Apakah Sah Jual-Beli Melalui Digital Dalam Perspektif Islam?

DAARUTTAUHIID.ORG | Perkembangan teknologi digital telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal transaksi jual beli. Dulu akad jual beli dilakukan secara langsung, kini proses tersebut dapat dilakukan secara daring (online) melalui berbagai platform digital seperti marketplace, aplikasi e-commerce, hingga media sosial.

Hal ini memunculkan pertanyaan penting: bagaimana hukum ijab qabul jual beli dalam sistem digital menurut pandangan Islam? Dalam fiqih muamalah, ijab qabul merupakan unsur pokok dalam akad (perjanjian).

  • Ijab adalah pernyataan menawarkan jual beli, biasanya dari penjual, seperti “Saya jual barang ini seharga sekian.”
  • Qabul adalah penerimaan dari pihak pembeli, seperti “Saya beli dengan harga tersebut.”

Kedua pernyataan ini menunjukkan kerelaan (ridha) antara dua pihak dan menjadi syarat sahnya akad. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”
(QS. An-Nisa: 29)

Ayat ini menegaskan bahwa prinsip utama dalam transaksi jual beli adalah adanya kerelaan kedua belah pihak, bukan bentuk ijab qabul secara lisan semata.

Dalam konteks jual beli digital, akad tidak dilakukan secara tatap muka. Namun, interaksi antara penjual dan pembeli tetap terjadi melalui media elektronik. Misalnya, penjual menawarkan barang di marketplace, pembeli menekan tombol “Beli”, lalu melakukan pembayaran melalui transfer atau aplikasi pembayaran digital.

Secara fiqih, tindakan pembeli menekan tombol “Beli” dan melakukan pembayaran merupakan bentuk qabul (penerimaan) terhadap ijab (penawaran) yang dilakukan oleh penjual secara digital. Maka, walaupun tidak ada ucapan lisan, akad tetap sah karena telah terpenuhi unsur:

  • Ada penjual dan pembeli (pihak yang berakad)
  • Ada barang dan harga yang jelas,
  • Ada ijab dan qabul yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak.

Dengan demikian, jual beli digital diperbolehkan dalam Islam selama memenuhi rukun dan syarat akad serta tidak mengandung unsur yang diharamkan seperti gharar (ketidakjelasan), riba, dan penipuan.

Meskipun diperbolehkan, Islam menekankan pentingnya kejujuran dan tanggung jawab moral dalam transaksi daring. Penjual harus menampilkan informasi yang benar mengenai produk, tidak melebih-lebihkan atau menyembunyikan cacat barang. Sebaliknya, pembeli juga harus melakukan pembayaran dengan tepat dan tidak membatalkan secara sepihak setelah akad sah terjadi.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar (memilih untuk melanjutkan atau membatalkan transaksi) selama mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan (keadaan barang), maka keduanya diberkahi dalam jual belinya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)