Awas Tertipu Oleh Ilmu Sendiri

Kenapa ketika kita belajar agama tapi tidak sesuai dengan kelakuan kita sehari-hari? Berarti itu tandanya ilusi ilmu. Jadi kita langsung merasa orang yang paling sholeh dan mulia karena ilmu yang kita miliki, padahal kita sedang tertipu oleh ilmu itu sendiri. Contohnya adalah ketika kita sering mengatakan bahwa kebersihan itu sebagian dari iman, tetapi realitanya kita kotor. Berapa banyak majelis yang mengingatkan dan mengajarkan tentang kebersihan, tapi tidak bersih. Berarti itu tanda kita kurang iman.

Jadi rekan rekan sekalian, seseorang yang mempunyai ilmu butuh proses untuk mengamalkan ilmunya agar menjadi kebiasaan. Ada proses dan sikap sabar yang mesti ditumbuhkan, tidak instan begitu saja. Nah, biasanya orang-orang yang ilusi ilmu adalah orang yang merasa bisa dengan apa yang ia tahui. Misalkan, beda orang yang tahajud sama orang yang mengerjakan tahajud, beda orang yang sholat dengan orang yang mengerjakan sholat.

Seharusnya orang yang banyak ilmu adalah orang yang banyak amalnya juga. Makanya gelar ustadz, hafizh, qori/qori’ah, tidak identik langsung dengan akhlakul karimah, tapi butuh waktu untuk melatih diri agar menjadi orang yang berakhlak baik. Ada orang yang berilmu tapi senang meremehkan dan merendahkan orang lain, seperti menganggap diri sering ke masjid, kemudian meremehkan orang lain yang tidak ke masjid, pokoknya diri merasa lebih baik dari orang lain.

Jadi hadirin, jangan merasa benar atau paling benar dengan ilmu yang kita miliki. Untuk apa menjadi orang yang berilmu kemudian timbul sikap sombong yang meredahkan diri atau menurunkan moral kita sebagai manusia. Salah jika kita berilmu atau mengetahui ilmu agama tapi merasa paling tinggi, seharusnya makin merendah atau minimal menganggap diri sama dengan orang lain.

Semoga kita tidak tertipu dengan ilmu yang kita memiliki, tetapi ilmu sebagai petunjuk yang membimbing dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Terakhir, pesan Allah dalam surat Al-Hijr ayat 39 – 40:

قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغۡوَيۡتَنِى لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَأُغۡوِيَنَّہُمۡ أَجۡمَعِينَ (٣٩) إِلَّا عِبَادَكَ مِنۡہُمُ ٱلۡمُخۡلَصِينَ (٤٠)

“Iblis berkata, “ Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan kejahatan terasa indah bagi mereka di bumi [39], aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.” [40].

(KH. Abdullah Gymnastiar)