Makna Halalan Thayyiban dan Bisnis Syariah

Kata halalan thayyiban begitu akrab di telingan kaum muslim. Setiap akan mengonsumsi makanan atau minuman tentu kita harus memperhatikannya. Lantas apakah makna halalan thayyiban?

Allah SWT berfirman:

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ       

Artinya: “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. al-Baqarah [2]: 168).

Menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsir al-Qur’an al ‘Adhim, makna halalan thayyiban dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 168 adalah “Sesuatu yang baik, tidak membahayakan tubuh dan pikiran.” Sedangkan Imam al-Qurthubi, dalam tafsirnya Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an memaparkan kata halalan merupakan objek (maf’ul) dan kata thayyiban merupakan penjelas (hal) dari objek tersebut.

Jadi, status halal diperlukan karena ia inhilal (membebaskan) dari larangan yang ada untuk mengonsumsi sesuatu. Kemudian thayyib, merujuk kepada Imam al-Syafi’i yakni sesuatu yang lezat dan layak untuk dikonsumsi.

Sedangkan dalam buku ‘Kriteria Halal-Haram untuk Pangan dan Kosmetika Menurut Al-Qur’an dan Hadist’ Karya KH. Ali Mustofa Ya’qub , pemaknaan produk yang thayyib menurut al-Quran adalah: Pertama, thayyib semakna dengan halal; ia mesti tidak diharamkan oleh nash, suci secara substansif, serta tidak najis. Kedua, produk tidak membahayakan tubuh, akal, maupun jiwa saat dikonsumsi, sebagaimana pendapat Imam Ibnu Katsir. Ketiga, makanan atau minuman tersebut dinilai enak dan layak konsumsi.

Secara harfiah, halal arti asalnya adalah lepas atau tidak terikat. Sedangkan thayyib berarti baik, bagus (al-hasan), sehat (al-mu’afa), dan lezat (al-ladzidz). Setiap yang baik dan yang sehat itu pasti halal, tetapi belum tentu semua dan setiap yang halal itu baik.

Pengertian dan Ciri-ciri Bisnis Syariah

Bisnis syariah artinya suatu cara bermuamalah, dalam hal ini berdagang yang dilandaskan atas aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dalam menjalankan bisnis syariah, seseorang harus menjalankan aturan Allah yang diajarkan Rasulullah. Seorang pengusaha syariah harus bermuamalah dengan dasar syariat Islam.

Ada pun ciri-ciri syariah yakni:

  1. Nilai-nilai yang dianut adalah nilai-nilai ruhiyah. Yakni nilai yang mengajarkan seseorang sadar bahwa setiap manusia merupakan makhluk ciptaan Allah, sehingga dapat memenuhi hak dan kewajiban antara produsen dan konsumen.
  2. Seseorang yang menjalani bisnis syariah harus memiliki pemahaman jelas mengenai halal dan haram menurut aturan Islam.
  3. Konsisten dalam mengimplementasikan syariat perdagangan, bukan hanya melihat keuntungan dan kerugian dalam berdagang.
  4. Orientasi bisnis dunia dan akhirat. Seorang muslim dituntut bukan hanya mendapatkan keuntungan duniawi dalam berbisnis, melainkan harus memperhatikan aspek-aspek akhiratnya.

Prinsip 5 MU Daarut Tauhiid

Di Daarut Tauhiid menerapkan prinsip 5 MU dalam manajemen produksi, yaitu:

  1. Mutu terjamin halalan thayyiban.
  2. Murah harganya.
  3. Mudah didapat atau diperoleh.
  4. Mutakhir atau kekinian.
  5. Multi manfaat atau bermanfaat di dunia dan akhirat. (Ana)