Parkirlah di Tempat yang Disukai Allah

Saudaraku, di beberapa tempat, seperti pusat perkantoran atau pusat perbelanjaan, mungkin telah disediakan tempat parkir yang khusus dan tertata rapi. Dijaga oleh petugas yang khusus pula. Tapi ada sebagian tempat lain yang kadang parkirannya jadi kurang teratur maupun memang tidak ada petugasnya.

Contoh, ketika ada pengajian di masjid. Misalnya ada orang yang karena terlambat, lalu sampai di masjid memarkir motornya secepat mungkin. Dan ternyata yang terlambat bukan dia saja. Maka jadilah barisan motor di situ berantakan.

Atau misalkan ada yang ingin membeli bakso di depan gang, kemudian ke sana mengendarai mobil. Saat sampai, dan karena sudah tidak tahan ingin segera memesan, lalu dia langsung turun dengan parkir sekenanya, sehingga membuat tukang bakso senang sekaligus sedih. Senang karena semakin ramai orang di tempatnya berjualan, dan sedih karena orang-orang bukan mau membeli, tapi karena macet.

Saudaraku. Mohon maaf, saya tidak sedang menuduh atau mengajak saudara-saudara untuk saling tuduh. Tapi ini khusus bagi yang parkir sembarangan saja. Yang parkir semena-mena itu memang mudah dan enak. Bisa hemat waktu, tenaga, pikiran, mungkin juga uang. Sekali pun nanti kendaraannya ada yang tidak sengaja menyenggol, dia tinggal memelototi. Kalau orangnya kabur, dia pun tinggal marah-marah sendiri.

Tetapi mari kita coba marasakan hati nurani. Bagaimana dengan orang yang terhalang akibat kita sembarangan parkir? Karena kita tidak tahu, bisa saja di sebelah motor kita ternyata motor seseorang yang ingin pergi lebih awal, karena misalnya tiba-tiba diare. Dan diarenya makin kronis, gara-gara motornya dihimpit motor kita.

Kalau kendaraan kita sampai membuat macet, coba kita bayangkan berapa banyak orang yang terhalang, dan mereka sedang ada keperluan apa saja. Mungkin ada yang mau melahirkan, transfusi darah, menjemput anaknya, dan mungkin yang tadi buru-buru pulang karena diare juga ada. Dan kalau kita menaikkan sebagian ban mobil di atas trotoar, ingatlah pada pejalan kaki yang tidak bisa lewat. Yang terpaksa berjalan agak ke tengah dan mendapat bonus klakson dari bus atau truk yang sedang lewat.

Satu lagi. Misalkan ada yang mau pergi bersama temannya yang sama-sama bawa mobil. Lalu agar efisien, mobil yang satu diparkir dan diinapkan di masjid. Tanpa memberi informasi apa pun kepada pengelola. Bagaimana kalau ternyata di masjid akan ada acara? Bayangkan berapa panitia yang dibutuhkan untuk menggotongnya.

Nah, saudaraku. Hati nurani kita pasti bisa merasakan bagaimana susahnya orang yang terhalang, dan berapa banyak orang yang terugikan, gara-gara kita sembarangan parkir. Padahal kalau kita membuat susah hidup orang, hidup kita juga akan susah. Semakin kita mempersulit hidup orang, semakin sulit pula hidup kita. Karena setiap perbuatan ada balasannya.

Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa berbuat kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. az-Zalzalah [99]: 7-8).

Jadi, parkirkan kendaraan kita di tempat yang disukai Allah SWT. Bukan di tempat yang enak dan menyenangkan bagi kita, tapi yang Allah senang kalau kita parkir di sana. Yang tidak merugikan atau membuat susah orang, tidak menghalangi maupun membikin macet jalan.

Mungkin memang tidak ada yang berani menegur, karena kita parkir sambil mengacungkan senjata. Mungkin juga tidak ada yang marah, karena kita parkir menutupi rumah yang sedang sepi. Tetapi persoalan parkir yang sederhana ini bisa menjadi tidak sederhana lagi, jika ia merupakan sebuah kebenaran. Karena ia pasti punya catatan tersendiri, dan tidak ada satu perbuatan pun yang akan luput balasannya. (KH Abdullah Gymnastiar)

Sumber Foto : merdeka.com