Bahaya Sombong

Saudaraku, kebalikan dari tawadhu adalah kesombongan. Allah SWT tidak menyukai kesombongan. Inilah penyakit yang menyebabkan Allah murka kepada Iblis, manakala ia menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Iblis membangkang perintah Allah dengan berkata, “Engkau menciptakan aku dari api, sedangkan ia (nabi Adam) dari tanah!” Iblis merasa dirinya jauh lebih mulia dari Nabi Adam, sehingga merasa tak pantas untuk bersujud kepadanya.

Kisah kesombongan Iblis ini Allah abadikan di dalam al-Quran melalui firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: ‘Bersujudlah kamu kepada Adam,’ maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman: ‘Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?’ Iblis menjawab, ‘Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.’” 

Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” Iblis menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.” 

Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.” Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” 

Allah berfirman: “Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi Neraka Jahannam dengan kamu semuanya.” (QS. al-A’raf [7]: 11-18) 

Kesombongan adalah salah satu karakter iblis. Ia merasa dirinya lebih utama, lebih hebat, lebih baik, lebih kuat, lebih mulia hanya karena ia diciptakan dari api, sedangkan Nabi Adam diciptakan dari tanah. Bagi orang yang sombong, alasan kecil pun bisa menjadi besar akibat rasa gengsi untuk menerima kebenaran. Orang yang sombong sulit menerima kebenaran karena hatinya telah dibutakan hawa nafsunya yang ingin dipuji, disanjung, dan dimuliakan.

Padahal sikap yang demikian sebenarnya adalah tanda dari kehinaan dirinya sendiri. Ia ingin dipandang tinggi padahal ternyata sesungguhnya ia rendah. Ia ingin dipandang mulia padahal sesungguhnya ia hina. Kesempatan memperbaiki menjadi tertutup karena ia dibutakan oleh hawa nafsunya sendiri, sehingga tidak bisa melihat jalan yang lurus. Dan, ia pun tersesat. Na’udzubillaahi mindzalik! 

Rasulullah saw bersabda, “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim)

Saudaraku, sungguh merugi orang yang membiarkan hatinya diselimuti dengan kesombongan. Bagaimana mungkin kita berhak sombong, sedangkan kita adalah makhluk yang lemah, tiada berdaya, yang awalnya tercipta dari saripati tanah, ke mana-mana membawa—mohon maaf— kotoran, dan mati lalu dikembalikan ke dalam tanah. Sungguh tak pernah ada alasan yang membuat kita selaku makhluk untuk sombong.

Apa pun yang kita miliki, lembaran kain yang kita kenakan, makanan yang kita nikmati, tiada lain adalah berasal dari kemurahan Allah SWT kepada kita. Jantung kita berdegup setiap saat sehingga membuat kita tetap hidup sampai saat ini, padahal tidak mampu kita kendalikan degupnya, tiada lain adalah atas kekuasaan Allah.

Tidak ada orang yang mendapatkan kesuksesan jika di hatinya terdapat kesombongan. Seorang pemimpin tidak akan sukses memimpin timnya kalau mendapatkan keberhasilan maka ia senang meninggikan dirinya sendiri di hadapan anak buahnya, seolah keberhasilan itu adalah berkat dirinya tanpa ada bantuan orang lain. Pemimpin yang demikian tak akan dicintai anak buahnya, tak akan mampu membangun teamwork yang solid. Sebaliknya, ia justru sedang membawa dirinya sendiri kepada kehancuran.

Allah tidak menyukai hamba-Nya yang menyombongkan diri. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.(QS. Luqman [31]: 18)

Dalam ayat yang lain, Allah berfirman, “..Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.(QS. an-Nahl [16]: 23)

Marilah kita ingat-ingat kembali beberapa kisah orang terdahulu yang celaka akibat kesombongan dirinya sendiri. Ingatkah kita pada kisah Qarun? Sepupu dari Nabi Musa ini awalnya adalah orang yang sederhana saja. Sampai suatu saat ia meminta kekayaan kepada Allah, dan permintaan itu dikabulkan sebagai ujian baginya. Namun, Qarun tak mampu menghadapi ujian tersebut. Ia menjadi sombong dan tak mau menerima petunjuk dari Nabi Musa. Qarun mengatakan harta kekayaan yang ia miliki tiada lain adalah buah dari kecerdasan dan keterampilannya sendiri. Ia pun berjalan di muka bumi dengan tinggi hati. Kemudian, Allah menenggelamkannya ke dalam bumi beserta harta kekayaannya.   

Dan, ingatkah kita kepada Firaun? Seorang manusia yang Allah SWT karuniai kekuasaan, namun ia takabur dan menolak kebenaran yang disampaikan Nabi Musa. Bahkan lebih parah lagi, Firaun mendeklarasikan dirinya sebagai Tuhan yang wajib disembah oleh rakyatnya.

Allah SWT berfirman, Maka dia (Firaun) mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (seraya) berkata: ‘Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.’” (QS. an-Naazi’at [79]: 23-24)

Kemudian, Firaun merasakan akibat dari kesombongannya itu. Ia tenggelam di Laut Merah. Jasadnya utuh hingga saat ini, sebagai peringatan bagi kita dan umat manusia hingga akhir zaman tentang bahaya kesombongan.

Ada yang sombong karena kekuasaan. Ada yang sombong karena harta kekayaan. Ada yang sombong karena latar belakang. Ada pula yang sombong karena kecerdasan. Semua kesombongan tersebut tiada lain sebagai bentuk pengingkaran kepada nikmat Allah.

Saudaraku, adakah yang melebihi keutamaan Rasulullah saw? Jika berbicara mengenai jabatan, adakah jabatan yang melebihi kedudukan Rasulullah? Beliau adalah manusia paling mulia, menjadi rujukan bagi siapa saja. Tetapi, tak ada secuil kesombongan di dalam hatinya. Akhlak beliau adalah al-Quran. Beliaulah puncaknya ketawadhuan.

Rasulullah tidak melihat orang lain lebih rendah dari dirinya. Jika ada orang lain memanggilnya, meski hanya menyebut namanya tanpa menyebut “Nabi”, maka beliau akan menoleh tidak hanya dengan kepalanya, melainkan dengan sekujur badannya. Jika bersalaman dengan sahabatnya, maka Rasulullah tak akan melepaskan genggeman tangannya lebih dahulu dari sahabatnya.

Jika mendapatkan undangan, baik dari orang kaya maupun dari seorang fakir miskin, maka beliau memenuhinya. Rasulullah saw menyalami anak kecil, menjahit bajunya sendiri, menambal sandalnya sendiri. Apakah itu mengurangi kemuliaan Rasulullah? Sama sekali tidak. Justru semakin menambah kemuliaannya.

Kesombongan yang tidak ditobati akan semakin mendarah daging dan menjadi karakter. Kalau sudah begini, maka sangat sulit memperbaikinya. Dan, semakin berbahaya bagi siapa saja yang mengidapnya. Jika sombong sudah menjadi karakter, maka seseorang akan sulit belajar, sulit memperbaiki diri, dan yang lebih mengerikan adalah sulit mengakui kesalahan dan menobatinya. Ia merasa benar dan orang lain salah. Jika memandang orang lain, maka ia meremehkannya. Jika dinasihati, ia kesal dan menolaknya.

Padahal Allah SWT berfirman, “Sesungguhhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka, tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kesombongan yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. al-Mu’min [40]: 56)

Saudaraku, betapa bahaya sekali sifat sombong ini. Semoga kita selamat dari kesombongan, dan semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa menjaga kerbersihan hati dari penyakit ini. Aamiin. (KH. Abdullah Gymnastiar)