Tujuh Syarat Harta yang Harus Dizakati

Islam selalu menetapkan standar umum pada setiap kewajiban yang dibebankan kepada umatnya. Termasuk penetapan harta yang menjadi sumber atau objek zakat. Persyaratan harta yang menjadi sumber atau objek zakat adalah sebagai berikut.

Pertama, harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal. Artinya harta yang haram baik substansi bendanya maupun cara mendapatkannya, maka zakatnya akan tertolak. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Quran Surah al-Baqarah [2] ayat 267:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ

 وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ ﴿البقرة : ۲۶۷

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji.”

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin Umar beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Salat tidak diterima jika tanpa bersuci terlebih dahulu dan zakat tidak diterima jika berasal dari harta yang haram.”

Kedua, harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan seperti melalui kegiatan usaha atau perdagangan atau diinvestasikan, baik oleh diri sendiri atau orang lain. Dalam terminologi fikih menurut Yusuf al-Qardhawi, pengertian berkembang ada dua macam: yakni secara konkret dan tidak konkret. Konkret dengan cara dikembangbiakkan, diusahakan, diperdagangkan, dan yang sejenis dengannya. Sedangkan yang tidak konkret maksudnya harta tersebut berpotensi untuk berkembang, baik berada di tangannya maupun orang lain atas namanya.

Ketiga, merupakan kepemilikan penuh. Yaitu harta tersebut berada di bawah kontrol dan dalam kekuasaan pemiliknya. Menurut sebagian ulama bahwa harta itu berada di tangan pemiliknya di dalamnya tidak tersangkut hak orang lain dan ia dapat memilikinya.

Keempat, harta tersebut menurut jumhur ulama harus mencapai nishab yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat. Contohnya nishab zakat emas adalah 85 gram, nishab zakat hewan ternak kambing adalah 40 ekor. Hal ini berdasarkan berbagai hadis yang berkaitan dengan standar minimal kewajiban zakat. Seperti hadis riwayat Imam Bukhari dan Abi Sa’id bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah wajib sedekah (zakat) pada tanaman kurma yang kurang dari lima ausaq. Tidak wajib sedekah (zakat) pada perak yang kurang dari lima awaq. Tidak wajib sedekah (zakat) pada unta yang kurang dari lima ekor.”

Kelima, sumber-sumber zakat tertentu seperti perdagangan, peternakan, emas, dan perak harus sudah berada atau dimiliki atau diusahakan dalam tenggang waktu satu tahun dengan perhitungan tahun hijriyah. Persyaratan ini yang disebut sebagai haul. Ini berdasarkan hadis riwayat Abu Daud dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah bersabda, “Jika Anda memiliki 200 dirham dan telah berlalu waktu satu tahun maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak lima dirham. Anda tidak mempunyai kewajiban apa-apa sehingga Anda memiliki 20 dinar dan telah berlalu waktu satu tahun, maka Anda harus berzakat sebesar setengah dinar. Jika lebih maka dihitung berdasarkan kelebihannya. Dan tidak ada zakat pada harta sehingga berlalu waktu satu tahun.”

Keenam, sebagian ulama mazhab Hanafi mensyaratkan kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok, atau dengan kata lain zakat dikeluarkan setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-hari. Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan kerusakan dan kesengsaran dalam hidup.

Ketujuh, harta yang dimiliki bebas dari kewajiban utang yang jatuh tempo. (Gian)