonus atau potongan. Yakni bonus diberikan jika karyawan tersebut selalu masuk kerja atau tidak pernah telat. Sebaliknya, potongan akan didapat oleh karyawan jika ia sering bolos atau telat saat masuk kerja.

Nah, sebagaimana telah disebutkan di awal tulisan ini, ternyata sistem absensi punya beragam jenis dan berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Yuk, kita kupas satu persatu perkembangan sistem absensi itu, mulai dari manual, digital, hingga teranyar, biometrik.

Sistem Absensi Karyawan Manual

Sistem absensi jenis ini merupakan sistem paling awal yang diterapkan. Setidaknya ada tiga jenis absensi yang tergolong sistem absensi manual, yakni lisan, mengggunakan kertas, dan mesin absensi manual atau checklock.

  1. Absensi lisan.

Caranya paling mudah. Cukup mengumpulkan seluruh karyawan dan kemudian menunjuk satu orang sebagai pimpinan regu. Ia bertugas untuk mengabsen satu per satu karyawan lain, lalu menyampaikan secara lisan atau langsung, Berapa orang yang hadir dan tidak hadir, termasuk mereka yang hadir namun telat.

Sistem ini memang terlihat paling mudah namun punya banyak kekurangan. Salah satunya adalah tidak efisien. Misal, sistem absensi lisan nyaris tidak mungkin diterapkan pada perusahaan atau instansi yang punya banyak karyawan. Bayangkan betapa tidak efisiennya ketika mengumpulkan ribuan karyawan untuk diabsen secara lisan. Kekurangan lainnya, sistem absensi dengan lisan mudah dilupakan. Hal ini tentunya jadi merepotkan bagian HRD ketika data absensi karyawan tidak lengkap diperoleh.

Meskipun punya banyak kekurangan, sistem absensi secara lisan saat ini masih diterapkan pada beberapa instansi atau lembaga pemerintah walau sifatnya terbatas. Contoh, satuan regu polisi atau tentara terkadang mempraktikkan absensi dengan lisan ketika mengadakan apel atau upacara harian (pagi dan malam).

  1. Absensi kertas.

Menyiasati supaya data absensi tidak mudah dilupakan, maka data tersebut dicatat pada selembar kertas atau buku khusus yang memuat informasi absensi setiap karyawan. Buku absensi atau kehadiran ini juga dilengkapi dengan keterangan bagi karyawan yang tidak masuk. Apakah dikarenakan sakit, izin, atau tanpa keterangan.

Untuk teknisnya, semua karyawan dikumpulkan lalu diabsen satu persatu. Bisa juga dengan cara lain, yakni kertas atau buku absensi itu diletakkan pada pintu masuk kantor, yang mana setiap karyawan ketika masuk kantor diwajibkan untuk mengisi kehadirannya di kertas atau buku absensi tersebut. Hanya saja cari seperti ini rawan kecurangan. Seperti memanipulasi jam kehadiran agar tidak ketahuan telat atau melakukan praktik ‘titip absen’.

  1. Absensi mesin chekclock.

Penemuan mesin absensi atau biasa disebut checklock banyak menggantikan sistem absensi karyawan manual dengan lisan dan kertas. Cara kerja mesin ini tergolong sederhana. Setiap karyawan diberikan kartu absensi yang berisi kolom kehadiran, istirahat, pulang kerja, atau lembur. Ada pun keterangan waktunya akan dicetak secara otomatis ketika kartu tersebut dimasukkan ke mesin checklock.

Kehadiran mesin ini bisa meminimalisir kecurangan waktu yang mungkin dilakukan oleh karyawan. Hanya saja, karena pengolahan data absensi masih dilakukan secara manual, yakni HRD setiap bulan harus menyalin dan merekap data-data tersebut, maka butuh waktu relatif lama agar hasil absensi karyawan bisa diperoleh. Kemungkinan praktik ‘titip absen’ pun masih bisa dilakukan oleh karyawan yang menitipkan kartunya kepada kepada karyawan lain untuk diabsenkan.

Sistem Absensi Karyawan Digital

Penemuan komputer dan segala hal yang ‘berbau’ digital, turut merombak sistem absensi pada karyawan. Apalagi penggunaan teknologi digital dapat mengatasi beberapa kelemahan pada sistem absensi karyawan manual, terutama pada proses pengolahan data yang sangat terbantu dengan kehadiran teknologi tersebut.

Sistem absensi digital membuat HRD tidak perlu lagi menyalin, merekap, dan mengolah data secara manual. Selain butuh waktu relatif lama, pengerjaan manual juga rentan dengan kesalahan. Nah, hal ini bisa diatasi dengan sistem digital yang memberikan data hasil absensi tidak berupa infomasi mentah. Tapi sudah berbentuk digital, sehingga bisa disimpan dan diproses oleh komputer.

Wujud dari teknologi digital pada sistem absensi karyawan berupa kartu elektronik dan password atau kode tertentu. Ada tiga jenis kartu absensi yang lazim digunakan, yakni kartu barcode, kartu magnetic stripe, dan kartu RFID (contacless). Perbedaan ketiga jenis kartu ini terketak pada cara penggunaannya. Ada yang digesek pada mesin absensinya (kartu magnetic stripe), ada pula yang cukup didekatkan pada mesin tersebut (kartu barcode dan RFID).

Jika penggunaan kartu mengharuskan karyawan membawa kartu absennya tersebut, maka absen menggunakan password, karyawan hanya mengetikkan kata atau huruf tertentu di mesin absensi. Kata atau huruf ini berbeda-beda pada setiap karyawan.

Sistem Absensi Karyawan Biometrik   

Meski data hasil absensi telah berupa digital, namun pada praktiknya, absensi mengggunakan mesin digital masih memiliki beberapa kelemahan. Seperti praktik ‘titip absen’ yang memungkinkan dilakukan, kartu absensi patah, hilang, atau tertinggal, dan lupa password. Kelemahan-kelemahan ini pun dicari solusinya, yang kemudian diperoleh dari teknologi biometrik. Teknologi yang berdasarkan pada bentuk sidik jari, suara, retina, atau bentuk wajah manusia ini menjadi acuan baru sistem absensi pada karyawan.

Penggunaannya tergolong praktis. Misal, pada mesin absensi menggunakan sidik jari (fingerprint), karyawan hanya menempelkan sidik jadinya pada alat pemindai (scanner). Begitu pun pada mesin absensi yang memakai pemindai retina, cukup mendekatkan mata ke alat scanner di mesin absensi tersebut.

Selain praktis, penggunaan mesin absensi biometrik dapat meniadakan praktik ‘titip absen’. Praktik kecurangan tersebut tidak mungkin dilakukan karena pada saat absen, kehadiran karyawan tidak dapat diwakilkan oleh orang lain. Kemungkinan-kemungkinan lupa password atau kerusakan pada kartu absensi juga bisa dihindari, karena mesin biometrik dapat diakses menggunakan bagian tubuh dari karyawan itu sendiri.

Perkembangan sistem absensi karyawan manual, lalu ke digital, hingga yang terbaru menggunakan teknologi biometrik adalah keniscayaan tumbuh kembangnya peradaban. Nah, apa pun pilihan yang kita buat, pastikan pilihan tersebut sesuai kebutuhan. Ingat, teknologi hanya alat bantu bagi manusia dalam mencapai tujuan yang telah dibuat. (daaruttauhiid)