Pentingnya Ilmu dalam Memandu Amal

Saudaraku, semangat mencari ilmu jangan sampai membuat kita lalai dalam mengamalkannya. Karena ilmu diciptakan untuk memandu amal kita. Orang beramal tanpa ilmu, tidak bisa dan tidak akan diterima. Orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya, bisa jadi petaka.

Dari Malik Bin Dinnar berkata, “Barang  siapa yang mencari ilmu agama untuk diamalkan, maka Allah SWT akan terus memberi taufik kepadanya yakni kemampuan mengamalkan. Sedang barang siapa yang mencari ilmu bukan untuk diamalkan, hanya untuk kebanggaan atau kesombongan maka dia tidak akan mendapatkan taufik itu.”

Niat mencari ilmu itu bukan untuk sekadar tahu, tapi juga berusaha mengamalkannya. Ada orang yang ilmunya banyak tapi hidupnya sulit sekali. Salat tidak mau di masjid, tidak mau tahajud, tidak mau membaca al-Quran. Padahal ilmunya banyak. Boleh jadi orang yang seperti itu pada saat mencari ilmu, niat mencari ilmunya hanya untuk kekaguman orang, pujian, dan kebanggaan dirinya.

Allah tahu persis, niat di dalam hati. Jadi memang kalau niat kita dari awal menentut ilmu untuk diamalkan, maka ilmu itu akan membuat orang menjadi tawadhu. Memang kita tidak akan bisa mengamalkan seluruh dari ilmu yang kita dapat, karena keterbatasan mengamalkannya. Tapi jangan pernah tidak ingin mengamalkan. Kita harus ingin dan berusaha keras mengamalkannya.

Saqiq al-Balkhi berkata, “Masuk dalam amalan hendaklah diawali dengan ilmu, lalu terus mengamalkan ilmu itu dengan sabar, lalu pasrah kepada berilmu dengan ikhlas. Siapa yang tidak memasuki amal dengan ilmu, maka dia jahil.”

Jadi, kita tidak bisa beramal tanpa ilmu. Hanya saja saat kita terus menambah ilmu tapi tidak berniat mengamalkannya, maka termasuk orang yang jahil (bodoh). Kalau kita sangat senang mengamalkan ilmu dan berusaha mengamalkannya, Allah SWT akan mewariskan ilmu yang lain kepada kita. Jika Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, maka dia akan membuka baginya pintu amal, dan akan menutup baginya pintu jidal.

Dari Abu Mas’ud, Mukhabah bin Amr bin al-Anshory ra memaparkan, “Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti orang yang mengerjakannya.”

Keuntungan jika mengamalkan ilmu dan ditiru orang, kita akan dapat pahala dari orang yang meniru. Barang siapa yang mengajarkan suatu ilmu, ia akan mendapatkan pahala dari orang yang mengamalkan tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang mengerjakan amal itu. Itulah keuntungan menjadi mubaligh atau pendakwah.

Ada pun hal yang paling buruk adalah menyampaikan ilmu supaya kelihatan dia sudah beramal, padahal dia belum beramal. Pertanyaannya, “Bagaimana kalau kita belum bisa mengamalkan semua ilmu?” Kalau kita belum mengamalkan ilmu, dan mau mengajak orang lain, kita jangan akting seperti yang sudah mengamalkannya. Tapi mengajak bersama untuk mengamalkan ilmu yang sudah dipelajari. Rasulullah saw bersabda dalam hadis riwayat Imam Bukhari, “Katakanlah kepada manusia sesuai dengan apa yang mereka ketahui, tinggalkanlah apa yang mereka ketahui dan tidak kita sukai. Apakah kamu ingin Allah dan Rasulnya didustakan?”

Mari bersemangat walau satu dua ilmu. Fokus untuk mengamalkannya dengan sekuat tenaga. Allah itu Mahatahu segala yang tersembunyi, Allah tahu niat kita mencari ilmu. Jangan sampai niat kita salah dalam mencari ilmu; ingin dianggap pintar, ingin diakui orang lain, ingin dipuji, dan memamerkannya. Allah tahu niat kita, kalau kita hanya memamerkan wawasan dan ilmu, ini tidak akan disukai oleh Allah.

Banyak ‘alim yang ilmunya tinggi tapi tidak diketahui orang, namun amalnya menjadi bukti tingginya ilmu seseorang. Disebut amal itu termasuk amal lahiriah dan batiniah. Semoga Allah melindungi kita dari ilmu yang tidak manfaat, dari ilmu yang tidak diamalkan, dari amal yang tidak ikhlas. Semoga setiap ilmu yang Allah berikan, menjadi ilmu yang bermanfaat, dimampukan mengamalkannya dengan ikhlas, dan diberi kesanggupan dalam menyampaikannya.

(Kajian MQ Pagi; Sabtu, 26 September 2020)