Bolehkah Seorang Wanita Menjadi Khatib Jumat?

DAARUTTAUHIID.ORG | Beberapa waktu yang lalu sempat ramai mengenai pendapat bagaiamana seorang wanita menjadi khotib jum’at. Pendapat banyak tersebut banyak menuai kontra dari umat muslim pada umumnya, karena sesuatu yang tidak dianggap lumrah.

Menurut  pendapat para ulama menyampaikan bahwa perempuan tidak diwajibkan atas perempuan untuk melaksanakan shalat Jumat menurut ijma` ulama. Namun apakah diperbolehkan perempuan melaksanakan shalat jumat? Maka jika perempuan mengikuti shalat Jumat, maka shalatnya sah menurut ijma` ulama.

Pertanyaannya ialah bagaimana hukumnya jika seorang perempuan menjadi khatib shalat Jumat? Apakah shalat Jumat tersebut memenuhi syarat sah? Jika merujuk pada pendapat pandangan imam mazhab maka kita akan menemukan beberapa keterangan, di antaranya ialah:

Berdasarkan pendapat madzhab Hanafi khatib mesti laki-laki.  Perempuan tidak memiliki kelayakan dalam mengimami shalat Jumat, karena tidak boleh mengimami laki-laki.

Sedangkan dalam Madzhab Maliki menyampaikan, bahwa khatib dan imam dalam shalat Jum`at satu orang kecuali udzur. Sedangkan syarat imam shalat Jumat sebagaimana syarat imam pada shalat-shalat lainnya, di mana disyaratkan laki-laki, untuk mengimami laki-laki.

Sedangkan dalam Madzhab Hanbali menegaskan bahwa khatib jumat haruslah laki-laki. Perempuan tidak sah jika mengimami shalat Jumat. Al Buhuti juga menyatakan, ”Maka tidak sah khutbah jumat bagi siapa yang tidak wajib atasnya melaksanakan shalat Jumat, seperti  hamba dan musafir”.

Demikian juga dalam konteks perempuan, karena tidak diwajibkan atasnya menunaikan shalat Jumat maka tidak diperbolehkan menjadi khatib. Sebab itulah bagi madzhab Hanbali perempuan tidak sah untuk menjadi khatib Jumat.

Senada juga dengan MUI (majlis ulama Indonesia) memutuskan bahwa khutbah jumat oleh khatib perempuan hukumnya tidak sah.  Keputusan tersebut tercantum dalam Fatwa 38/2023 yang diumumkan Ketua MUI dalam Bidang Fatwa. Hal ini dikeluarkan ditengah kontraversi salah satu pengurus pesatren Al-zaitun yang menyampaikan diperbolehkan perempuan menjadi khatib jumat.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwasannya shalat Jumat tidak sah jika pengkhutbahnya perempuan berdasarkan kesepakatan ulama empat madzhab.