Leluasa di Dunia, Bahagia di Akhirat

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT. Semoga Allah Yang Maha Mengetahui, memberikan kita kekuatan untuk bisa istiqamah di jalan-Nya. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad saw. Pembawa risalah Islam, penutup para nabi dan rasul, pembawa lentera hidayah yang mengantarkan umat manusia dari zaman yang gelap gulita kepada zaman yang terang-benderang.

Saudaraku, berbagai macam penyikapan orang terhadap kehidupan dunia ini, baik terhadap pekerjaan, kekayaan atau kedudukannya. Di antara mereka ada yang beruntung dan ada pula yang merugi.

Allah SWT berfirman, “Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main, dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS. al-Ankabut [29]: 64).

Dunia ini bukanlah tujuan hidup kita. Dunia tiada lain hanyalah tempat persinggahan kita sebelum memasuki alam akhirat. Inilah tujuan akhir perjalanan hidup. Maka dari itu, orang yang sibuk dengan urusan dunia tanpa memikirkan akhirat, maka inilah orang yang merugi. Sedangkan orang yang ‘sibuk’ dengan urusan dunia demi kebahagiaan hidup di akhirat, maka inilah orang yang beruntung. Di dunia dia bahagia, di akhirat juga demikian.

Rasulullah saw bersabda, “Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Ada pun aku tinggal di dunia hanyalah seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.” (HR. Imam Tirmidzi).

Sayangnya, ternyata tidak sedikit orang yang terjebak pada pikiran jika dunia adalah segalanya. Yang penting hidup bergelimang harta kekayaan, namanya populer di antara manusia, jabatannya tinggi sehingga bisa merasakan berbagai fasilitas dunia, dan lain sebagainya. Mereka mengira dengan mendapatkan semua itu maka akan bahagia.

Padahal kenyataannya, banyak sekali orang yang setelah memiliki kekayaan berlimpah, justru banyak diliputi dengan rasa cemas dan gelisah. Takut hartanya hilang, takut hartanya ada yang mencuri, bersembunyi dari pajak, dan rasa takut lainnya. Banyak juga orang yang sudah memiliki jabatan tinggi, tapi tidak bahagia karena ada orang-orang yang mengincar jabatannya, gelisah karena takut kehilangan jabatannya. Dan banyak yang berada di puncak popularitas tapi hidup serba terbatas. Ke mana-mana diikuti wartawan, tidak bisa menikmati keleluasaan. Sedikit saja keburukannya terbuka, maka dengan cepat menyebar ke mana-mana.

Jadi, segala kenikmatan dunia ini meskipun sudah dimiliki, itu bukan jaminan kebahagiaan. Apalagi jika semua itu didapatkan bukan dengan cara yang halal. Boleh jadi kekayaan yang diperoleh itu didapatkan dengan jalan korupsi, atau jabatan tinggi yang diduduki itu didapatkan dengan cara tidak sehat. Hal-hal semacam ini selain menimbulkan kegelisahan, juga tidak akan memberikan keberkahan. Dan, yang lebih berat lagi adalah Allah tidak rida. Sungguh merugi orang yang demikian.

Tetapi, tentu tidak sedikit pula orang yang bisa menjadikan dunia ini benar-benar sebagai jalan baginya untuk mengejar rida Allah SWT. Ada yang kaya raya, tapi dengan kekayaannya itu ia semakin dekat dengan Allah. Ada juga yang menduduki jabatan tinggi, yang dengan jabatannya itu ia menetapkan keputusan dan menjalan kebijakan yang sejalan dengan apa yang Allah ridai. Ada yang punya popularitas besar, yang dengannya ia menebarkan inspirasi positif untuk mengajak lebih banyak orang semakin dekat dengan Allah.

Masya Allah! Inilah orang-orang beruntung itu. Dunia yang hanya persinggahan sementara ini benar-benar tidak mereka sia-siakan. Betapa menyesalnya mereka jika ada waktu yang terlewati secara sia-sia. Betapa nelangsanya mereka jika sadar ternyata ada kesempatan beramal saleh yang terlewatkan.

Imam Ali bin Abi Thalib pernah menasihatkan, “Ketahuilah, dunia ini akan ditinggalkan di belakang. Sedangkan akhirat akan ditemui di depan. Dunia dan akhirat tersebut memiliki bawahan. Jadilah budak akhirat dan janganlah jadi budak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari perhitungan. Sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan dan bukanlah hari beramal lagi.”

Semoga kita termasuk orang-orang yang memperolah keberuntungan sejati. Yakni mereka yang leluasa di dunia, bahagia di akhirat. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin. (KH. Abdullah Gymnastiar)