Manajemen Sakit Hati

Hampir setiap orang tentu pernah mengalami sakit hati dalam hidupnya. Baik itu di keluarga, berteman, maupun bermasyarakat. Sebagaimana sifat sedih dan gembira, rasa yang satu ini adalah kewajaran dalam hidup manusia. Apalagi, mengingat manusia adalah mahluk sosial, yang dalam setiap interaksinya tidak lepas dari kekhilafan.

Sebab-sebab datangnya perasaan ini pun bermacam-macam. Dari masalah sepele hingga masalah besar, dapat menjadi pemicunya. Misalnya berawal dari perbedaan pendapat, adanya konflik atau ketidakcocokan, hingga iri dan dengki. Jika perasaan ini dibiarkan terlalu lama bercokol dalam hati, maka tidak sehatlah hati itu. Pemiliknya pun akan stres dan jauh dari keceriaan. Lebih jauh lagi, hal itu bisa menjauhkan manusia dari Rabb-Nya. Na’udzubillaahi mindzaalik.

Bagaimana mengelola rasa sakit hati agar tidak membuahkan dosa dan azab-Nya bagi kita sendiri? Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan kiat-kiat tersendiri yang dapat menjadi penawar bila diamalkan. Apa sajakah itu?

1. Muhasabah (koreksi diri).

Sebelum kita menyalahkan orang lain, seharusnya kita melihat diri sendiri. Bisa jadi kita merasa tersakiti oleh orang lain, padahal ia tak bermaksud menyakiti. Cobalah bertanya pada diri sendiri, mengapa orang tersebut sampai bersikap demikian. Jangan-jangan kita sendiri yang telah membuat kesalahan.

2. Menjauhkan diri dari sifat iri, dengki, dan ambisi.

Iri, dengki, dan ambisi adalah celah yang menjadi pintu bagi syetan untuk memasuki hati manusia. Ambisi yang berlebihan dapat membuat seseorang buta dan tuli. Jika tidak dilandasi iman, seorang yang ambisius cenderung akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ambisinya.

Demikian sifat iri dan dengki. Sifat ini berasal dari kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat materi, kehormatan, dan pujian. Manusia tidak akan tenang jika dalam hatinya ada sifat ini. Manusia juga tak akan pernah bisa bersyukur karena selalu merasa kurang. Ia selalu memandang ke atas, dan seolah tidak rela melihat orang lain memiliki kelebihan atas dirinya. Maka hapuslah terlebih dahulu sikap cinta dunia, sehingga dengki pun sirna.

Rasulullah bersabda, Tidak boleh dengki kecuali kepada dua orang. Yaitu orang yang diberi harta oleh Allah, kemudian memenangkannya atas kerakusannya di jalan yang benar. Dan orang yang diberi hikmah oleh Allah, kemudian memutuskan persoalan dengannya dan mengajarkannya. (HR. Bukhari).

3. Menjauhkan diri dari sifat amarah dan keras hati.

Jika marah telah timbul dalam hati manusia, maka kadang manusia bertindak tanpa pertimbangan akal. Jika akal sudah melemah, tinggallah hawa nafsu. Dan syetan pun semakin leluasa melancarkan serangannya, lalu mempermainkan diri manusia. Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyebutkan bahwa Iblis pernah berkata, “Jika manusia keras hati, maka kami bisa membaliknya sebagai anak kecil yang membalik bola.”

4. Menumbuhkan sifat pemaaf.

Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Demikian firman Allah dalam al-Quran Surah al-A’raf [7]: 199. Allah Sang Khaliq saja Maha Pemaaf terhadap hamba-Nya. Tak peduli sebesar gunung atau sedalam lautan kesalahan seorang hamba, jika ia bertobat dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan membukakan pintu maaf selebar-lebarnya. Kita sebagai manusia yang lemah, tidak sepantasnya berlaku sombong dengan tidak mau memaafkan kesalahan orang lain sebelum ia meminta maaf. Insya Allah dengan begitu, hati akan lebih terasa lapang.

Rasulullah bersabda, Bertakwalah kepada Allah di mana engkau berada, tindak lanjutilah kesalahan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik. (HR. Hakim dan at-Tirmidzi) .

5. Husnudzon (berprasangka baik).

Allah berfirman, “Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (QS. al-Hujurat [49]: 12).

Adakalanya seorang muslim berburuk sangka terhadap seorang muslim lainnya sehingga ia melecehkan saudaranya. Ia mengatakan yang macam-macam tentang saudaranya, dan menilai dirinya lebih baik. Tentu, itu adalah hal yang tidak dibenarkan. Akan tetapi, hendaknya setiap
muslim harus mawas diri terhadap titik-titik rawan yang sering memancing tuduhan, agar orang lain tidak berburuk sangka kepadanya.

6. Menumbuhkan sikap ikhlas.

Ikhlas adalah kata yang ringan diucapkan, tetapi berat dilakukan. Orang yang ikhlas
dapat meniatkan segala tindakannya kepada Allah. Ia tidak memiliki pamrih yang bersifat duniawi. Apabila Allah mengujinya dengan kenikmatan, maka ia bersyukur. Bila Allah mengujinya dengan kesusahannya pun, ia bersabar. Ia selalu percaya Allah senantiasa memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Orang yang ikhlas lebih mudah mengelola hatinya untuk selalu menyerahkan segalanya hanya kepada Allah. Hanya kepada-Nyalah ia menggantungkan harapan.

Jika kita sedang dilanda sakit hati, cobalah amalkan kiat-kiat ini. Insya Allah beban hati akan berkurang. Dada pun terasa lapang. Wallahu ‘alam bishawab. (daaruttauhiid)