Mesin Absensi Manual yang Tetap Diminati

Namanya checklock. Biasa juga disebut ceklok atau jeglok, menyesuaikan dengan lafaz atau pengucapan khas orang Indonesia ketika menyebut suatu kata dari bahasa Inggris. Bahkan mesin absensi manual ini tidak jarang dinamakan mesin amano. Merujuk pada merk amano yang kadung dianggap sebagai brand dari mesin tersebut.

Apa pun nama mesin ini disebut, mesin checklock ternyata telah digunakan sejak dua abad silam. Menggantikan sistem absensi pada karyawan yang sebelumnya hanya mengandalkan pencatatan pada kertas atau buku absensi. Meski kini telah berkembang sistem absensi baru yang lebih canggih, namun mesin checklock tidak seratus persen ditinggalkan.

Peminat maupun penggunanya tetap masih banyak, terutama dari perusahaan-perusahaan yang beranggapan lebih efisien menggunakan mesin tersebut untuk mencatat kehadiran karyawannya. Lazimnya perusahaan yang baru saja berdiri, belum punya modal besar, dan jumlah karyawannya masih sedikit, memilih menggunakan mesin absensi checklock. Daripada membeli mesin absensi terkini yang harganya pasti mahal, perusahaan-perusahaan itu lebih memilih mesin checklock yang harganya tergolong terjangkau.

Alasan efisiensi anggaran boleh dibilang masuk akal, karena harga pasaran checklock saat ini berkisar satu hingga empat jutaan. Tergantung pada kualitas bahan, ketahanan dari mesin absensi tersebut, dan jenis merknya. Kalau pun rusak, spare part atau bagian-bagian dari mesin masih banyak dijual, sehingga proses perbaikannya tidak jadi masalah. Jika hendak membeli mesin ini pun termasuk mudah. Tidak hanya secara offline, tapi juga online. Banyak situs-situs penjualan mesin checklock yang menawarkan harga bervariasi.

Selain perusahaan kecil atau yang baru saja berdiri, tidak jarang perusahaan menengah juga menggunakan mesin checklock. Yakni perusahaan yang karyawannya digaji harian atau borongan, seperti perusahaan gula atau furniture. Bagi perusahaan tersebut, lebih mudah dan praktis menggunakan mesin absensi manual yang tidak membutuhkan proses pendaftaran atau input data karyawan terlebih dahulu.

Tampilan dan Cara Kerja Mesin Checklock

Mesin absensi manual atau checklock ini pada awalnya terbuat dari bahan kayu. Karena dianggap kurang praktis dan kayu yang semakin sulit didapat, mesin checklock kini mayoritas terbuat dari plastik. Selain lebih ringan, checkclock berbahan plastik ini juga awet digunakan. Tidak seperti checklock dari kayu yang mudah lapuk atau rusak ketika tanpa sengaja terjatuh.

Selain bahan, nyaris tidak ada perubahan dari mesin absensi ini. Tampilan mesin checklock masih berupa slot atau lobang untuk memasukkan kartu, dan jam analog yang menampilkan waktu pada saat itu. Lalu, ada peralatan tambahan yang biasanya jadi satu paket dengan mesin checklock, yakni kartu absensi (kartu clock in dan clock out) dari kertas beserta raknya. Terkadang juga dijual pita cadangan untuk mengganti pita yang ada di mesin checklock jika dirasa kualitas cetakannya sudah memudar.

Adapun cara penggunaannya, karyawan yang sudah memiliki kartu absensi memasukkan kartu tersebut ke mesin checklock saat hadir dan pulang kerja. Begitu pun ketika lembur atau tugas di luar jam kerja. Ketika kartu dimasukkan, mesin secara otomatis akan mencetak waktu pada saat itu (real time). Yakni waktu yang tertera pada jam analog di mesin checklock.

Kekurangan Mesin Checklock

Ada alasan mendasar mengapa mesin checklock keberadaannya mulai tergantikan oleh mesin absensi modern yang berbasis digital atau biometrik. Alasan tersebut ada pada kekurangan dari mesin ini. Meski kehadiran mesin checklock sangat membantu proses absensi yang sebelumnya menggunakan lembaran kertas atau buku absen, namun checklock punya kekurangan-kekurangan pada sistem kerja mesin absensi manual tersebut.

Apa saja kekurangan pada mesin checklock? Berikut ini akan dikupas satu persatu:

  1. Kurang praktis dan efisien.

Walaupun cara absensi ini menggunakan mesin, namun prosesnya masih dilakukan secara manual. Proses manual ini dimulai dari menginput data karyawan ke dalam kartu absensi, lalu proses manual dari karyawan tersebut setiap hendak absen, dan proses manual merekap data dari kartu absensi karyawan setiap waktu-waktu tertentu. Jadi, berbeda dengan mesin absensi yang telah menggunakan teknologi digital, yang mana data dari mesin absensi sudah bisa langsung diolah di komputer, sehingga bersifat praktis dan efisien.

Apalagi semua proses manual itu sebanding dengan waktu yang relatif lama. Terutama pada saat merekap data yang membutuhkan waktu paling lama. Jika jumlah karyawan tidak terlalu banyak, mungkin waktu yang diperlukan tidaklah lama. Tapi bayangkan jika jumlah karyawannya di atas 50 orang atau mencapai angka ratusan. Bisa menghabiskan waktu berhari-hari hanya untuk merekap data absensi karyawan. Kalau pun hendak memangkas waktu perekapan, maka perusahaan harus menambah jumlah orang yang bertugas merekap data tersebut. Ini artinya menambah biaya operasional dan dihitung sebagai beban perusahaan. Pilihan yang jauh dari pertimbangan efisiensi dari sudut pandang keuangan.

Belum lagi dengan kemungkinan kesalahan ketika merekap data absensi karyawan. Hal ini sangat mungkin terjadi karena proses merekap itu selain menguras tenaga, juga membutuhkan kecermatan. Apabila data yang harus direkap berjumlah banyak, rentan terjadi kesalahan disebabkan menurunnya tingkat kecermatan seiring dengan kelelahan yang bertambah.

  1. Rawan kecurangan.

Mesin absensi manual sangat rentan dengan praktik ‘titip absen’ yang dilakukan oleh karyawan, yakni mereka yang kurang jujur dan tidak disiplin. Praktik ini dapat dilakukan karena informasi kehadiran karyawan hanya dilihat dari waktu yang tercetak pada kartu absensi. Artinya, bisa saja ada karyawan yang meminta tolong temannya sesama karyawan untuk memasukkan kartu tersebut ke mesin checklock tanpa ia sendiri yang melakukannya.

Apalagi mesin checklock biasanya ditempatkan dekat pintu masuk kantor atau gedung perusahaan tanpa ada yang ditugaskan mengawasinya. Kondisi ini membuka kemungkinan praktik ‘titip absesn’ mudah dilakukan. Jika praktik kecurangan ini sering dilakukan dan akhirnya jadi kebiasaan, tentu tujuan utama dari adanya mesin absensi manual jadi tidak tercapai.

  1. Tidak ramah lingkungan.

Yang dimaksud tidak ramah lingkungan bukan berati mesin checklock menimbulkan polusi berbahaya atau sejenisnya. Tapi, yang dimaksud dengan tidak ramah lingkungan disini adalah mesin checklock menghabiskan banyak kertas. Kertas-kertas tersebut digunakan sebagai kartu absensi yang setiap waktu tertentu, biasanya setiap akhir bulan harus diganti dengan kartu baru. Hitung saja berapa jumlah kertas setiap bulannya pada perusahaan dengan jumlah karyawan mencapai ratusan.

Nah, kertas tidak terpakai setiap akhir bulan inilah yang membuat mesin checklock dikategorikan tidak ramah lingkungan. Selain menghasilkan sampah, kertas dari mesin absensi tersebut juga dapat dikatakan sebagai pemborosan. Perusahaan harus menganggarkan setiap bulannya untuk membeli kertas, yang kemudian harus dibuang dan kembali diganti dengan kertas baru.

Meskipun mesin absensi manual atau checklock ini punya kekurangan, tapi peminatnya selalu ada. Melintas zaman dan generasi walau mesin-mesin absensi berbasis digital dan biometrik kini lebih sering digunakan. (daaruttauhiid)

sumber foto: hadirr.com