Pemimpin yang Berprinsip

“Beri seseorang ikan, anda memberinya makan sehari, ajari dia mengail, anda menghidupinya sepanjang umur” itulah ungkapan manis Stephen R Covey dalam membangun pemimpin yang berprinsif. Namun, pengejawantahannya sangat sulit, hingga belum tentu dapat dilaksanakan oleh setiap pemimpin.

Pemimpin adalah nakoda sebuah lembaga, intansi, perusahaan atau kelompok. Maju mundur berada dalam pundaknya, serta terletak pada gaya dan ciri kepemimpinannya. Sebab itu, pemimpin tidak bisa dilahirkan, tapi pemimpin harus diciptakan melalui proses yang tidak sebentar.

Walau sebagai nakoda, kesuksesan membangun perubahan dalam lingkungannya tidak bisa lepas dari peran serta bawahan. Membangun kerja sama yang profesional dan proporsional dengan bawahan, melalui penempatan serta penciptaan struktur kerja sesuai kemampuan masing-masing. Hal itu merupakan wujud awal perubahan menuju keberhasilan.

Sayang, sebagian mereka menganggap bawahan adalah objek perpanjangan tangan dari berbagai keinginannya, bukan sebagai mitra atau patner dalam melaksanakan semua tugas serta tanggung jawab yang dipikulnya. Pantas jika kerativitas para bawahan terpotong oleh ‘pisau’ kebijakan pemimpin. Dampaknya, bakal terjerumus kedalam kehancuran dan kemunduran. Ia (pemimpin) tidak memiliki sense of crisis serta Visi yang kuat untuk membaca peluang.

Dengan demikian, pembentukan SDM dalam sebuah sitem, baik pemimpin atau bawahan tidak bisa serta merta begitu saja. Memiliki kemampuan serta dapat dipercaya itulah pondasi dalam penentuannya. Hal ini dijelaskan dalam wahyu Illahiyah “ Sesungguhnya orang yang paling baik untuk kita ambil sebagai pekerja adalah orang yang memiliki kemampuan dan terpercaya”. (QS. 28 : 26).

Reaktif Vs Keratif
Kemampuan dan terpercaya saja tidak cukup dalam membangun sebuah sistem. Akan tetapi harus ada sistem kontrol atau pengawasan secara top down dan button up. Pengawasan ini harus dilakukan dengan sangat tegas dan didukung oleh law enforcement yang tidak pandang bulu. Hingga ada keselarasan dalam semua lini.

Sistem tersebut dibuat untuk menghilangkan terjadinya gaya kepemimpinan yang reaktif. Pemimpin reaktif adalah pemimpin yang mudah marah, tak mau menerima masukan, bersikap introver dan tak mau membuat perubahan maupun pembenahan manajemen. “ pemimpin reaktif sering membuat keputusan keliru dan menyusahkan banyak orang serta ia cenderung bersikap otoriter” tutur Renald Kasali dalam sebuah seminar kepemimpinan.

Pemimpin kreatiflah yang sebetulnya harus kita bangun. Pemimpin kreatif adalah pemimpin yang berusaha mendayagunakan secara berimbang power dan kebijaksanaan. Pemimpin yang memiliki visi dan tahan dalam terjangan badai perubahan. Ia yang senantiasa melakukan transpormasi serta memiliki manajemen krisis. Hal ini senada dengan ungkapan seorang filusuf terkenal, Plato menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kombinasi antara power dan kebijaksanaan.

Kebijaksanaan pemimpin dalam memicu kretifitas serta motivasi bawahannya diwujudkan lewat keterbukaan. Ia senantiasa mau mendengar, mau melihat serta mau mengkaji apa yang menjadi permasalahan bawahan. Ia yang tidak memperlihatkan baju kesombonganya lewat keputusan-keputusan yang memihak. Selalu mengayomi para bawahan, serta terus meningkatkan kesejahtraan setiap orang yang berada dibawahnya. Sebab, rasa tanggungjawab yang ada dalam diri setiap orang, bisa meningkat dengan adanya pemenuhan kesejahtraan, minimal apa yang menjadi keluh kesah mereka direspon dengan baik.

Prinsif Pemimpin
Upaya menyelaraskan berbagai program, serta melakukan perubahan yang lebih baik, berawal dari pirnsif-prinsif yang dimiliki oleh pemimpinnya. Pemimpin adalah tauladan serta pengambil kebijakan dan keputusan dalam berbagai program. Namun, terkadang kebijakan yang diputuskan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Dari itulah harus ada beberapa prinsif yang dimilki seorang pemimpin diantaranya : pertama, terus belajar. Tidak ada seorang pun yang sempurna pengetahuannya. Maka ia harus selalu membaca, mengkaji, selalu ingin tahu, belajar dari pengalaman serta belajar dari para bawahannya sekalipun harus ia lakukan. Tanpa belajar ia akan tergilas roda perbahan yang melaju bagaikan kilat.

Kedua, berorientasi pada pelayanan. Sebagai pemimpin yang sejati ia tidak akan tampil seperti ‘raja’ yang harus dilayani emban-emban. Tapi ia senatiasa tampil sebagai sosok ‘pelayan’ bagi orang lain terutama bawahannya. Waktu serta pikirannya terpusat untuk memikirkan berbagai tanggung jawab yang dipikulnya serta berorientasi pada pemenuhan kebutuhan bersama dan mencapai visi serta target lembaga atau organisasi yang dipimpinnya.

Ketiga, berpikir postif. Ia selalu riang, menyenangkan dan bahagia. Sikap optimis, penuh harap, antusias, mempercayai terpancar dari seluruh tubuhnya. Memandang setiap permasalahan dari berbagai sisi, hingga pengambilan keputusan secara arip dan bijaksana. Keempat, percaya pada orang lain. Pemimpin adalah orang yang bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya. Ia tampil sebagai penanggungjawab seluruh pekerjaan yang ada. Keterbatasan waktu dan kemampuan menuntut untuk percaya kepada orang lain. Ia bukan pemimpin jika segala tugas harus dilaksanakan sendiri. Disisi lain bawahan kebingungan aktivitas apa yang harus ia kerjakan.

Kelima, hidup seimbang. Kemampuan menyeimbangkan hidup atau profesional dalam menyelesaikan berbagai tanggungjawab menjadi nilai point tersendiri dalam gaya kepemimpinan.

Dengan demikian kita harus ingat, setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya. Dan setiap pemimpin akan mempertanggungjawabkan apa yang dipimpinnya. Maka jadikanlah prinsif diatas sebagai modal dasar kepemimpinan diri kita. Wallahu ‘alam bis shawab. (Suhendi)