Belajar Peduli Setiap Hari

Saudaraku, menjaga diri untuk tidak berbuat zalim terhadap orang lain adalah ikhtiar kita agar memastikan keamanan bagi orang lain. Namun, selain itu ada juga ikhtiar lain yang bisa kita upayakan, yaitu kepedulian. Barangkali sudah cukup dengan menjaga lisan dan sikap kita dari perbuatan yang bisa menyakiti orang lain, tapi akan lebih baik jika kita peduli melihat keadaan, menjauhkan hal-hal yang bisa membahayakan orang lain.

Suatu ketika Abu Barzah pernah berkata kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak mengetahui diriku sudah mati ataukah masih hidup sesudahmu, maka berilah aku bekal yang dengannya Allah memberi manfaat kepadaku.” Kemudian, Rasulullah bersabda, “Kerjakanlah demikian, kerjakanlah demikian, dan singkirkanlah gangguan dari jalan.” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Singkirkanlah gangguan dari jalannya kaum muslimin.” (HR. Muslim dan Ibn Majah).

Dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda, “Pada suatu hari ada seorang laki-laki berjalan di sebuah jalan. Kemudian ia mendapati sebuah dahan berduri, lalu dia menyingkirkannya. Maka, Allah berterima kasih (menerima amalnya) sehingga Allah mengampuninya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Masya Allah! Boleh jadi kita seringkali melewatkan kesempatan beramal saleh yang seperti ini. Barangkali kita sudah beberapa kali melihat kulit pisang, paku, pecahan keramik, pecahan kaca, atau benda lainnya yang tercecer di jalan umum, tetapi kita melewatinya begitu saja. Padahal benda-benda itu sangat mungkin membahayakan orang lain atau keluarga kita sendiri. Bisa saja ada orang lain yang tanpa sengaja menginjaknya sehingga membuatnya terluka.

Pada banyak hadis seperti dua hadis tadi, Rasulullah saw seringkali berpesan kepada kita untuk bersikap peduli pada keselamatan orang lain, yakni dengan cara mengamankan benda-benda yang berbahaya dari jalanan. Bahkan, perbuatan seperti ini bisa bernilai ibadah di sisi Allah jika kita lakukan dengan penuh keikhlasan, tanpa niat mencari kekaguman orang lain.

Mari kita budayakan ‘Bebaskomiba’. Ini adalah sebuah akronim dari kalimat ‘Berantakan rapihkan, basah keringkan, kotor bersihkan, miring luruskan, dan bahaya amankan’.

Kita tidak bisa hidup sendirian. Mungkin amal saleh kita menyingkirkan paku dari jalan hanyalah sebuah perbuatan kecil. Namun, boleh jadi buahnya akan menjadi pemberat timbangan pahala kita di akhirat kelak. Dan, boleh jadi juga perbuatan kita itu dibalas Allah sejak di dunia berupa keselamatan bagi kita, karena orang lain pun berbuat hal serupa, yang berakibat pada terhindarnya kita dari marahabaya.

Betapa indah jika setiap orang memiliki rasa kepedulian pada keselamatan orang lain. Setiap kali kita mengamankan suatu keadaan yang sekiranya bisa berbahaya bagi orang lain, maka sesungguhnya kita sedang memberikan keamanan pada kita sendiri.

Karena setiap perbuatan baik hakikatnya akan kembali kepada kita sendiri. Demikian juga sebaliknya, perbuatan buruk yang kita lakukan akibatnya pun akan kembali pada kita. Oleh karena itu, sebenarnya tiada yang lebih mengancam kita selain dari keburukan yang kita lakukan. Allah SWT berfirman, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” (QS. al-Israa [17]: 7).

Termasuk melakukan amar ma’ruf nahyi munkar, ini juga merupakan bentuk kepedulian kita terhadap keamanan dan keselamatan orang lain. Jika ada seseorang berbuat zalim, apalagi itu bisa membahayakan orang lain bahkan lebih banyak orang, maka jika kita bisa mencegahnya maka cegahlah. Serta jadilah penyeru yang mengajak orang lain untuk berbuat baik dan menjauhi keburukan.

Apa yang terjadi saat ini di mana banyak sekali keburukan yang terjadi di tengah-tengah kita, boleh jadi bukan karena banyaknya orang zalim melainkan karena semakin banyaknya orang baik, namun tidak peduli pada lingkungannya. Semakin banyak orang baik, namun bersikap acuh pada situasi di sekitarnya. Maka tidak heran jika Imam Ali bin Abi Thalib pernah menasihatkan, “Kezaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat, tapi karena diamnya orang-orang baik.”

Banyak peristiwa penyalahgunaan narkoba, perbuatan asusila, dan keburukan lainnya yang terjadi hanya karena kehidupan bertetangga tidak terbangun dengan baik. Setiap orang sibuk dengan urusannya masih-masing, dan kurang peka terhadap apa yang terjadi dengan tetangganya. Bahkan tidak sedikit yang saling tidak mengenal antar tetangga. Sehingga jika terjadi suatu keburukan di satu rumah, penghuni rumah di dekatnya tidak mengetahuinya.

Padahal Islam sangat peduli pada urusan ini. Islam mengatur urusan hidup bertetangga, bahkan hubungan baik dengan tetangga menjadi salah satu ciri orang yang beriman kepada Allah SWT.

Oleh karena itu, marilah kita meningkatkan kepedulian kita. Bersikap peduli terhadap orang lain itu berbeda dengan mencampuri urusan orang lain. Bangunlah suasana saling mengenal secara akrab dan hangat dengan batas-batas saling menghormati dan menghargai. Hidupkan kembali suasana gotong-royong, ta’awun, saling bekerja sama dalam kebaikan dan kebenaran. Insya Allah dengan begini akan terbangun lingkungan yang aman dan tenteram. (KH. Abdullah Gymnastiar)