Sejarah Al-Quran (Bagian 3)

Sesudah sempurna persesuaian terhadap semua ayat-ayat al-Quran: tempatnya di dalam surah dan penertiban surah, Khalifah Utsman pun memerintahkan membuat salinan sebanyak empat buah mushaf dari naskah pertama yang dinamai naskah al-Imam. Satu naskah itu dikirim ke Mekah, satu naskah dikirim ke Kufah, satu naskah dikirim ke Bashrah, dan satu naskah lagi di kirim ke Syam.

Asal salinan asli yang ditulis badan lajnah itu berada di tangan Khalifah Utsman sendiri. Beliau memerintahkan supaya disita segala shuhuf-shuhuf yang terdapat di masyarakat dan membakarnya. Beliau pun mengimbau supaya kamu muslimin membaca al-Quran dengan qira’at yang sesuai dengan mushaf al-Imam.

Berkata al-Qadhi Abu Bakar dalam kitab al-Intishar, “Utsman tidak bermaksud seperti yang dimaksudkan oleh Abu Bakar yaitu menulis al-Quran di atas halaman kertas. Hanya beliau bermaksud menyatukan umat terhadap qira’at-qira’at yang diterima dari Nabi serta membatalkan yang lainnya. Kemudian Utsman bermaksud supaya umat memegangi mushaf yang sudah teratur sempurna. Lalu menolak kerusakan-kerusakan yang timbul karena perselisihan qira’at.”

Sikap Para Sahabat

Badan yang dibentuk oleh Khalifah Utsman itu menyelesaikan usahanya pada tahun 25 Hijriyah. Ada juga yang mengatakan tahun 30 Hijriyah setelah delapan tahun tampuk pemerintahan dipegang oleh Khalifah Utsman bin Affan, sehingga besar sekali kemungkinan pekerjaan tersebut diselesaikan antara tahun 25 dan 30 Hijriyah.

Mulai saat itu tertujulah seluruh minat umat kepada Mushaf Utsmani. Diriwayatkan oleh Ibnul Atsir dalam kitab al-Kamil tentang sebab-sebab perselisihan qira’at al-Quran. Penduduk Himash memandang bahwa qira’at mereka lebih baik dari qira’at orang lain. Mereka mengambil al-Quran dari al-Miqdad. Penduduk Damaskus demikian juga. Penduduk Kufah juga demikian. Mereka mengambil qira’at dari Abdullah bin Mas’ud. Penduduk Bashrah memegang teguh qira’at yang mereka terima dari Abu Musa al-Asy’ari. Mushafnya dinamai Lubabul Qulub.

Perselisihan-perselisihan itulah yang disampaikan kepada Khalifah Utsman yang menyebabkan beliau memerintahkan menyalin mushaf al-Imam dan mengirim ke kota-kota tersebut. Maka penduduk kota-kota itu menyambut dengan baik usaha Khalifah Utsman.

Mushaf Para Sahabat

Ada beberapa riwayat yang menerangkan bahwa Khalifah Utsman tidak menyita mushaf-mushaf yang ditulis oleh sahabat-sahabat besar. Seperti mushaf Ali bin Abi Thalib, mushaf Abdullah bin Mas’ud, dan mushaf Ubay bin Ka’ab. Kendati mushaf-mushaf itu sedikit berlainan dari mushaf Utsmani.

Ada riwayat bahwa Abdullah bin Masud tidak membenarkan perbuatan lajnah yang memasukkan Qul a’udzu birabbinnas Qul a’udzu birabbilfalaq ke dalam al-Quran. Dengan demikian mushaf Ibnu Mas’ud terdiri dari 112 surah; bukan 114 surah.

Mengenai riwayat-riwayat yang dinukilkan dari Ibnu Mas’ud ini, para ulama memberi ulasan sebagai berikut. Ada yang tidak membenarkan bahwa Ibnu Mas’ud berkata demikian. Ada pula yang membenarkan bahwa Ibnu Mas’ud berkata demikian lalu menyalahkan pendapat itu. Imam an-Nawawi dalam Syarah al-Muhadzdzab berkata, “Seluruh umat Islam telah sepakat menetapkan bahwa Mu’awwidzatain dan al-Fatihah merupakan sebagian dari al-Quran. Orang yang mengingkarinya kufur. Nukilan yang dinukilkan dari Ibnu Mas’ud tidak sahih.”

Berkata Imam Ibnu Hazm, “Nukilan tersebut merupakan suatu dusta besar terhadap Ibnu Mas’ud.”

al-Qadhi Abu Bakar berkata, “Tidak ada riwayat yang sahih yang menerangkan bahwa Ibnu Mas’ud menolak Mu’awwidzatain dan al-Fatihah dari al-Quran. Hanya beliau tidak menulisnya ke dalam mushaf. Karena menurut pendapatnya yang ditulis dalam mushaf hanya yang diperintahkan oleh Nabi untuk dituliskan. Oleh karena itu surah-surah tersebut menurut Ibnu Mas’ud, beliau tidak mengetahui Nabi menyuruh untuk dituliskan. Beliau pun tidak membenarkan orang menulisnya. Namun sekali-kali beliau tidak pernah mengatakan bahwa surah-surah tersebut bukan dari al-Quran.” (Gian)