Hukum Mengambil Keuntungan Besar dalam Bisnis dalam Perspektif Islam
DAARUTTAUHIID.ORG | Di pasar tradisional maupun toko modern, para pedagang dan pelaku usaha sering bergulat dengan pertanyaan yang sama yaitu apakah boleh mengambil keuntungan besar dalam berjualan?
Dalam ajaran Islam, pada dasarnya tidak ada ketentuan yang secara eksplisit membatasi seberapa besar keuntungan yang boleh diambil. Tidak ada angka tertentu sebagai batas maksimal, tidak ada persentase baku yang harus ditaati.
Prinsip dasar muamalah dalam Islam justru memberi kelonggaran: segala bentuk transaksi diperbolehkan selama tidak ada dalil yang melarangnya. Dengan kata lain, besar atau kecilnya keuntungan bukanlah masalah yang menjadi penting adalah cara mendapatkannya.
Ajaran Islam menekankan bahwa setiap transaksi harus berlandaskan pada kerelaan kedua belah pihak. Selama pembeli mengetahui harga, memahami kondisi barang, dan menerimanya tanpa paksaan, maka keuntungan berapa pun tetap sah.
Keuntungan menjadi terlarang ketika diperoleh dari tindakan yang merugikan atau menekan orang lain. Misalnya, menaikkan harga secara ekstrem dalam situasi darurat, memonopoli barang demi memainkan harga, atau menjual barang dengan informasi yang menipu. Praktik semacam itu tidak hanya dilarang, tetapi juga merusak keberkahan rezeki.
Dalam praktik sehari-hari, banyak pelaku usaha mengambil keuntungan besar secara wajar dan tetap halal. Produk seni, kerajinan tangan, layanan premium, atau barang impor dengan biaya operasional tinggi semuanya bisa memiliki margin besar selama pembeli memahami nilainya. Justru kreativitas, kualitas, dan pelayanan sering kali menjadi alasan sah mengapa sebuah produk bernilai tinggi.
Sebaliknya, keuntungan yang diperoleh melalui tekanan atau manipulasi tidak pernah diterima dalam ajaran Islam. Menjual kebutuhan pokok dengan harga berkali lipat saat terjadi bencana, atau memanfaatkan keterdesakan seseorang untuk menambah margin, termasuk bentuk kezhaliman dalam perdagangan.
Pada akhirnya, inti ajaran Islam dalam bisnis bukan sekadar tentang angka keuntungan, melainkan tentang nilai-nilai yang mengiringinya. Jujur, transparan, tidak memanfaatkan kesulitan orang lain, dan selalu menjaga amanah, semua itu menjadi penentu apakah rezeki yang diperoleh membawa ketenangan atau justru kegelisahan.
Keuntungan besar tetap diperbolehkan, akan tetapi harus dilandasi dengan nilai-nilai kejujuran tanpa merugikan orang lain. Harga yang ditawarkan sesuai dengan harga yang didapat oleh orang lain.
