Aa Gym: Tingkatan Iman Menurut Imam al-Ghazali
DAARUTTAUHIID.ORG | Iman adalah cahaya yang menuntun langkah seorang mukmin. Ia menjadi kekuatan untuk bertahan dalam kesulitan, sabar menghadapi cobaan, dan teguh meskipun dihujani cacian. Selama iman masih terpatri dalam hati, seorang Muslim akan tetap memiliki harapan.
Imam al-Ghazali, seorang ulama besar dalam sejarah Islam, menjelaskan bahwa iman manusia memiliki tingkatan. Menurutnya, ada enam tingkatan iman yang bisa menjadi cermin bagi kita untuk mengukur sejauh mana kualitas keyakinan kita kepada Allah.
Pertama, Iman Karena Kecenderungan Hati
Tingkatan pertama adalah iman yang lahir dari kecenderungan hati. Misalnya, seseorang mendengar ceramah tentang Allah yang Mahakuasa dan Maha Penyayang. Karena hatinya sedang berharap pertolongan, ia pun percaya dan berdoa.
Kedua, Iman Berdasarkan Dalih Lemah
Pada tingkat kedua, iman seseorang didasarkan pada dalih yang lemah, bukan dalil yang kokoh. Ia baru percaya setelah mendengar kisah nyata dari orang lain, misalnya ada seorang tukang bubur yang rajin shalat lalu doanya terkabul.
Ketiga, Iman Berdasarkan Kepercayaan pada Pembawa Kabar
Tingkatan ketiga adalah iman karena percaya pada pembawa kabar, misalnya seorang ulama yang dipercaya sebagai sosok jujur dan tidak dusta. Ia yakin karena kepribadian penyampai kabar tersebut.
Keempat, Iman Berdasarkan Dalil yang Bersifat Umum
Pada tingkatan keempat, iman lahir dari dalil-dalil yang dipakai banyak orang, meski masih menyisakan keraguan. Misalnya, keyakinan bahwa Allah menciptakan manusia beragam agar bisa saling mengenal.
Kelima, Iman Berdasarkan Dalil yang Kuat
Tingkatan kelima adalah iman yang dibangun atas dalil-dalil kuat, baik secara agama maupun ilmiah. Pada tahap ini, hampir tidak ada keraguan yang tersisa.
Orang dengan iman tingkat ini beramal bukan lagi untuk sekadar pahala, tetapi demi surga. Misalnya, ketika ia kehilangan kesempatan bersedekah, ia bersedih bukan karena kehilangan pahala, tetapi karena kehilangan langkah menuju surga.
Keenam, Iman Sepenuh Hati – Puncak Keyakinan
Inilah tingkatan iman yang tertinggi. Pada tahap ini, keyakinan seseorang sudah sepenuh hati, kokoh, tidak bisa digoyahkan oleh apapun.
Seluruh amal, doa, dan pengorbanannya tidak lagi demi surga semata, melainkan demi ridha dan cinta Allah. Harapannya hanyalah bisa berjumpa dengan Allah kelak di akhirat. Rasa harap, takut, sabar, syukur, dan ikhlasnya semuanya bermuara pada satu tujuan: bertemu dengan Allah, Sang Maha Pengasih. Inilah puncak kebahagiaan yang hakiki.
Dari enam tingkatan iman tersebut, kita bisa bertanya pada diri sendiri: sudah sampai di manakah iman kita? Pertanyaan ini bukan untuk menilai orang lain, melainkan untuk introspeksi pribadi.
Karenanya, mari kita berjuang bersama-sama untuk terus meningkatkan iman, dari tingkatan yang sederhana hingga mendekati puncaknya. Sebab, imanlah pegangan utama yang akan menyelamatkan kita, di dunia maupun di akhirat. (KH. Abdullah Gymnastiar)