Salat, Pelajaran Pertama bagi Anak

Setiap berkunjung ke Masjid Daarut Tauhiid (DT) atau berada di masjid lain, lazim terlihat orangtua membawa anak untuk mengedukasinya secara tak langsung. Hal yang disadari orangtua bahwa setiap pelajaran itu bisa efektif ketika dilakukan bersama atau anak melihat contohnya.

Seperti salat lima waktu, bagi muslim ini merupakan kewajiban. Khususnya setiap orang yang telah memasuki masa akil baligh. Dengan menjalankan salat lima waktu, umat muslim juga telah menjalankan salah satu rukun Islam.

وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. at-Taubah [9]: 103).

Kecenderungan Meniru

Dalam Majalah Scientific American edisi April/Mei 2006 disebutkan bahwa kita secara mental meniru setiap aksi yang dilihat. Contoh paling mudah adalah ketika seseorang menguap. Biasanya orang lain akan turut menguap atau sebaliknya kita turut menguap jika orang lain menguap.

Ilmu neurosains menjawab hal tersebut terjadi karena adanya saraf cermin dalam otak kita, dan saraf itu tersebar secara acak di seluruh bagian otak. Terutama pada anak, jika melihat sesuatu maka otomatis akan ditiru olehnya.

Anak, Peniru Ulung

Sejak usia dini, anak-anak sebaiknya dilatih dan membiasakan diri melaksanakan salat. Akibatnya mereka akan memiliki kesadaran dalam melakukan ibadah tersebut. Anak adalah peniru yang ulung. Dengan mengajak salat berjamaah, diharapkan orangtua mampu mengajak anaknya tanpa harus disuruh. Orangtua harus mencontohkan, dan bisa mulai dilakukan ketika usia anak menginjak tiga tahun. Dari sini, anak akan meniru apa yang dilakukan orang di sekelilingnya.

Kemudian akan muncul rasa ingin tahu pada anak tersebut. Setelah itu, orangtua dapat mulai mengajak anak untuk salat. Harus diingat, jangan sampai menyuruh anak segera berwudu sedangkan orangtua masih asik dengan gawai atau aktivitas lainnya. Luangkan waktunya untuk berkomunikasi dan memahami anak tentang pentingnya salat.

Jika anak tidak melaksanakan salat, berikan nasihat tentang akibat dari tidak melaksanakan nya. Cara ini dilakukan agar anak takut dan muncul rasa bersalah jika meninggalkan salat. Berikan hukuman dan hadiah.

Kalau pun anak masih sulit melaksanakan salat, beri ia hukuman yang sifatnya mendidik. Misalnya, tidak memberikan uang jajan. Kemudian jika anak rutin melaksanakan salat lima waktu, ajak pergi berjalan-jalan ke tempat yang ia sukai sehingga ia merasa dihargai. Cara lain, doakan anak. Doa merupakan senjata yang paling ampuh, terlebih doa orangtua untuk anaknya. Doa juga bisa diajarkan kepada anak. Di antara doa yang biasa dibacakan yakni, Robbij’alna muqiimash-sholaah wa min dzurriyyatina, Robbana wa taqobbal du’aa.

Jadi, orangtua merupakan pihak yang berperan penting dalam menumbuhkan kesadaran salat lima waktu pada anak. Selain ibu sebagai madrasah pertama anak, bimbingan ayah juga mampu membuat anak menjadi percaya diri. Jangan lupa, usaha yang dilakukan orangtua harus diiringi dengan doa agar hasil yang diperoleh lebih maksimal. (Eko)

ket: ilustrasi foto diambil saat sebelum pandemi