Selalu Berbaik Sangka

Tidak jarang kita mendengar desas-desus tentang seseorang. Bisa jadi itu teman, saudara, tetangga, guru, atau lainnya. Desas-desus yang berpindah dari mulut seseorang kepada yang lainnya. Terlebih jika yang diberitakan adalah hal-hal miring yang tidak jelas kebenarannya.

Dari desas-desus itu kemudian mucul pemikiran negatif tentang orang yang sedang dibicarakan. Lalu mengira bahwa berita miring itu benar, padahal belum tentu. Kebanyakan dari kita enggan melakukan klarifikasi atau tabayyun langsung kepada yang bersangkutan. Padahal itu juga termasuk dalam rangka saling mengingatkan untuk kebenaran.

Jelas sekali buruk sangka itu haram hukumnya. Selain berdasarkan firman Allah Ta’ala, ada juga keterangan yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Jauhilah olehmu buruk sangka karena buruk sangka itu adalah sedusta-dustanya omongan.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Buruk sangka bisa menghancurkan keharmonisan rumah tangga, meretakkan hubungan sosial, dan juga merenggangkan hubungan di tempat kerja atau lingkungan masyarakat. Betapa besar kerugian yang diakibatkan oleh buruk sangka. Bukan hanya kerugian dalam hubungan dengan orang lain, namun juga kerugian untuk diri sendiri. Karena buruk sangka bisa menimbulkan iri, dengki, tersiksa, dan merasa terancam oleh hal-hal yang sebenarnya hanya bayangan sendiri.

Seorang suami yang berburuk sangka kepada istrinya atau sebaliknya, akan berusaha mengawasi pasangannya selama 24 jam. Padahal sebenarnya pasangannya itu tidak melakukan hal-hal buruk. Jika sudah demikian rasa saling percaya akan memudar. Keharmonisan luntur dan keutuhan rumah tangga dipertaruhkan.

Buruk sangka bisa merenggangkan kebersamaan, menghancurkan persaudaraan. Oleh sebab itu marilah kita fokus untuk berbaik sangka. Setiap kali mendapatkan berita media tentang saudara kita segeralah tabayyun kepadanya.

Jika berita itu benar maka bantu saudara kita untuk memperbaikinya. Sedangkan jika berita itu salah maka sebisa mungkin kita hindari noda-noda buruk sangka itu, agar hati kita terjaga dan persaudaraan pun tetap terbina.

Berbaik sangka juga wajib kita lakukan kepada Allah Ta’ala. Mengapa? Karena tidak sedikit manusia yang berburuk sangka terhadap-Nya. Ketika terkena musibah, maka ia mengira Allah tidak sayang kepadanya. Ketika terlilit utang, ia mengira Allah pelit kepadanya. Mahasuci Allah dari segala keburukan yang disangkakan makhluk-Nya.

Ini berbahaya karena sikap mensyukuri nikmat Allah yang begitu berlimpah. Padahal Allah Ta’ala telah berikan nikmat yang sangat banyak namun selalu dilupakan.

Namun jangan mengira pula bahwa dengan berbaik sangka sudah cukup memaksimalkan limpahan rezeki dari Allah. Bagaimana Allah Ta’ala akan memberikan kita kesehatan jika pola hidup kita tidak sehat. Jangan pula berpikir bahwa kita cukup berbaik sangka bahwa Allah akan melimpahkan materi namun kita tidak berikhtiar menjemputnya. Jangan berpikir bahwa cukup berbaik sangka bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa kita namun kita malah terus melakukan kemaksiatan dan menjauhi tobat.

Sebagaimana Imam Ibnu Qayyim pernah menerangkan di dalam al-Jawab al-Kafi bahwa, “Telah jelas perbedaan antara berbaik sangka dan ghurur (teperdaya diri sendiri). Berbaik sangka akan mendorong lahirnya amal kebaikan, serta menganjurkan, membantu dan membimbing untuk melakukan kebaikan. Inilah sikap yang benar. Sedangkan jika mengajak kepada sikap berleha-leha, tidak mau berusaha, dan malah bergelimang kemaksiatan maka ini adalah ghurur. Berbaik sangka adalah pengharapan. Barang siapa yang pengharapannya membawa pada ketaatan dan menjauhi kemaksiatan maka itu adalah pengharapan yang benar. Dan barang siapa yang tidak mau beramal dan mengira bahwa sikapnya itu adalah pengharapan maka sesungguhnya itu adalah terperdaya .” (KH. Abdullah Gymnastiar)