Dakwah Penuh Kasih Sayang

Tidak ada keraguan bahwa Allah SWT mendengarkan setiap doa dan Allah tidak akan menyia-nyiakan sekecil apa pun yang dilakukan oleh hambanya, maka berdoalah selalu. Di dalam Al-Quran, setiap kali membaca satu surah selain surah At-Taubah, selalu membaca bismillaahirrohmaanirrohim, dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Padahal, asma Allah sangat banyak tapi mengapa ar-Rahman dan ar-Rahim diulang-ulang?

Di antara nama Allah yang agung adalah yaa arhamarroohimiin, Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim. Andai kita sebagai orang Islam memahami sekali betapa dahsyatnya kekuatan kasih sayang, maka seharusnya itu menjadi bagian penting yang kita perjuangkan. Kita lihat bagaimana ibu yang melahirkan anaknya. Ketika ada yang bertanya, “Ya Rasul, kepada siapa saya harus berbuat baik? Jawaban Rasulullah adalah ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, baru ayahmu.

Tidak dapat dipungkiri, anak lahir dari rahim ibu. Ikatan kasih sayang ibu kepada anaknya harus kita akui lebih besar daripada ayahnya. Sembilan bulan kita ada di rahim ibu, lahir dengan mempertaruhkan nyawa ibu, dan dua tahun kita meminum air susu ibu. Dahsyat dan tidak pernah berhenti kasih sayang seorang ibu.

Kalau binatang buas bisa menyayangi orang yang menyayanginya dengan tulus, dengan kasih sayang, seharusnya kita sadar bahwa hati manusia itu jauh lebih bisa takluk oleh kasih sayang. Ini adalah kekuatan yang seharusnya kita miliki. Haqqul yakin Rasulullah Saw memiliki kasih sayang itu sehingga setelah ribuan tahun berlalu, dengan jarak ribuan kilo jauhnya, kita tidak pernah melihat Rasulullah, tidak mendengarkan suaranya, tidak ada rekamannnya, tapi kita tergerak seperti ini karena Rasulullah sangat mencintai umatnya.

Jadi, kita harus sangat serius mengukur sifat kasih sayang yang ada pada diri kita karena itu adalah kekayaan yang sangat mahal, yang seharusnya kita miliki. Kita harus pupuk terus-menerus karena itulah yang punya daya gugah, daya ubah, serta daya jelajah yang luar iasa.

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT memiliki 100 rahmat (nikmat) satu rahmat dari padanya diturunkanNya dan dibagi-bagi diantara jin, manusia, hewan-hewan besar dan kecil. Dengan rahmat yang satu itu, semua makhluk tersebut. Saling sayang menyayangi dan kasih mengasihi. Dengan rahmat yang satu itulah seekor keledai liar menyayangi anaknya. Ada pun rahmat yang 99 lagi disediakan Allah SWT buat kehidupan di akhirat. Dengan rahmat yang 99 itulah Allah akan mengasihi hambaNya pada hari kiamat. (HR. Bukhari dan Muslim).

Saudaraku, kita bisa seperti ini karena rahmat Allah. Sebagian besar makhluk Allah bukan manusia, tapi kita diciptakan menjadi manusia. Sebagian besar manusia tidak beriman kepada Allah, tetapi kita ditakdirkan Islam dan beriman. Di saat yang sama, di antara umat Islam ini tidak semuanya dekat dengan masjid, ada yang dekat dengan masjid, tetapi tidak semuanya bisa ke masjid. Kita bisa ke masjid karena rahmat Allah. Kita dihargai orang karena rahmat Allah menutupi aib, dosa, dan kekurangan kita.

Ayo, kita coba menghidupkan sifat kasih sayang di hati kita. Di dalam dakwah, ini adalah rahasianya. Mengapa Rasulullah begitu baik akhlaknya, bahkan kepada orang yang menyakitinya sekalipun? Itu karena di dasar hatinya tidak ingin orang-orang masuk neraka. Kita tidak ingin masuk ke neraka dan kita tidak ingin orang lain jadi ahli neraka. Ini adalah inti agar orang bisa dakwah dengan kasih sayang dan berharap setiap orang bisa selamat.

Ada juga teknik lainnya di dalam mendakwahi orang. Sebetulnya, orang yang berbuat salah itu sedang diculik oleh tipu daya setan. Itu saudara kita, karenanya ayo kita bantu saudara kita agar terbebas dari penculikan itu. Pada prinsipnya, manusia diilhamkan kebaikan dan keburukan, tetapi ketika mengikuti bisikan yang membuatnya jahat, maka itulah yang mendominasi dirinya, padahal masih ada kebaikannya.

Tugas kita dalam dakwah ini membantu potensi baik setiap orang agar tumbuh berkembang dan bisa mengalahkan potensi buruknya, karena setiap orang punya potensi itu. Kita juga memiliki potensi baik dan buruk. Di dalam dakwah ini, mudah-mudahan kita berpikir untuk tidak menjadi hakim yang menghakimi orang.

Jadi, kasih sayang itu akan lebih kuat ketika kita menghujamkan innamal mu’minuuna ikhwah. Masalah perbedaan pendapat, khilafiyah, itu tidak boleh membuat kita merasa perbedaan itu sebagai musuh. Kalau kita sudah tidak ada rasa sayang di hati, perbedaan akan disikapi dengan marah. Hati-hati kalau rasa saudaranya sudah kurang, kasih sayang kurang, maka akan cenderung mengolok-olok kelompok karena merasa paling benar. Ini dilarang karena boleh jadi yang diejek itu lebih baik daripada yang mengejek. (KH. Abdullah Gymnastiar)