Ucapan “Seandainya” Ketika Musibah

Dari Abu Hurairah ra beliau berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah. Namun keduanya memiliki kebaikan. Berlombalah untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirimu. Mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah merasa lemah. Jika engkau terkena sesuatu musibah, jangan berkata ‘Seandainya aku mengerjakan begini, tentu akan menjadi begini dan begitu.’ Tetapi katakanlah, ‘Ini adalah takdir Allah. Dan siapa saja yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan apa saja yang dikehendaki-Nya pasti terjadi.’ Karena sesungguhnya ucapan ‘seandainya’ membuka pintu masuknya godaan setan.” (HR. Imam Muslim).

Beberapa waktu lalu cucu saya tersiram air panas. Dan saya teringat hadis sahih ini. Bahwa terhadap suatu kejadian yang tidak kita ingini, janganlah kita mengucap kata “seandainya”, atau “gara-gara ini”, “coba tadi”, dan semacamnya. Karena kata-kata itu membuka pintu masuk setan.

Ucapan begitu hanya akan menambah kerumitan yang dihadapi. Kita bisa ribut dan saling menyalahkan. Dan kemungkinan apa yang sudah terjadi tadi dapat terabaikan, atau berlarut-larut tidak terselesaikan. Bagaimana dan apa pun kejadian yang tidak diingini itu, harus kita terima dengan mengucap “Ini adalah takdir-Nya”.

Harus diterima. Umpamanya sebuah genteng jatuh dan mengenai jidat. Kita tidak bisa mengeluh “Saya tidak terima”. Karena bukankah tanda terimanya sudah jelas? Benjol atau luka di kepala yang bisa dilihat orang-orang. Begitu dengan tangan yang melepuh tadi, dan lain-lain. Itu sudah takdir Allah swt. Jalani semuanya tanpa kata-kata “seandainya”.

Kemudian, jangan berhenti hanya pada menerima saja. Seperti pepatah “nasi sudah jadi bubur”, kita memang harus menerima dan rida terhadap bubur tersebut. Tetapi bukan berarti buburnya mesti dibuang. Carilah bahan dan bumbu lainnya sehingga menjadi bubur ayam spesial.

Yang tadi tangannya melepuh dibawa ke UGD, dan mungkin memang sudah rezeki mereka biaya pengobatannya. Begitu pula dengan, misalnya, mobil penyok. Tidak perlu meributkan bagian yang penyok itu. Lihat dan syukurilah bagian yang masih bagus, sambil memperbaiki yang rusak di bengkel. Karena mungkin sudah rezeki bengkel pula. Ambillah pelajaran atau hikmah dari setiap kejadian.

Allah Yang Mahamenentukan. Yakin saja kepada-Nya dalam segala hal. Yakin tidak akan pernah ada yang tertukar. Apa yang memang untuk kita, pasti bertemu atau terjadi. Begitu sebaliknya. Baik rezeki, jodoh, dan semuanya. Apa pun itu, sekali pun keberadaannya tampak jauh dari kita, jika Dia mengehendaki, pasti bakal datang menghampiri.

Termasuk kemuliaan. Kemuliaan bukan berasal dari pujian orang-orang. Tapi pemberian ketakwaan oleh Allah SWT. Orang yang bertakwa adalah orang yang tauhidnya paling bersih. Yakin serta patuh dan pasrah kepada-Nya. Semakin yakin, maka kepatuhan dan kepasrahan pun semakin dalam tertanam di setiap pikiran, perkataan dan perbuatan.

Orang yang bertakwa dan tauhidnya dalam, pasti yakin juga bahwa tidak ada sesuatu pun yang tertukar. Ia akan mudah menerima, menjalani dan menghadapi takdir. Pikirannya lebih positif, dan sanggup mengambil hikmah untuk melanjutkan episode-episode kehidupan berikutnya.

Dari Abu Darda ra dari Nabi saw beliau bersabda, “Bagi segala sesuatu ada hakikatnya. Dan seorang hamba Allah tidak akan dapat mencapai hakikat iman sehingga dia mengetahui bahwa apa yang menimpanya tidak akan meleset atau terlepas darinya. Dan apa yang terlepas darinya tidak akan dapat menimpanya.” (HR. Imam Ahmad dan Tabrani).

Tetapi wajib diingat bahwa ilmu yakin ini bukan berarti memperbolehkan pengabaian syariat. Rezeki misalnya, memang sudah diatur oleh Allah, tapi kita jangan diam saja. Kita tetap harus bergerak dan berupaya dengan cara yang baik dan halal. Perkara setelah berusaha ke sana-sini masih belum bertemu, kita harus tetap tenang karena Dia Mahamelihat.

Contoh lain, di perjalanan, sabuk pengaman maupun helm tetap harus dipakai karena Allah SWT sudah menakdirkan keduanya ada. Dan secara aturannya pun mengharuskan. Celaka atau tidak adalah takdir, itu jelas. Segala sesuatu memang Allah yang menentukan. Tetapi syariat mestilah sempurna sebagai amal saleh kita. Sekali pun nanti takdirnya celaka, maka amal saleh itu sudah dicatat di sisi-Nya. (KH Abdullah Gymnastiar)

Sumber Foto : Muadz.com