Menumbuhkan Kebiasaan Bersedekah

Ada satu pelajaran sangat berharga jika kita berada di Daarut Tauhiid (DT), yakni pelajaran bagaimana sedekah dapat melembutkan hati. Suatu perbuatan yang sangat relevan jika kita benar-benar menjalankannya. Karena setiap saat yang terlihat betapa banyak jamaah yang berada di DT dan mengikuti setiap kajian, selalu hatinya lembut (mudah berempati) jika membiasakan bersedekah.

Layaknya pisau berkarat dan jika diasah akan tajam kembali. Begitu pula hati, jika sudah disentuh dengan amalan yang dicintai Allah ini. Pisau jika telah berkarat tentunya harus diasah kembali, terlebih lagi keadaan jiwa. Jika tidak bisa menajamkan sendiri maka harus ditajamkan oleh pemiliknya. Oleh sebab itu tajamkan terus. Maksudnya apa? Yaitu selalu benahi dosa-dosa kita dengan istighfar. Dan dari banyaknya dosa yang telah kita perbuat, maka perbanyaklah berbuat amal pahala.

Sebagaimana firman Allah SWT:

وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَىِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ ٱلَّيْلِ ۚ إِنَّ ٱلْحَسَنَٰتِ يُذْهِبْنَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّٰكِرِينَ

Artinya: “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan (dosa-dosa). (QS. Hud [11]: 114).

Amal Istimewa

Ada pun amal yang bernilai istimewa di pandangan Allah adalah bersedekah, walaupun sebesar kurma (nilainya). Berasal dari perbuatan atau pekerjaan yang baik dan halal, maka semakin baik pula balasannya. Maksudnya adalah ketika ingin bersedekah, berupayalah agar sedekah itu dari pekerjaan atau usaha yang paling dijaga.

Jangan sampai ada yang haram kecuali hanya hal-hal mulia. Semakin kita berusaha menyempurnakan amal, baik itu sedekah atau lainnya maka Allah akan melimpahkan lebih dari apa yang kita perjuangkan.

Berkaitan sedekah, merefleksikan keagungan budi pekerti. Manusia tidak pernah lepas dari apa yang disebut sosial. Karena memang manusia itu merupakan makhluk sosial. Yakni makhluk yang memerlukan orang lain, berkomunikasi dengan sesama, bertukar pikiran, tolong-menolong, dan lain sebagainya. Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dikatakan sempurna imannya sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.

Kendati pun pandangan Islam sudah demikian benar, namun kenyataannya masih banyak orang yang kurang peka (bersikap apatis) terhadap permasalahan sosial sekarang ini. Akibatnya tatanan sosial menjadi kurang seimbang. Terjadilah banyak kekacauan seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, jual beli manusia, dan lain sebagainya.

Mungkin saja hal ini disebabkan karena faktor kurang pedulinya terhadap permasalahan sosial. Bisa juga pihak pemerintah belum mampu mengentaskan permasalahan pengangguran, atau karena orang miskin kurang memiliki mental positif (mental untuk tidak meminta-minta). Jadi, sangat ironis memang jika sifat apatis terhadap permasalahan sosial itu dimiliki oleh orang Islam.

Di sisi lain, seorang muslim mempunyai karakter dan kewajiban sama besarnya dengan hablum minallah (hubungan dengan Allah/ibadah), yaitu hablum minannas atau hubungan dirinya dengan sesama manusia. Hubungan tersebut merupakan hubungan yang lebih kompleks. Mengapa? Karena hubungan ini terjadi antara pihak yang satu dan lainnya yang bersifat relatif serta penuh dinamika (sarat permasalan).

Ayo kita berani keluar dari zona nyaman. Yakni membantu sesama merupakan cara membuat hati tenang dan senang. Bukan sekadar beribadah tapi juga membahagiakan orang lain dan merupakan perilaku yang harus kita lakukan setiap saat. (Eko)

ket: ilustrasi foto diambil saat sebelum pandemi