Menjemput Rezeki Lewat Tulisan

Menulis bukan hal yang mudah, memerlukan keterampilan khusus mulai dari membaca, mengkaji, memahami kemudian menuangkannya kedalam sebuah tulisan. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan data Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) menunjukan, hanya 0,0012 % dari jumlah dosen di negara ini yang mampu menulis. Padahal nota bene mereka adalah kaum intelektual dan akademisi yang setiap hari bergelut dengan ilmu pengetahuan.

Lemahnya budaya menulis bagi masyarakat indonesia bisa disebabkan berbagai faktor. Sulitnya menulis, kecilnya minat serta lemahnya budaya baca menjadi faktor utama. Berdasarkan penelitian Harian Umum Pikiran Rayat tentang daya beli masyarakat terhadap surat kabar, mengungkapkan sebanyak 1,7 triliun pertahun masyarakat habiskan untuk surat kabar, sedangkan kurang lebih Rp 4 triliun mereka habiskan untuk konsumsi rokok, hal ini menunjukan lemahnya budaya baca masyarakat.

Jika kita kaji, sulitnya menulis tidak terlalu signifikan dengan sulitnya mencari lapangan kerja yang dapat menjajikan kemapanan hidup saat ini. Menulis selain dapat memenuhi kebutuhan hidup, membuat orang tenar, juga yang lebih unik tidak mengenal waktu dan tempat. Sebagai contoh, Hamka dengan karya besarnya tafsir Al-Azhar ia tulis waktu dalam penjara, Soekarno dengan bukunya Indonesia Menggugat ia tulis di LP Sukamiskin. Ini menunjukan menulis bisa dilakukan kapan saja dimana saja.

Jika tekun dan ulet menulis dapat menjadi tumpuan hidup seseorang. Sebagai bukti Aa Milne, penulis The Pooh memperoleh Rp 3 triliun dari karyanya, Rp 320 miliar diraup Tom Clancy dari dua buah karyanya yang dipasarkan di Indonesia. Kecil-kecilan temen saya Encon Rahman S.Pd, kurang lebih Rp 1 juta ia peroleh dari tulisan-tulisannya yang dimuat di media masa. Pertanyaan mendasar sejauh mana keinginan kita untuk mengikuti jejak mereka.

Sebagai seorang yang pernah mengenyam pendidikan selayaknya mulai mencoba berkreasi lewat tulisan. Sebab, dengan menulis dapat mempertajam pemikiran, memperkaya wawasan dan pengetahuan, serta yang paling penting dapat meningkatkan pendapatan.

Dengan demikian tidak ada istilah nganggur tidak ada pekerjaan, karena menulis dapat dilakukan siapa saja, tidak memandang jenis kelamin, usia atau pendidikan. Sebagai bukti putri kiyai kondang Abdullah Gymnastiar mendapat penghargaan Muri sebagai penulis muda berusia tujuh tahun.

Memang, tidak semua tulisan dapat menghasilkan uang. Setiap media masa memiliki kriteria tertentu untuk menampilkan sebuah tulisan, aktual, faktual dan memiliki daya jual itulah sandaran pemuatan sebuah tulisan. Namun sayang, hal ini sering dijadikan alasan untuk memperkuat kemalasan dalam diri kita. Padahal manfaat dari sebuah tulisan yang kita buat bukan hanya itu, keterampilan menuangkan ide, gagasan serta menyusun struktur kata lebih berharga dari pada uang.

Disadari ataupun tidak sebagai seorang muslim, apapun yang dilakukan akan bernilai ibadah, dengan catatan hanya mengaharap rhido Allah semata. Maka berbahagialah bagi para penulis yang menggoreskan penanya dengan ketulusan hati, kesucian jiwa serta mengharap rida Allah SWT.

Gerakanlah tangan, goreskan pena, rangkai kata dengan nilai makna, wujudkan pengabdian sebagai manusia atas kehendak sang pencipta, insya Allah bernilai pahala. Amin. Wallahu a’lam bis shawab. (Hendi Suhendi)