Empat Amalan Jadi Orangtua Hebat Ala Rasulullah

Mewabahnya pandemi Covid-19 di Indonesia seharusnya tidak hanya membawa kepahitan. Di balik banyaknya masalah yang timbul sebagai efek dari adanya pandemi, tak dipungkiri jika sebenarnya ada hal-hal yang patut disyukuri sebagai nikmat dari Allah.

Jika sebelum pandemi quality time yang terjalin dalam keluarga hanya sekadarnya, maka sekarang kebijakan School From Home atau Belajar Dari Rumah (BDR) bisa membuat orangtua memiliki lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan buah hati. Meski begitu, tak banyak pula orang tua yang merasa terbebani, susah, dan pelik ketika anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di rumah dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Ini karena beberapa tugas seperti mengajari anak ilmu akademik maupun mengaji misalnya, menjadi tanggung jawab orangtua sepenuhnya.

Hal ini tentunya sangat disayangkan jika orangtua sampai menganggap buah hati sebagai beban. Melalui momen puncak kegiatan Milad Adzkia Islamic School ke-15 beberapa waktu lalu, Ustaz Salim A. Fillah memberikan beberapa amalan yang dapat dilakukan agar bisa menjadi orangtua hebat dalam mendidik anak ala Rasulullah saw.

  1. Memanjatkan Doa dan Memohon Penjagaan Allah

Hal utama yang disarankan Ustaz Salim A. Fillah, saat ingin menjadi orangtua yang baik adalah memanjatkan doa serta tidak putus dalam memohon penjagaan Allah kepada anak-anak. “Kita tidak bisa mengawasi dan membimbing mereka 24 jam sehari, namun Allah bisa. Kita tidak tahu apa yang ada dalam pikiran, prasangka, dan khayalan yang ada dalam diri mereka, namun Allah tahu. Kita tidak tahu apa yang direncanakan anak-anak kita tiga hari ke depan, atau bahkan sepekan kemudian, tapi Allah tahu. Untuk itu kita mohon pada Allah SWT untuk menganugerahkan pada kita anak-anak yang dapat menjadi qurrota a’yun (penyejuk jiwa),” tutur Ustaz Salim.

Menurut Penggiat Masjid Jogokariyan Yogyakarta ini, doa agar anak-anak dapat menjadi qurrota a’yun sejatinya merupakan bentuk cinta yang lebih besar dari cinta itu sendiri. Dengan senantiasa memanjatkan doa yang tak putus kepada Allah, Ustaz Salim mengungkapkan jika sebagai orangtua, kita telah menunjukkan bukti cinta kepada buah hati. “Doa adalah sebaik-baik penjaga, bahkan ketika kita tidak dapat menjaga dan menjangkau mereka,” ujarnya.

  1. Istiqamahkan Amal Saleh

Amal yang dicintai Allah, diungkapkan Ustaz Salim adalah amal yang didawwamkan, atau yang dilakukan terus-menerus meski amal tersebut kecil atau pun sedikit. “Kuncinya adalah istiqamah,” tegas Ustaz Salim. Pria kelahiran Kulon Progo, Yogyakarta ini mengatakan, kesalehan orangtua dapat menjadi penjaga kebaikan bagi anak-anaknya. Beliau pun mencontohkan kisah gurunya, bernama Pak Ghofar yang sehari-harinya menjual gorengan namun senantiasa menjaga ibadah saum sunnah dan tahajud, karena orangtua Pak Ghofar (Bapak) juga senantiasa istiqamah melakukan ibadah sunnahnya. “Oleh karena itu, tidak akan putus manfaat kebaikan yang dilakukan oleh kebaikan orangtua dan kakek-kakek kita,” ujar Ustaz Salim.

  1. Berikan Contoh Perilaku Baik

Semakin anak tumbuh, dikatakan Ustaz Salim, maka anak akan lebih percaya dengan apa yang dilihat, bukan dari apa yang didengar. “Itulah mengapa berat menjadi orangtua. Perilaku kita diikuti. Kita harus mencontohkan perilaku yang baik, dan ini sangat penting,” ujar Ustaz Salim.

Ia pun mencontohkan perilaku menghukum anak, menjadi hal yang buruk jika tidak disertakan dengan penjelasan atas mana hal baik dan mana hal buruk. “Oleh karena itu, hindari tiba-tiba marah dan meledak, karena anak akan bingung. Harus ada rules yang diperkenalkan kepada anak. Jangan pernah berpikir anak-anak bisa diakali dan ditipu, karena kelak ia juga akan belajar satu hal dari tipuan, yaitu menipu.”

  1. Banyak Bersyukur

Amalan lainnya yang dapat dilakukan untuk menjadi orangtua hebat, diungkapkan Ustaz Salim adalah dengan banyak mengungkapkan syukur kita kepada anak-anak. Ustaz yang juga aktif menulis ini bahkan memberikan salah satu simulasi untuk mengcek rasa syukur yang dimiliki, dengan kasus anak yang memecahkan piring.

“Ketika anak selesai makan, kemudian ingin meletakkan piring ke tempat cuci piring. Dalam perjalanannya ke tempat cuci piring, piring tersebut pecah. Mana yang kiranya akan kita komentari pertama, apakah upayanya untuk membawa piring ke tempat cuci piring tersebut, atau piringnya yang pecah?” Diungkapkan Ustaz Salim, kebanyakan orangtua akan mengomentari piring yang pecah, alih-alih memberikan komentar ‘Masya Allah, anak Ummi bertanggung jawab, habis makan piring diletakkan di tempat cuci piring’.

Melalui contoh ini, menurut Ustaz Salim, orangtua dapat memberikan pemahaman bahwa upaya yang telah dilakukan hendaknya disukai dan diapresiasi. “Yang kedua, dengan memberikan komentar pada upaya yang dilakukan, anak harapannya jadi tahu bahwa semua usaha ada resiko gagal dan tidak berhasil. Namun no problem, tidak apa-apa. Ketiga, kita mengajarkan dia artinya bertanggungjawab. Melalui sebuah piring yang pecah kita dapat memberikan sebuah basic value, yaitu rasa syukur. Karena dengan rasa syukur, kita bisa mengajarkan begitu banyak kurikulum raksasa, berupa tauhid, muroqabah (perasaan selalu diawasi oleh Allah SWT), ibadah, dan akhlak.” (Nawang)