Krisis Pangan di Palestina, DT Peduli Buka Dapur Umum

Lebih dari dua belas tahun Palestina mengalami krisis pangan, dan pada akhir tahun 2018 krisis pangan di Palestina mencapai puncaknya. Kondisi tersebut semakin menambah penderitaan rakyat Gaza, Palestina terutama para pasien yang berada di rumah sakit. Nyawa seluruh pasien rumah sakit yang berada di Gaza selatan maupun utara semakin terancam karena pasokan pangan dan obat-obatan semakin berkurang.

Memburuknya krisis pangan di Palestina disebabkan karena Program Pangan Dunia atau World Food Programme (WFP) PBB menangguhkan dan mengurangi bantuannya ke Palestina. Hal ini disebabkan kebijakan Donald Trump, Presiden Amerika Serikat yang memangkas bantuan ke Palestina lewat PBB.

Blokade Israel ke jalur Gaza pun semakin memperparah krisis pangan di Palestina karena bantuan tak dapat masuk dengan leluasa ke jalur Gaza. Kalaupun ada bantuan yang masuk, proses yang harus ditempuh sangat sulit.

Adapun mayoritas pasien adalah anak-anak dan menderita penyakit berat. Pada konferensi pers awal Februari 2019 lalu, Kementrian kesehatan Palestina di Gaza menyebutkan, sekira 8500 pasien di Gaza mengidap kanker dan terancam meninggal dunia karena tidak mendapatkan bantuan obat-obatan dan makanan.

 

Dapur Umum di Gaza

Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) Daarut Tauhiid (DT) Peduli bekerja sama dengan Abdillah Onim, Aktivis Kemanusiaan asal Indonesia dan para relawan di Palestina membuka dapur umum di Rumah Sakit Eropa di Khan Yunis, Gaza Selatan. Senasib dengan rumah sakit lainnya, rumah sakit bantuan dari Eropa ini pun mengalami krisis obat-obatan, makanan, dan solar.

Mengutip perkataan Kepala Bagian di Rumah Sakit Eropa Khan Yunis, Onim menyebutkan, saat ini seluruh pasien mengalami kondisi krisis terparah. Pihak rumah sakit pun kebingungan menyaksikan ribuan pasien terkapar tanpa obat dan makanan.