Riya, Perusak Amal

Beramal shaleh itu sangat penting. Namun, juga amal-amal tersebut bisa menjadi parasit yang merusakkannya juga tidak kalah pentingnya. Tanpa dijaga, maka ibadah kita tidak akan mendatangkan apa-apa selain letih dan lelah. Alih-alih mendapatkan pahala, amal ibadah kita justru mendatangkan dosa!

Satu diantara parasit yang merusak amal adalah sikap riya. Para ulama berpendapat bahwa riya adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akan tetapi ibadah tersebut dilakukan bukan karena Allah melainkan karena tujuan duniawi.

Imam Al-Qurtubi mengatakan bahwa hakikat riya adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah. Sedangkan arti asalnya adalah mencari tempat di hati manusia. Pada intinya riya beramal untuk tujuan pamer kepada orang lain. Seseorang shalat, tetapi shalatnya tidak bertujuan mendapatkan mardhatillah atau ridha Allah. Dia shalat agar dilihat manusia, dipuji, dan dinilai sebagai orang yang shalih. Dengan demikian riya berbanding terbalik dengan ikhlas.

Riya termasuk salah satu penyakit yang sulit terdeteksi oleh orang lain. Bahkan, orang yang melakukannya sekalipun dia sering kali tidak menyadarinya. Itulah mengapa riya diibaratkan sebagai semut kecil lagi hitam yang berjalan di atas gelapnya malam. Sangat tidak terlihat. Walau kecil tersamar, riya bisa berakibat fatal. Simaklah hadist Rasulullah saw. Berikut. “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya. Allah akan

mengatakan kepada mereka pada hari kiamat tatkala memberikan balasan atas amal-amal manusia. Pergilah pada orang-orang yang kalian berbuat riya pada mereka di dunia. Apakah dapat mendapat balasan dari sisi mereka? (HR Ahmad). Hadits tersebut menjelaskan betapa tidak sukanya Allah Ta’ala kepada orang berbuat riya.

Di akhirat kelak diperintahkan untuk mendatangi dan meminta pertolongan kepada orang-orang yang pernah diharapkan pujiannya. Allah SWT menggambarkan dalam Al-Quran bagaimana hasil yang didapat manusia dari amal yang dilandasi riya. “Hai orang-orang beriman janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebut dan menyakiti orang-orang yang menerimanya, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Maka, perumpamaan orang itu, seperti

batu licin yang ada diatasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat. Lalu, menjadilah dia bersih (tidak berdebu lagi). Mereka tidak memperoleh apapun dari apa yang mereka usahakan.” (QS Al-Baqarah (2):264)

Riya pun dapat mencemarkan kemurnian tauhid seorang hamba. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah azza wa Jalla berfirman pula, “Aku (Allah) sebaik-baiknya yang dipersatukan. Siapa yang mempersekutukan ku dengan sesuatu, maka bagianku dalam persekutuan itu aku serahkan

kepada yang dipersekutukan dengan-Ku.” Maka, dari sinilah kita katakan riya sebagai asy-syikrul-ashgar (syirik kecil), karena pelakunya bermotivasi ganda dalam beribadah. Maka, saudaraku, perkuatlah terus keyakinan anda kepada Allah Ta’ala. Cukuplah Allah SWT sebagai

tujuan kita. Andai mengharap balasan dari manusia. Sungguh, keinginan untuk dihargai, dipuji, dan dinilai oleh Allah Ta’ala adalah pintu bagi setan untuk menggelincirkan manusia. Sungguh, setan bisa datang dan menggoda saat kita hendak beramal. Kalau lolos, akan mendatangi kita di pertengahan. Kalau masih lolos juga, dia akan berusaha menggelincirkan kita diakhir. Tiada yang bisa lolos dari jebakan ini kecuali orang-orang yang lurus akidahnya lagi ikhlas hatinya.

(Oleh : Ninih Mutmainnah)