Tumbuhkan Rasa Simpati dan Empati

Peran media sosial pada abad ini berdampak positif maupun negatif. Positifnya, segala macam informasi dari berbagai negara bisa diakses dengan mudah,  seperti informasi mengenai bencana yang menimpa, sehingga orang-orang tergerak segera menolong. Negatifnya, banyak orang yang berlebihan dan kurang santun dalam menggunakan gadget, untuk kemudian mengunggahnya ke media sosial.

Apa saja tindakan tidak pantas di media social tersebut? Banyak sekali, di antaranya adalah melakukan swafoto (selfie) di lokasi bencana. Sudah banyak buktinya, saat bencana melanda, warga datang berbondong-bondong tapi bukan untuk menolong, melainkan untuk selfie di lokasi bencana.

Mari Simpati, Bukan Selfie

Bencana yang menimpa saudara setanah air seharusnya membuat kita bersimpati, dan bukan sibuk mengabadikan moment tersebut dengan selfie. Simpati dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah keikutsertaan merasakan perasaan senang, susah, sedih, yang diderita oleh orang lain.

Terkait selfie yang tidak pada tempatnya dan tidak santun ini, Badan SAR (Search and Resque) Nasional sudah melarangnya dan mengumukan melalui media cetak, online, maupun televisi. Mengapa larangan itu diberlakukan? Karena tentu akan memberikan kesan tidak baik, tidak menghargai warga yang sedang dilanda musibah.

Jangan sampai, kejadian musibah yang menimpa saudara setanah air, dijadikan wisata bencana bagi mereka yang doyan sekali selfie. Mari beranikan diri untuk menegur dengan cara yang santun bila melihat hal itu terjadi.

Lalu, bagaimana bila memotret untuk kebutuhan berita di media online, televisi, atau lembaga yang perlu laporan dokumentasi penyaluran bantuan bencana ke lokasi bencana? Tentu boleh saja, asal dengan cara yang baik, tidak selfie.

Empati dari Hati

Setelah berusaha simpati dan tidak melakukan selfie di lokasi bencana, alangkah lebih baik kita melakukan sesuatu yang dapat meringankan beban mereka. Bisa dengan menghibur dan mengusap air mata mereka. Bisa dengan menggalang donasi dan menyalurkan bantuan untuk mereka, atau menyalurkan bantuan sendiri, dan bila tak sempat dititip ke lembaga yang dinilai amanah.

Langkah tersebut merupakan perwujudan dari rasa empati. Menurut KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa, atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang lain. Tentu dalam hal ini seolah merasakan perasaan korban bencana, dan berusaha memberi apa yang sekiranya mereka butuhkan.

 Simpati dan Empati dalam Islam

Islam adalah agama yang Rahmatan Lil’alamiin. Segala hal yang diperintahkan dan dilarang dalam Islam adalah kebaikan bagi yang menjalankannya. Kebaikan itu juga sering kali berdampak pada lingkungan sekitarnya.

Menghadapi musibah yang menimpa diri maupun orang lain, Islam mengajarkan pemeluknya untuk simpati dengan ikut berduka, mendoakan, dan menguatkan yang terkena musibah dalam kesabaran, bahwa Allah tidak memberikan ujian yang menimpa melebihi batas kemampuan hamba-Nya.

Sebagaimana Firman Allah SWT dalam al-Quran: “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan  Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. At-Taghaabun [64] : 11).

Kemudian, Islam juga mengajarkan untuk berempati dengan berusaha memberikan bantuan kepada mereka yang terkena bencana. Ya, memberikan bantuan tanpa terhalangi oleh batas-batas negara. Apalagi di zaman sekarang, sudah banyak lembaga sosial yang membantu menyalurkan bantuan ke mancanegara. Tinggal kita saja yang harus memaksimalkannya untuk membantu korban bencana, agar mendapat pahala kebaikan dari Allah SWT.

Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwasalam bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling menyantuni adalah bagaikan satu tubuh; jika salah satu anggota tubuh merasakan sakit, niscaya seluruh anggota tubuh lainnya ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Maka, marilah kita tumbuhkan rasa simpati dan empati terhadap saudara yang terkena musibah, karena inilah sikap seorang mukmin. Sikap yang Allah perintahkan dalam al-Quran, dan sikap yang Rasulullah saw ajarkan kepada kita selaku umatnya. (CristyAz-Zahra)