Masjid Sunan Muria, Mendaki sembari Berwisata Religi

Wali Songo merupakan nama yang sangat fenomenal. Tidak hanya di Pulau Jawa, tapi nyaris seluruh Nusantara mengenal nama-nama mereka. Salah satunya adalah Raden Umar Said atau lebih dikenal dengan nama Sunan Muria. Beliau mendapat gelar tersebut karena membangun Masjid Sunan Muria sebagai pusat dakwahnya di lereng Gunung Muria, Kudus, Jawa Tengah.

Nah, jika Anda sedang melancong ke Kota Kudus, harus menyempatkan bertandang ke masjid ini. Berada di ketinggian 1.600 meter dpl, Masjid Sunan Muria bisa dicapai dari Kota Kudus yang berjarak sekitar 19 km. Meski lumayan jauh, tapi dijamin tidak membuat jenuh. Ini karena Anda akan merasakan suasana alam khas daerah pegunungan dengan keasrian dan kesejukannya. Apalagi ketika mendekati lokasi masjid, sepanjang mata memandang terhampar warna hijau pepohonan. Teramat meneduhkan.

Mendaki dan Berwisata

Ketika sampai di lokasi parkir kendaraan, Anda bisa memilih dua cara untuk sampai ke Masjid Sunan Muria. Cara pertama dengan mendaki sekitar 430 anak tangga. Memang sedikit melelahkan, tapi disarankan bagi yang menyukai tantangan. Selain bisa menghilangkan penat selama di perjalanan, aktifitas fisik ini pun bisa membuat Anda lebih menikmati perjalanan sembari menghirup aroma pegunungan.

Apalagi di kiri dan kanan anak tangga banyak berdiri kios-kios pedagang. Barang yang ditawarkan sangat variatif. Mulai dari makanan, minuman, kerajinan tangan, hingga barang-barang khas tempat ini seperti buah parijoto. Berwarna ungu dan rasanya sepet atau kelat. Buah ini diyakini manjur sebagai obat kesuburan. Boleh jadi keyakinan tersebut bermula dari cerita istri Sunan Muria, yang ketika hamil mengidam buah parijoto.

Selain buah parijoto, ada satu lagi barang khas yang ditawarkan di tempat ini yaitu kulit naga. Tentu saja bukan kulit naga asli, tapi merupakan sebutan kulit pohon dari Gunung Muria. Kulit pohon bermotif unik ini ampuh mengusir tikus, kecoa, atau jenis-jenis serangga yang biasa ada di rumah. Cukup diletakkan di sudut rumah, tikus dan serangga pengganggu akan menjauh.

Ada pun cara kedua, yakni menggunakan ojek yang banyak menawarkan jasa pengantaran. Tarifnya tergolong ringan di kantong. Cara ini bisa Anda pilih jika hendak menghemat waktu perjalanan atau terlalu lelah untuk mendaki. Pos ojek ini pun tidak hanya ada di awal titik pendakian, tapi juga di beberapa titik pendakian. Jadi, jika Anda merasa lelah saat mendaki, tidak usah khawatir. Anda bisa menggunakan jasa ojek untuk diantar langsung ke lokasi.

Makam Sunan Muria

Setelah melewati jalur pendakian dan sampai ke puncak Gunung Muria, Anda bisa mengunjungi masjid atau ke makam Sunan Muria. Ya, makam dari salah satu Wali Songo tersebut dibangun di dalam kompleks masjid. Nyaris setiap hari makam ini selalu ramai dikunjungi para peziarah. Selain untuk berzikir dan berdoa, banyak peziarah datang dengan niat menapaktilasi perjuangan Sunan Muria dalam berdakwah. Setelah selesai, para peziarah lazimnya meminta air yang berasal dari mata air dekat makam. Ada yang meminumnya langsung, ada pula yang memasukkannya ke wadah minuman. Air ini diyakini punya khasiat bagi yang mempercayainya.

Ada pun Masjid Sunan Muria diperkirakan dibangun pada sekitar abad ke-15 hingga 16 M, yakni pada masa hidup Sunan Muria. Belum ada sumber resmi yang memberi informasi kapan tepatnya masjid ini dibangun. Ini karena Sunan Muria tergolong Wali Songo yang minim publikasinya. Beliau semasa hidup memang dikenal sebagai sosok yang tawadhu (rendah hati), menyukai kesederhanaan, dan menjauhi hiruk pikuk dunia (popularitas). Boleh jadi hal tersebut yang menjadi sebab Masjid Sunan Muria dibangun jauh dari pusat kota atau keramaian penduduk.

Secara arsitektur, bentuk bangunan masjid sudah banyak berubah dari bentuk aslinya karena mengalami beberapa kali pemugaran. Hanya ada beberapa bentuk yang masih menyisakan peninggalan dari Sunan Muria seperti pondasi masjid, umpak batu, tiang atau pilar penyangga masjid, dan mihrab (tempat imam masjid memimpin salat berjamaah) yang menjorok ke dalam dengan setiap sisinya terbuat dari batu tanpa semen. Pada bagian luar mihrab dihiasi ukiran dan piringan keramik kuno berwarna kuning serta hijau.

Ada juga beduk yang meskipun bukan berasal dari masa hidup Sunan Muria tapi tergolong barang lawas. Beduk ini dibuat pada tahun 1884 M dari kayu jati. Di atas beduk, ada pahatan berupa ukiran naga dan ayam jantan. Simbol perpaduan budaya Tionghoa dan Jawa.

Meluangkan waktu dan menjadikan Masjid Sunan Muria sebagai destinasi wisata religi adalah pilihan tepat. Tak hanya Anda dapat menikmati kesegaran udara khas pegunungan dan keunikan bangunan-bangunan masjid, tapi juga bisa menapaktilasi perjuangan Sunan Muria semasa hidupnya dalam menyebarkan agama Islam.(daaruttauhiid)

sumber foto: republika.co.id