Bangsawan Tsamud, Gelap Mata karena Harta

“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Soleh. Ia berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.’” (QS. al-A’raf [7]: 73).

Sepeninggal kaum ‘Ad, Allah SWT mengestafetkan kepemimpinan dunia kepada kaum Tsamud di bawah kepemimpinan Nabi Soleh as. Mereka sebagian besar wilayah bumi. Di tempat yang luas ini membangun peradaban dengan berbagai tempat tinggal yang megah bersama istana. Para pendatang niscaya terkesima dengan kemegahan tempat tinggal mereka.

Allah berhendak usia usia Tsamud relatif panjang melebihi masa “kadaluarsa” tempat tinggal yang mereka dirikan. Tidak heran jika mereka mencari alternatif tempat tinggal yang memiliki bahan dasar (bangunan) yang kuat dan tahan lama. Gunung batu pun menjadi pilihannya. Dimulailah proses pembangunan tempat tinggal melalui teknik pahatan. Gunung batu yang besar “disulap” menjadi rumah yang kuat dan megah.

Allah SWT juga menganugerahkan sumber udara. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan minum masyarakat, tapi juga bagi ternak dan pertaniannya. Hal ini membuat ternaknya tampak gemuk-gemuk dan hasil kebunnya terlihat melimpah-ruah. Kaum Tsamud begitu terkenal dengan produksi buah kurmanya yang berkualitas dengan mayang yang lembut sehingga terasa sangat lezat saat dimakan.

Namun nikmat Allah ini membutakan hati mereka. Seiring kesuksesan hidup, muncullah sikap ujub dalam diri para bangsawan. Mereka merasa lebih mulia dari yang lain, termasuk dari Nabi Soleh. Mereka mulai berani membuat aturan versi sendiri. Mereka tambatkan aturan mereka (seolah) sesuai dengan ideologi yang diajarkan oleh orang-orang saleh sebelum mereka. Penyembahan terhadap berhala pun kembali mereka lakukan.

Sudah menjadi ketetapan-Nya bahwa kebenaran tidak bisa bersatu dengan kebatilan. Pasti (tentunya) akan saling mengalahkan. Konfrontasi antara bangsawan Tsamud dengan Nabi Soleh pun tidak bisa dielakkan. Para bangsawan menunjukkan kecongkakannya. Namun Nabi Soleh dan para sahabat tetap menyikapinya dengan cara yang lembut dan bijaksana. Mereka terus mengingatkan asal-usul (manusia) supaya tetap hadir kesadaran diri bahwa mereka adalah makhluk yang dicipta Allah untuk menghamba. Namun, mereka tidak mau menerima. Bahkan (dengan kesombongannya) menantang Nabi Soleh agar mendatangkan perkara mustahil (berupa mukjizat) sebagai jaminan kebenaran yang disampaikan Nabi Soleh.

Nabi Soleh mengadukan tantangan ini kepada-Nya. Allah SWT pun membalasnya dengan menciptakan (secara azali) seekor unta betina yang berasal dari batu besar. Unta tersebut hidup sebagaimana unta normal lainnya. Tantangan bangsawan Tsamud kepada Nabi Soleh terjawab sudah. Nabi Soleh pun memberikan nasihat agar mereka menjaganya dengan membiarkan unta tersebut minum sesuai jadwal yang telah beliau tetapkan.

Bangsawan Tsamud terhenyak. Mereka tidak bisa menutup mata terhadap keluarbiasaan (mukjizat) yang Allah SWT berikan kepada Nabi Soleh. Namun, mereka sudah memilih jalan kegelapan. Bukannya bertobat, mereka malah menyiapkan rencana makar. Terjadilah rapat rahasia. Mereka akhirnya menyepakati untuk melakukan satu rencana besar yaitu membunuh unta betina, Nabi Soleh, bahkan seluruh keluarga (hak waris)nya.

Mereka pun siap siap dengan siapakah sembilan pemuda. Tibalah momennya. Unta betina (yang saat itu sedang hamil tua) ditingkatkan oleh kesembilan pemuda tadi. Kabar kematian unta ini sampai ke telinga Nabi Soleh. Beliau pun mendatangi para bangsawan dan menyampaikan bahwa mereka akan mendapatkan malapetaka dalam waktu tiga hari.

Allah SWT pun mengutus petir untuk bergemuruh dengan suara keras dan bumi untuk bergerak bergerak bangsawan Tsamud (beserta kroninya). Mereka tak kuasa melawan. Jasad-jasadnya rata ditelan tanah sehingga hanya menyisakan rumah batu tak berpenghuni. Beginilah ujung hidup (bagi) siapa pun yang menjauhkan diri dari kebenaran. Wallahu a’lam(diambil dari buku 101 Kisah Nabi, karangan Ust. Edu)