Tausyiah Aa Gym: Rezeki Tidak Hanya Berbentuk Materi

DAARUTTAUHIID.ORG | Sering kali ketika mendengar kata rezeki, pikiran kita langsung tertuju pada uang, harta, atau hal-hal yang bersifat materi. Padahal, dalam pandangan Islam, rezeki memiliki makna yang jauh lebih luas. Karena itu, setiap nikmat yang datang hendaknya kita syukuri, sekecil apa pun bentuknya.

Tidak semua rezeki dapat diukur dengan angka atau dilihat dengan mata. Banyak rezeki yang justru bersifat non-materi, tetapi nilainya amat besar. Salah satunya adalah ketika Allah masih menutupi aib kita. Betapa besar karunia itu, bayangkan jika setiap kesalahan dan keburukan kita disingkap di hadapan manusia, niscaya tak ada seorang pun yang mau menghampiri kita. Maka, ditutupinya aib oleh Allah merupakan nikmat luar biasa yang sering terlupakan.

Namun, jika suatu saat Allah menyingkap sebagian dari aib kita, itu pun bukan berarti keburukan. Bisa jadi, Allah ingin menegur dan menyadarkan kita agar segera bertobat, agar hati ini tidak terus lalai dalam dosa. Bahkan ketika Allah membuka aib, biasanya hanya sedikit saja dari sekian banyak yang masih disembunyikan oleh-Nya — bukti bahwa kasih sayang-Nya begitu besar.

Allah menciptakan siang dan malam juga sebagai bentuk rezeki. Siang hari menjadi waktu untuk bekerja, berkreasi, dan beraktivitas mencari nafkah. Sementara malam diciptakan sebagai waktu untuk beristirahat, menenangkan diri, dan berkumpul bersama keluarga. Pergantian siang dan malam adalah sistem sempurna yang menghadirkan keseimbangan dalam hidup manusia sebuah nikmat yang sering kita anggap biasa.

Hakikat rezeki tidak terbatas pada harta. Segala sesuatu yang bermanfaat dan halal bagi manusia adalah rezeki dari Allah Ta’ala: pakaian yang menutupi aurat, makanan yang menyehatkan, tempat tinggal yang memberi kenyamanan, bahkan pasangan hidup serta anak-anak yang menenangkan hati semuanya termasuk rezeki.

Lebih dari itu, kesehatan, pendengaran, penglihatan, serta keselamatan dari marabahaya adalah rezeki besar yang sering tidak disadari. Allah telah menetapkan porsi rezeki bagi setiap manusia bahkan sejak ia masih berupa janin berusia 120 hari dalam kandungan ibunya. Artinya, setiap kita memiliki takaran rezeki yang pasti, sesuai hikmah dan keadilan Allah.

Mensyukuri rezeki tidak cukup hanya dengan ucapan “Alhamdulillah” atau “Asy-syukru lillah”. Syukur sejati harus terlihat dalam tindakan nyata dengan terus berbuat baik, menjaga ibadah, menghargai nikmat, serta menggunakan setiap anugerah Allah untuk kebaikan.

Orang yang pandai bersyukur akan selalu merasa cukup, sebab ia memahami bahwa setiap napas, setiap detak jantung, dan setiap kesempatan untuk berbuat baik adalah bagian dari rezeki Allah.

Rezeki bukan hanya tentang seberapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa besar rasa syukur kita terhadap apa yang diberikan. Karena sesungguhnya, rezeki tidak selalu datang dalam bentuk yang kita minta, melainkan dalam bentuk yang paling kita butuhkan.

Maka, marilah kita mensyukuri setiap karunia Allah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi karena di sanalah letak ketenangan hati dan keberkahan hidup.