Islam Melarang Menimbun Barang dalam Praktek Bisnis

DAARUTTAUHIID.ORG | Dalam ajaran Islam, aktivitas ekonomi tidak hanya dipandang sebagai upaya mencari keuntungan, tetapi juga sebagai sarana menjaga keadilan, kemaslahatan, dan keseimbangan sosial.

Salah satu praktik yang mendapat perhatian serius dalam Islam adalah menimbun barang (ihtikar), yaitu menyimpan barang kebutuhan masyarakat dengan tujuan menaikkan harga dan meraih keuntungan berlebih.

Secara istilah, ihtikar adalah tindakan sengaja menahan atau menyimpan barang, terutama kebutuhan pokok, ketika masyarakat sangat membutuhkannya, dengan maksud menjualnya kembali saat harga melonjak. Praktik ini bukan sekadar persoalan bisnis, melainkan menyentuh aspek moral dan kemanusiaan karena berdampak langsung pada kehidupan orang banyak.

Islam dengan tegas melarang segala bentuk perbuatan yang menimbulkan mudarat bagi masyarakat. Salah satu dalil yang menjadi dasar larangan menimbun barang adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Tidaklah seseorang menimbun barang kecuali ia adalah orang yang berdosa.” (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa menimbun barang bukan hanya tindakan yang tidak etis, tetapi juga perbuatan dosa karena merugikan kepentingan umum. Praktik ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan kasih sayang yang menjadi ruh muamalah dalam Islam.

Menimbun barang dapat menyebabkan kelangkaan, lonjakan harga, dan penderitaan bagi masyarakat, terutama kelompok miskin. Dalam kondisi krisis atau kebutuhan mendesak, tindakan ini memperlebar kesenjangan sosial dan menciptakan ketidakadilan ekonomi. Islam sangat menentang segala bentuk eksploitasi atas penderitaan orang lain demi keuntungan pribadi.

Perilaku menimbun dan menyimpan sesuatu yang berbeda dalam Islam. Menyimpan barang untuk kebutuhan pribadi, keluarga, atau kelangsungan usaha dalam batas wajar tidak dilarang. Yang dikecam adalah penyimpanan barang secara berlebihan dengan niat memanfaatkan kelangkaan demi keuntungan yang tidak adil dan merugikan masyarakat luas.