HOAKS Di Masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Pelajaran Dari Kisah Haditsul Ifki)

Oleh : Roni ‘Abul Fattah

Setelah gagal menyulut sentimen kesukuan ditengah para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kaum munafik tidak lantas putus asa. Mereka memanfaatkan insiden lain untuk menyebar racun di tengah kaum Muslimin. Peristiwa ini terkenal dengan “haditsul ifki” (berita dusta).

Kisah ini bermula ketika istri Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendapat giliran menyertai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Bani Mushthaliq pada bulan Sya’ban tahun ke 5 hijriyah, yaitu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha kehilangan kalungnya saat perjalanan menuju Madinah pasca peperangan.

Dalam perjalanan pulang itu, mereka beristirahat di sebuah tempat. Saat itu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha keluar dari haudij/sekedupnya (semacam tandu yang berada di atas punggung unta) untuk suatu keperluan. Ketika kembali ke sekedupnya, beliau radhiyallahu ‘anha kehilangan kalung, akhirnya beliau radhiyallahu ‘anha keluar lagi untuk mencarinya. Saat kembali untuk yang kedua kali inilah beliau radhiyallahu ‘anha kehilangan rombongan, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan pasukan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat.

Para shahabat yang menaikkan sekedup itu ke punggung unta tidak menyadari bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tidak ada di dalamnya karena dia masih ringan. Beliau radhiyallahu ‘anha tentu gelisah karena ditinggal rombongan, namun beliau radhiyallahu ‘anha tidak kehilangan akal. Beliau radhiyallahu ‘anha tetap menunggu di tempat semula, dengan harapan rombongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menyadari ketiadaannya dan kembali mencarinya di tempat mereka istirahat. Akan tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang, sampai akhirnya beliau radhiyallahu ‘anha tertidur.

Salah seorang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Shafwan bin Al-Mu’aththal As-Sulami Adz-Dzakwani radhiyallahu ‘anhu lewat di tempat itu dan mengenali ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, karena Shafwan radhiyallahu ‘anhu pernah melihat beliau radhiyallahu ‘anha saat sebelum hijab diwajibkan, dan Shafwan ini tugasnya membawa minum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setiap peperangan dan juga tim penyapu di bagian belakang pasukan.

Ketika melihat bahwa yang tertidur itu adalah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, maka beliau mengucapkan kalimat istirja :

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Shafwan radhiyallahu ‘anhu kemudian membantu beliau radhiyallahu ‘anha . Shafwan menderumkan untanya agar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bisa naik unta sementara Shafwan menuntunnya sampai ke Madinah. Sejak bertemu dan selama perjalanan, Shafwan radhiyallahu ‘anhu tidak pernah mengucapkan kalimat apapun kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, selain ucapan “istirja” tadi, karena kaget saat mengetahui ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tertinggal.

Peristiwa ini dimanfaatkan oleh kaum munafik. Mereka membubuhi kisah ini dengan berbagai cerita bohong. Diantara yang sangat berantusias menyebarkan cerita bohong dan keji itu adalah ‘Abdullah bin Ubay Ibnu Salul. Cerita bohong itu menyebar dengan cepat, dari mulut ke mulut, sehingga ada beberapa shahabat yang terfitnah dan tanpa disadari ikut andil dalam menyebarkan berita ini. Mereka adalah Misthah bin Utsatsah (sepupu Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu), Hassan bin Tsabit dan Hamnah bintu Jahsy radhiyallahu anhum.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedih dengan berita yang tersebar, bukan karena meragukan kesetiaan istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam percaya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan Shafwan radhiyallahu ‘anhu tidak seperti yang digunjingkan. Berita yang sangat menyakiti hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini memantik kemarahan para shahabat dan hampir saja menyulut pertikaian diantara kaum Muslimin.

Sebagai respon dari berita buruk ini, Sa’ad bin Mu’adz radhiyallahu ‘anhu menyatakan kesiapannya untuk membunuh kaum Aus yang terlibat dalam penyebaran berita dusta ini, sementara Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu tidak setuju dengan sikap Sa’ad bin Mu’adz ini, karena diantara yang tertuduh terlibat dalam penyebaran berita ini berasal dari kaum Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu. Hampir saja kekacauan yang diinginkan kaum munafik menjadi nyata, namun dengan petunjuk dari Allah ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tampil menyelesaikan permasalahan ini dan berhasil meredam api kemarahan. Sehingga kaum munafik harus menelan pil pahit kegagalan untuk kesekian kalinya.

‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha Sakit

Awalnya, ‘ Aisyah radhiyallahu ‘anha tidak tahu kalau banyak orang yang sedang menggunjing beliau. Beliau radhiyallahu ‘anha menyadari hal itu, ketika jatuh sakit dan meminta ijin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tinggal sementara waktu di rumah orang tua beliau yaitu Abu Bakar As-Shiddiq radhiyalla ‘anhu. Betapa sakit hati beliau radhiyallahu ‘anha mendengarnya. Sejak saat itu, beliau radhiyallahu ‘anha susah bahkan tidak bisa tidur. Beliau radhiyallahu ‘anha berharap dan memohon agar Allah ta’ala memberitahukan kepada nabi-Nya melalui mimpi perihal permasalahan yang sedang dipergunjingkan khalayak ramai. Beliau radhiyallahu ‘anha merasa tidak pantas menjadi penyebab turunnya wahyu. Oleh karenanya beliau radhiyallahu ‘anha berharap ada pemberitahuan lewat mimpi kepada nabi-Nya.

Peringatan Dari Atas Langit

Sebulan penuh, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha merasakan kepedihan dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akibat ulah orang-orang munafik ini. Sampai akhirnya, Allah ta’ala menurunkan sepuluh ayat Al- Qur’an perihal berita dusta ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١١﴾

11. Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu, tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar. (QS. An-Nur : 11)

لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَٰذَا إِفْكٌ مُبِينٌ ﴿١٢﴾

12. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) mengatakan, “Ini adalah berita bohong yang nyata.” (QS. An-Nur : 12)

لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ ۚ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَٰئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ ﴿١٣﴾

13. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu di sisi Allah adalah orang- orang yang dusta. (QS. An-Nur : 13)

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٤﴾

14. Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, akibat pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (QS. An-Nur : 14)

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ ﴿١٥﴾

15. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia di sisi Allâh adalah besar. (QS. An-Nur : 15)

وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَٰذَا سُبْحَانَكَ هَٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ ﴿١٦﴾

16. Dan Mengapa kamu diwaktu mendengar berita bohong itu tidak mengatakan, “Kita sama sekali tidak pantas untuk mengucapkan ini, Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.” (QS. An-Nur : 16)

يَعِظُكُمُ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ﴿١٧﴾

17. Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. An-Nur : 17)

وَيُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿١٨﴾

18. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nur : 18)

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿١٩﴾

19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allâh mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nur : 19)

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ ﴿٢٠﴾

20. Dan sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). (QS. An-Nur : 20)

Dengan turunnya ayat ini, maka permasalahan ini pun menjadi jelas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha merasa lega. Begitu juga yang dirasakan oleh kaum Muslimin, namun mereka merasa berang dengan orang-orang yang ikut andil dalam mencoreng nama baik ummul Mu’minin. Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu tersulut emosinya ketika tahu bahwa Misthah bin Utsatsah, sepupu beliau radhiyallahu ‘anhu yang selama ini dibantu ekonominya ternyata ikut andil dalam menyebarkan berita yang telah melukai hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seluruh kaum Muslimin ini. Bahkan beliau radhiyallahu ‘anhu sampai bersumpah tidak akan membantunya lagi. Lalu turunlah firman Allah ta’ala :

وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴿٢٢﴾

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur : 22)

Akhirnya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu membantu Misthah kembali karena mengharap ampunan dari Allah ta’ala.

Dalam ayat-ayat di atas, Allah ta’ala mencela mereka yang terperangkap dalam jebakan orang-orang munafik dan memuji kaum Mu’minin yang tidak termakan isu ini dan menyikapinya dengan bijak sembari menyakini kedustaan berita ini. Diantara yang tersanjung dengan ayat ini adalah Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits yang memberitakan bahwa salah shahabat Rasulullah dari kaum Anshar saat mendengar berita ini, beliau radhiyallahu ‘anhu mengatakan :

“Kita sama sekali tidak pantas untuk mengucapkan ini, Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.” ([HR. Al-Bukhari, Al-Fath, 28/110, no. 7370)

Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan bahwa orang ini adalah Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu.

Setelah perkara ini menjadi jelas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menuntaskannya dengan memberikan sanksi kepada mereka yang terlibat.

Pelajaran Dari Kisah Haditsul Ifki Ini Adalah :

1. Menyebarkan berita dusta merupakan salah satu metode kaum munafik dan musuh Islam untuk menyerang agama ini. Maka hendaknya kaum Muslimin mengambil pelajaran dari kisah ini! Terutama saat mendengar berita-berita yang mencederai nama kaum Muslimin dan menyikapinya dengan bijak.

2. Peristiwa ini menunjukkan kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerima wahyu dari Allah ta’ala. Seandainya Al-Qur’an itu buatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana tuduhan orang-orang kafir, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan membiarkan berita ini berlarut-larut. Namun fakta menunjukkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menunggu wahyu dari Allah ta’ala.

3. Kisah di atas juga menunjukkan syari’at penegakan had qadzf (sanksi karena menuduh) kepada orang yang terbukti telah menuduhkan perbuatan keji kepada kaum Muslimin yang menjaga kehormatan mereka, yaitu di cambuk sebanyak 80 kali.

Wallahu ta’ala A’lam